UMP Jabar 2018 Rp1,54 Juta, Buruh Protes

Rabu, 01 November 2017 - 19:38 WIB
UMP Jabar 2018 Rp1,54 Juta, Buruh Protes
UMP Jabar 2018 Rp1,54 Juta, Buruh Protes
A A A
BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menetapkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar 2018 sebesar Rp1.544.360,67. UMP yang akan mulai berlaku 1 Januari 2018 itu menjadi acuan dalam penentuan besaran upah minimun kabupaten/kota (UMK) di Jabar.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Ferry Sofwan Arif mengatakan, penetapan UMP mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Formula penghitungannya mengacu Pasal 44 ayat (2) PP Nomor 78/2015.

Besaran UMP Jabar 2018 juga telah disepakati Dewan Pengupahan Provinsi Jabar pada 23 Oktober 2017. Formula UMP 2018 berdasarkan penghitungan UMP tahun berjalan atau 2017 ditambah dengan hasil perkalian antara UMP 2017 dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan, serta tingkat pertumbuhan produk domestik bruto tahun berjalan. Dari penghitungan tersebut diperoleh besaran Rp1.544.360,67 atau naik 8,71% dibandingkan UMP Jabar 2017 yang besarnya Rp1.420.624,29.

"Angka (kenaikan UMP) 8,71% ini merupakan angka (hasil survei) BPS (Badan Pusat Statistik), sehingga besaran UMP Jabar 2018 Rp1.544.360,67," jelas Ferry dalam konferensi pers di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (1/11/2017).

Ferry menjelasan, UMP Jabar 2018 akan menjadi jaring pengaman dalam penentuan UMK di kabupaten/kota di seluruh Jabar. Artinya, kata Ferry, besaran UMK tidak boleh lebih rendah dari UMP atau harus lebih tinggi dari UMP. Pihaknya pun mengimbau pemerintah kabupaten/kota segera membahas besaran UMK dan segera mengajukannya ke Pemprov Jabar. Penetapan UMK akan dilakukan Gubernur Jabar pada 21 November 2017.

"Menteri Tenaga Kerja sudah ngirim surat juga ke pemerintah kabupaten/kota. Kita juga sudah mengirimi surat ke dinas tenaga kerja masing-masing kabupaten/kota, mereka memang sudah mulai membahas," katanya.

Ferry mengingatkan pembahasan UMK melibatkan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota untuk menghindari keterlambatan pengesahannya. Menurut Ferry, dalam penentuan UMK tahun lalu, terdapat sejumlah kabupaten/kota yang mengajukan besaran UMK-nya di menit-menit terakhir.

"Ada yang injury time kemarin beberapa. Kalau nanti ada yang terlambat, kita tinggal saja, jangan mengganggu yang lainnya," ujarnya.

Kata Ferry, mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja, gubernur wajib mengeluarkan surat keputusan (SK) saat mengumumkan UMK pada 21 November 2017. Dalam aturan juga disebutkan, gubernur tidak wajib menetapkan UMK. "Jadi, jika ada yang telat mengajukan akan ditinggal," tegasnya.

Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar Roy Jinto menilai,‎ penetapan UMP/UMK yang mengacu kepada PP Nomor 78/2015 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13/2003 yang mengamanatkan bahwa upah minimum ditetapkan berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), pertumbuhan ekonomi, dan lainnya.

Sementara, penetapan UMP Jabar 2018 tidak mengacu pada KHL dan sejumlah indikator lainnya, namun hanya berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Karena itu, tegas Roy, semua perwakilan serikat pekerja buruh menolak besaran UMP Jabar 2018.

"Sikap kita menolak UMP/UMK berdasarkan PP Nomor 78/2015. Di samping tidak sesuai dengan UU Nomor 13/2003, nilainya (kenaikan sangat kecil, hanya 8,71%. Itu akan membuat daya beli buruh semakin rendah," jelasnya.

Menurut Roy, rendahnya kenaikan besaran UMK akan merembet pada formulasi penghitungan besaran UMK. Oleh karenanya, pihaknya pun tengah melakukan persiapan untuk menggelar aksi penolakan UMP Jabar 2018 di Gedung Sate, jelang penetapan UMK.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.8998 seconds (0.1#10.140)