Pemprov Sumut Didesak Bereskan Praktik Pungli di KIM
A
A
A
MEDAN - Aksi unjuk rasa yang dilakukan sopir dan Organda terkait dugaan pungutan liar (pungli) berkedok pass masuk ke Kawasan Industri Medan (KIM) II Belawan belum mendapat perhatian serius Pemerintah Provinsi Sumut.
Pihak terkait belum bisa juga melakukan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat. Menanggapi masalah ini, Pemprov Sumut hanya berjanji akan segera mengevaluasi.
"Saya sudah perintahkan Biro Perekonomian untuk mengevaluasinya. Kebetulan saya sekarang lagi di Jakarta. Nanti akan saya sampaikan perkembangannya ya," ujar Plt Sekda Provinsi Sumut, Ibnu Sri Hutomo, melalui telepon selulernya, Rabu (4/10/2017).
Sementara itu, Kabiro Perekonomian Provinsi Sumut, Ernita Bangun tidak mau memberikan komentarnya. Ernita mengaku kalau dirinya masih berada di luar Kota Medan. Saat disinggung soal keresahan para sopir dan pengusaha angkutan akibat dugaan pungli telah berujung kepada demonstrasi di DPRD Sumut baru-baru ini Ernita pun mengaku tidak mengetahuinya.
"Kapan demonstrasinya. Aduh nantilah ya. Saya masih di Jakarta kurang jelas apa yang ditanyakan. Coba tanya aja langsung ke pihak KIM apa benar ada pungli itu," ujar Ernita.
Sebelumnya, puluhan unit truk trailer diparkir di sekitar gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Senin (2/10/2017). Hal itu dilakuan sebagai bentuk protes terhadap pungutan Rp15.000 setiap kali masuk ke Kawasan Industri Medan (KIM) II Belawan di Saentis, Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
Para Sopir bersama pengusaha yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sumatera Utara menyatakan, mereka telah menjadi korban pungli berkedok pass masuk yang diberlakukan sejak Juli 2017 lalu.
Menurut Ketua Organda Sumut, Haposan Siallagan kutipan itu diberlakukan tanpa pembahasan dengan para sopir dan pengusaha angkutan. Sebelumnya, biaya masuk ke KIM II pernah diberlakukan pada 2015, namun dihentikan setelah para sopir dan pengusaha angkutan melakukan mogok.
Saat itu PT KIM berjanji tidak akan memberlakukan kutipan seperti itu lagi sebelum ada kesepakatan dengan Organda. Tapi nyatanya mulai Juli 2017, pihak KIM II menarik kutipan sebesar Rp15.000. Kutipan uang tersebut dinilai tidak memiliki landasan hukum yang jelas.
Pihak terkait belum bisa juga melakukan tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat. Menanggapi masalah ini, Pemprov Sumut hanya berjanji akan segera mengevaluasi.
"Saya sudah perintahkan Biro Perekonomian untuk mengevaluasinya. Kebetulan saya sekarang lagi di Jakarta. Nanti akan saya sampaikan perkembangannya ya," ujar Plt Sekda Provinsi Sumut, Ibnu Sri Hutomo, melalui telepon selulernya, Rabu (4/10/2017).
Sementara itu, Kabiro Perekonomian Provinsi Sumut, Ernita Bangun tidak mau memberikan komentarnya. Ernita mengaku kalau dirinya masih berada di luar Kota Medan. Saat disinggung soal keresahan para sopir dan pengusaha angkutan akibat dugaan pungli telah berujung kepada demonstrasi di DPRD Sumut baru-baru ini Ernita pun mengaku tidak mengetahuinya.
"Kapan demonstrasinya. Aduh nantilah ya. Saya masih di Jakarta kurang jelas apa yang ditanyakan. Coba tanya aja langsung ke pihak KIM apa benar ada pungli itu," ujar Ernita.
Sebelumnya, puluhan unit truk trailer diparkir di sekitar gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Senin (2/10/2017). Hal itu dilakuan sebagai bentuk protes terhadap pungutan Rp15.000 setiap kali masuk ke Kawasan Industri Medan (KIM) II Belawan di Saentis, Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
Para Sopir bersama pengusaha yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sumatera Utara menyatakan, mereka telah menjadi korban pungli berkedok pass masuk yang diberlakukan sejak Juli 2017 lalu.
Menurut Ketua Organda Sumut, Haposan Siallagan kutipan itu diberlakukan tanpa pembahasan dengan para sopir dan pengusaha angkutan. Sebelumnya, biaya masuk ke KIM II pernah diberlakukan pada 2015, namun dihentikan setelah para sopir dan pengusaha angkutan melakukan mogok.
Saat itu PT KIM berjanji tidak akan memberlakukan kutipan seperti itu lagi sebelum ada kesepakatan dengan Organda. Tapi nyatanya mulai Juli 2017, pihak KIM II menarik kutipan sebesar Rp15.000. Kutipan uang tersebut dinilai tidak memiliki landasan hukum yang jelas.
(rhs)