Pengungsi Gunung Agung Tembus 134.299 Jiwa
A
A
A
KARANGASEM - Hari ini, Kamis (28/9/2017) sudah memasuki tujuh hari sejak status gunung Agung menjadi awas.
Jumlah pengungsi Gunung Agung terus bertambah. Hingga pukul 18.00 Wita jumlah warga yang mengungsi sebanyak 134.299 jiwa tersebar di 484 titik.
Sebelumnya warga yang terkena dampak Gunung Agung sekitar 60 ribu hingga 100 ribu orang.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, penanganan bencana di Indonesia itu unik dan khas. Teori-teori penanggulangan bencana yang kebanyakan diadopsi dari Barat seperti yang ada di text book seringkali tidak berlaku di Indonesia.
Kata dia, menangani pengungsi itu tidak mudah. Jalur kultural seringkali justru lebih efektif daripada melalui struktural. Begitu pula dalam menangani masyarakat yang harus mengungsi dari ancaman gunung meletus.
Seringkali masyarakat sulit untuk dievakuasi dari tempat tinggalnya. Bahkan saat gunungnya sudah meletus pun, masyarakat tetap bertahan tidak mau dievakuasi dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah menjaga sapi.
"Kita masih ingat, saat erupsi Gunung Merapi pada Oktober hingga November 2010, korban meninggal dunia mencapai 277 jiwa. Sebagian masyarakat yang tidak mau mengungsi karena menjaga sapi. Sapi adalah aset berharga bagi masyarakat. Itulah yang menyebabkan sulitnya masyarakat tidak mau mengungsi," bebernya.
Saat Gunung Agung berstatus awas, sebagian masyarakat tidak mau mengungsi dengan alasan menjaga ternak, salah satunya sapi.
"Pagi atau siangnya kembali ke rumahnya menengok dan memenuhi kebutuhan pangan ternaknya. Malamnya tidur di pengungsian," ujarnya.
Jumlah pengungsi Gunung Agung terus bertambah. Hingga pukul 18.00 Wita jumlah warga yang mengungsi sebanyak 134.299 jiwa tersebar di 484 titik.
Sebelumnya warga yang terkena dampak Gunung Agung sekitar 60 ribu hingga 100 ribu orang.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, penanganan bencana di Indonesia itu unik dan khas. Teori-teori penanggulangan bencana yang kebanyakan diadopsi dari Barat seperti yang ada di text book seringkali tidak berlaku di Indonesia.
Kata dia, menangani pengungsi itu tidak mudah. Jalur kultural seringkali justru lebih efektif daripada melalui struktural. Begitu pula dalam menangani masyarakat yang harus mengungsi dari ancaman gunung meletus.
Seringkali masyarakat sulit untuk dievakuasi dari tempat tinggalnya. Bahkan saat gunungnya sudah meletus pun, masyarakat tetap bertahan tidak mau dievakuasi dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah menjaga sapi.
"Kita masih ingat, saat erupsi Gunung Merapi pada Oktober hingga November 2010, korban meninggal dunia mencapai 277 jiwa. Sebagian masyarakat yang tidak mau mengungsi karena menjaga sapi. Sapi adalah aset berharga bagi masyarakat. Itulah yang menyebabkan sulitnya masyarakat tidak mau mengungsi," bebernya.
Saat Gunung Agung berstatus awas, sebagian masyarakat tidak mau mengungsi dengan alasan menjaga ternak, salah satunya sapi.
"Pagi atau siangnya kembali ke rumahnya menengok dan memenuhi kebutuhan pangan ternaknya. Malamnya tidur di pengungsian," ujarnya.
(rhs)