1.300 Warga Disandera, DPR Desak Pemerintah Bentuk Gugus Tugas Papua
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pertahanan DPR mengaku prihatin atas disanderanya 1.300 warga dari dua desa di Kecamatan Tembagapura, Mimika, Papua oleh kelompok bersenjata. Untuk itu, Komisi I DPR mendesak agar pemerintah segera membentuk Gugus Tugas Papua guna menuntaskan persoalan secara tuntas di Papua, di samping tim gabungan TNI-Polri terus melakukan penyelamatan.
"Kita ingin persoalan Papua dilihat secara holistik, dan diselesaikan secara tuntas, tidak parsial. Oleh karena itu, untuk jangka panjangnya, kita meminta agar pemerintah membentuk gugus tugas khusus Papua yang memiliki tugas tidak hanya menyelesaikan persoalan Papua di dalam negeri tetapi juga mendukung upaya diplomasi di luar negeri," kata Anggota Komisi I DPR Sukamta saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (10/11/2017).
Menurut Sukamta, untuk menjamin keamanan di dalam negeri penting dilakukan secara sistematis. Tim gabungan TNI dan Polri harus bekerja secara cermat karena ribuan warga sudah menjadi sandera.
Selain itu, Badan Intelijen Negara (BIN) yang memiliki kisah sukses dalam merangkul tokoh separatis di Aceh perlu juga dilibatkan."Jadi, pihak terkait harus bersinergi dalam upaya ini," imbuh Sekretaris Fraksi PKS itu.
Kemudian, lanjut Sukamta, yang tidak kalah penting adalah pendekatan kesejahteraan, tidak hanya dengan menggelontorkan dana yang besar melalui program otonomi khusus (otsus) Papua. Perlu adanya pemikiran agar bagaimana dana yang besar bisa tepat sasaran serta bisa dimanfaatkan untuk pembangunan yang berbasis budaya masyarakat setempat.
''Jangan sampai upaya pembangunan menimbulkan ketegangan budaya di masyarakat. Kita ingin masyarakat Papua makin puas dengan pembangunan sehingga makin kokoh ikatan terhadap NKRI,'' ujarnya.
Sukamta menjelaskan, Gugus Tugas Papua ini jug harus melakukan diplomasi dengan dunia internasional. Karena persoalan Papua memiliki rentang diplomasi yang amat luas, di mana ada negara yang mendukung Indonesia dan ada juga negara yang amat kritis.
Negara besar hingga negara kecil memiliki kepentingan sendiri terhadap Papua. "Itu harus diselesaikan dengan cara tersendiri," tambahnya.
Karena itu, sambung Sukamta, Duta Besar RI di negara yang beririsan soal Papua, diharapkan dapat mengoptimalkan upaya diplomasi terkait permasalahan di Papua ini.
"Diharapkan juga untuk bekerja bersama-sama, tidak sendiri-sendiri menyelesaikan persoalan di satu negara,'' tandasnya.
Motif Penyandera Perlu Diperjelas
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Evita Nursanty berpandangan, penyanderaan itu dari segi apapun tidak bisa dibenarkan, dan harus ada tindakan yang terukur dan efektif dari aparat kita mulai dari Polri, TNI, dan jajaran pemerintahan di Papua dalam mengatasi kelompok kriminal bersenjata (KKB) ini. Evita menjelaskan, tindakan terukur adalah pendekatan yang terbaik yang ditempuh sesuai kondisi di lapangan mengingat jumlah masyarakat yang disandera cukup besar.
"Jadi keselamatan warga harus menjadi yang utama untuk saat ini dan yang paham medan adalah polri dan TNI di sana," kata Evita saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta.
Menurut Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini, perlu juga diperjelas mengenai motif penyanderaan warga oleh KKB itu, apakah betul ini terkait isu kesejahteraan sosial yang timbul akibat perebutan limbah (tailing) hasil olahan dari PT Freeport Indonesia yang diperebutkan warga lokal maupun pendatang.
"Jadi pada tahap ini harus didorong terbukanya ruang komunikasi dengan pihak penyandera. Harus recek betul sebenarnya apa motif mereka," ujarnya.
Selain itu, lanjut Evita, perlu juga ada pengecekan berapa jumlah masyarakat yang disandera secara tepat, apakah benar angka 1.300 orang itu dan bagaimana keadaan mereka. Serta, berapa jumlah KKB yang melakukan penyanderaan.
"Jumlah yang tepat ini bisa menentukan langkah taktis dalam penyelamatan," imbuhnya.Evita menambahkan, yang terpenting adalah harus adanya sinergi yang kuat antara Polri dan TNI meskipun ini terkait tertib sipil, keduanya harus saling mendukung, dan memungkinkan digelarnya operasi bersama.
Dirinya juga mendukung pendekatan soft approach, tapi juga harus terukur dengan penegasan bahwa negara hadir disana sehingga akan menjadi pembelajaran agar tidak terjadi peristiwa yg sama di kemudian hari.
