Hasil Pemeriksaan BPK Rawan Dipolitisasi untuk Pilkada
A
A
A
SEMARANG - Hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) rawan digunakan untuk kepentingan politik terutama menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada).
Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) akan diklaim sebagai bukti keberhasilan sehingga digunakan sebagai modal untuk calon tertentu kembali maju pada kontestasi pilkada.
"Memang salah satu keberhasilan pemda, dia berhasil mengolah keduangan daerah yang akuntabel dan transparan. Proxy yang paling dekat dengan ukuran akuntabel dan tranpasransi adalah opini BPK," kata Kepala BPK Perwakilan Jateng, Hery Subowo, usai diskusi tentang Mekanisme Pemberian Opini atas Laporan Keuangan dan Pemeriksaan Dana Desa, di Kantor BPK Perwakilan Jateng, Semarang, Rabu (18/10/2017).
Meski mendapat opini WTP, namun tidak bisa dijadikan sebagai ukuran kinerja dan bebas dari praktik korupsi. Pasalnya, laporan keuangan yabg mendapat opini WTP itu hanya bersifat sebagai pencatatan yang telah sesuai dengan standar akuntasi. Untuk itu, masyarakat diminta untuk semakin cerdas mencermati setiap kampanye calon tertentu yang mencatut hasil pemeriksaan BPK.
"Ini harusnya dibatasi pada kewajaran laporan keuangan sesuai standar akuntasi. Hanya kulit-kulitnya. Bahwa itu dianggap sebagai prestasi, keberhasilan, itu sah-sah saja, karena dibanding yang tidak atau belum WTP. Tapi apakah BPK bisa mencegah itu dipolitidasi? Itu sudah di luar kewenangan kami untuk melarang-larang, jangan diplesetkan ke kepentingan politik," terangnya.
Dia pun memastikan, setiap auditor BPK yang melakukan pemeriksaan keuangan bebas dari kepentingan politik. Pemeriksaan itu untuk mengetahui kinerja pemda dalam mempertanggungjawabkan keuangan yang dikelola dan bukan sebagai alat maju pilkada.
"Kami yakin dalam merumuskan opini kita steril dari kepentingan politik. Jadi kita enggak peduli mau nyalob atau tidak. Mau dijadikan amunisi bagi lawan politik atau tidak. Opini tetep opini, bukan dikaitkan dengan agenda politik, tapi upaya yang dilakukan pemda. bukan ukuran yang bersangkutan maju di pilkada," pungkasnya.
Opini wajar tanpa pengecualian (WTP) akan diklaim sebagai bukti keberhasilan sehingga digunakan sebagai modal untuk calon tertentu kembali maju pada kontestasi pilkada.
"Memang salah satu keberhasilan pemda, dia berhasil mengolah keduangan daerah yang akuntabel dan transparan. Proxy yang paling dekat dengan ukuran akuntabel dan tranpasransi adalah opini BPK," kata Kepala BPK Perwakilan Jateng, Hery Subowo, usai diskusi tentang Mekanisme Pemberian Opini atas Laporan Keuangan dan Pemeriksaan Dana Desa, di Kantor BPK Perwakilan Jateng, Semarang, Rabu (18/10/2017).
Meski mendapat opini WTP, namun tidak bisa dijadikan sebagai ukuran kinerja dan bebas dari praktik korupsi. Pasalnya, laporan keuangan yabg mendapat opini WTP itu hanya bersifat sebagai pencatatan yang telah sesuai dengan standar akuntasi. Untuk itu, masyarakat diminta untuk semakin cerdas mencermati setiap kampanye calon tertentu yang mencatut hasil pemeriksaan BPK.
"Ini harusnya dibatasi pada kewajaran laporan keuangan sesuai standar akuntasi. Hanya kulit-kulitnya. Bahwa itu dianggap sebagai prestasi, keberhasilan, itu sah-sah saja, karena dibanding yang tidak atau belum WTP. Tapi apakah BPK bisa mencegah itu dipolitidasi? Itu sudah di luar kewenangan kami untuk melarang-larang, jangan diplesetkan ke kepentingan politik," terangnya.
Dia pun memastikan, setiap auditor BPK yang melakukan pemeriksaan keuangan bebas dari kepentingan politik. Pemeriksaan itu untuk mengetahui kinerja pemda dalam mempertanggungjawabkan keuangan yang dikelola dan bukan sebagai alat maju pilkada.
"Kami yakin dalam merumuskan opini kita steril dari kepentingan politik. Jadi kita enggak peduli mau nyalob atau tidak. Mau dijadikan amunisi bagi lawan politik atau tidak. Opini tetep opini, bukan dikaitkan dengan agenda politik, tapi upaya yang dilakukan pemda. bukan ukuran yang bersangkutan maju di pilkada," pungkasnya.
(nag)