"Yang lebih penting lagi kita ikut carikan solusi permanen jika memang ini urusannya persoalan limbah (tailing)," pungkasnya.
"Kita ingin persoalan Papua dilihat secara holistik, dan diselesaikan secara tuntas, tidak parsial. Oleh karena itu, untuk jangka panjangnya, kita meminta agar pemerintah membentuk gugus tugas khusus Papua yang memiliki tugas tidak hanya menyelesaikan persoalan Papua di dalam negeri tetapi juga mendukung upaya diplomasi di luar negeri," kata Anggota Komisi I DPR Sukamta saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (10/11/2017).
Menurut Sukamta, untuk menjamin keamanan di dalam negeri penting dilakukan secara sistematis. Tim gabungan TNI dan Polri harus bekerja secara cermat karena ribuan warga sudah menjadi sandera.
Selain itu, Badan Intelijen Negara (BIN) yang memiliki kisah sukses dalam merangkul tokoh separatis di Aceh perlu juga dilibatkan."Jadi, pihak terkait harus bersinergi dalam upaya ini," imbuh Sekretaris Fraksi PKS itu.
Kemudian, lanjut Sukamta, yang tidak kalah penting adalah pendekatan kesejahteraan, tidak hanya dengan menggelontorkan dana yang besar melalui program otonomi khusus (otsus) Papua. Perlu adanya pemikiran agar bagaimana dana yang besar bisa tepat sasaran serta bisa dimanfaatkan untuk pembangunan yang berbasis budaya masyarakat setempat.
''Jangan sampai upaya pembangunan menimbulkan ketegangan budaya di masyarakat. Kita ingin masyarakat Papua makin puas dengan pembangunan sehingga makin kokoh ikatan terhadap NKRI,'' ujarnya.
Sukamta menjelaskan, Gugus Tugas Papua ini jug harus melakukan diplomasi dengan dunia internasional. Karena persoalan Papua memiliki rentang diplomasi yang amat luas, di mana ada negara yang mendukung Indonesia dan ada juga negara yang amat kritis.
Negara besar hingga negara kecil memiliki kepentingan sendiri terhadap Papua. "Itu harus diselesaikan dengan cara tersendiri," tambahnya.
Karena itu, sambung Sukamta, Duta Besar RI di negara yang beririsan soal Papua, diharapkan dapat mengoptimalkan upaya diplomasi terkait permasalahan di Papua ini.
"Diharapkan juga untuk bekerja bersama-sama, tidak sendiri-sendiri menyelesaikan persoalan di satu negara,'' tandasnya.
Motif Penyandera Perlu Diperjelas
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Evita Nursanty berpandangan, penyanderaan itu dari segi apapun tidak bisa dibenarkan, dan harus ada tindakan yang terukur dan efektif dari aparat kita mulai dari Polri, TNI, dan jajaran pemerintahan di Papua dalam mengatasi kelompok kriminal bersenjata (KKB) ini. Evita menjelaskan, tindakan terukur adalah pendekatan yang terbaik yang ditempuh sesuai kondisi di lapangan mengingat jumlah masyarakat yang disandera cukup besar.
"Jadi keselamatan warga harus menjadi yang utama untuk saat ini dan yang paham medan adalah polri dan TNI di sana," kata Evita saat dihubungi Koran SINDO di Jakarta.
Menurut Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini, perlu juga diperjelas mengenai motif penyanderaan warga oleh KKB itu, apakah betul ini terkait isu kesejahteraan sosial yang timbul akibat perebutan limbah (tailing) hasil olahan dari PT Freeport Indonesia yang diperebutkan warga lokal maupun pendatang.
"Jadi pada tahap ini harus didorong terbukanya ruang komunikasi dengan pihak penyandera. Harus recek betul sebenarnya apa motif mereka," ujarnya.
Selain itu, lanjut Evita, perlu juga ada pengecekan berapa jumlah masyarakat yang disandera secara tepat, apakah benar angka 1.300 orang itu dan bagaimana keadaan mereka. Serta, berapa jumlah KKB yang melakukan penyanderaan.
"Jumlah yang tepat ini bisa menentukan langkah taktis dalam penyelamatan," imbuhnya.Evita menambahkan, yang terpenting adalah harus adanya sinergi yang kuat antara Polri dan TNI meskipun ini terkait tertib sipil, keduanya harus saling mendukung, dan memungkinkan digelarnya operasi bersama.
Dirinya juga mendukung pendekatan soft approach, tapi juga harus terukur dengan penegasan bahwa negara hadir disana sehingga akan menjadi pembelajaran agar tidak terjadi peristiwa yg sama di kemudian hari.
"Yang lebih penting lagi kita ikut carikan solusi permanen jika memang ini urusannya persoalan limbah (tailing)," pungkasnya.
(sms)