Tokoh-tokoh yang Terlibat dalam Film Pengkhianatan G30S PKI
A
A
A
Di tengah kontroversi mengenai rencana penayangan kembali film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI, acara nonton bareng (nobar) film ini telah banyak digelar dan masih akan berlanjut lagi di sejumlah daerah di Indonesia. Publik di Indonesia pun semakin banyak membahas karya sutradara Arifin C Noer ini.
Bagi sejumlah generasi di Indonesia yang pernah merasakan masa-masa wajib menonton film ini di TVRI setiap tanggal 30 September, mungkin sangat sulit melupakannya. Musiknya legendaris, mulai saat pembuka film dari PFN (Perum Produksi Film Negara), suara mesin ketik, suara saat scene di lubang buaya, dan musik latarnya. Belum lagi banyaknya adegan kekerasan sepanjang film yang menceritakan penculikan dan pembunuhan para jenderal.
Dalam kenangan banyak orang, film berdurasi 3,5 jam lebih ini disebut ngeri, seram, atau horor. Apalagi,penayangannya selalu malam hari. Film yang diproduksi selama dua tahun ini pun sukses menggambarkan G30S PKI, peristiwa kudeta Presiden Soekarno yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sebagai gerakan yang kejam.
Era nonton wajib film ini selama 13 tahun atau sejak 1984, berakhir empat bulan setelah Soeharto mundur sebagai Presiden Republik Indonesia, tepatnya September 1998. Masa orde baru pun berakhir. Dikutip dari Wikipedia, Menteri Penerangan saat itu, Yunus Yosfiah menetapkan film ini tidak lagi menjadi tontonan wajib karena dinilai merupakan usaha untuk memanipulasi sejarah dan mengultuskan Soeharto. Selain itu, TNI AU juga memprotes penayangan film karena merasa dipojokkan dalam peristiwa G30S PKI. Sejak itu pula, film yang ketika masih ditayangkan ini sudah banyak dipertanyakan kebenarannya, terus diperdebatkan.
Meskipun tidak lagi menjadi tontonan wajib, setiap bulan September, terutama menjelang tanggal 30, masyarakat Indonesia masih diingatkan pada film ini. Pro dan kontra soal film ini terus bermunculan, termasuk pembahasan PKI, yang resmi dibubarkan pada 12 Maret 1966. Orang-orang di balik produksi film G30S PKI pun tetap dibahas.
Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI dinilai sebagai film Arifin Chairin Noer yang paling kontroversial. Sutradara film dan teater yang lahir pada 10 Maret 1941 dan meninggal di usianya 54 tahun, membuat skenario film ini berdasarkan buku tahun 1968 yang ditulis sejarawan militer Nugroho Notosusanto dan penyidik Ismail Saleh. Buku tersebut berjudul Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S PKI di Indonesia.
Nugroho adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1985), yang meninggal di Jakarta, 3 Juni 1985 lalu, di usianya 54 tahun. Ia pernah menjadi rektor Universitas Indonesia (1982-1983) dan terkenal sebagai sastrawan Angkatan 66.
Dia juga berkarier di bidang kemiliteran dengan pangkat terakhir brigadir jenderal. Sejak tahun 1964, ia menjabat Kepala Pusat Sejarah ABRI sehingga memiliki wawasan mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI. Pada tahun itu pula, dia diminta untuk menyusun sejarah militer. Nugroho juga ikut menulis skenario untuk film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI bersama Arifin C Noer.
Sementara Letjen TNI Purn Ismail Saleh adalah Menteri Kehakiman Indonesia ke-19 pada masa pemerintahan Soeharto sejak 30 Mei 1984-17 Maret 1993. Ismail yang meninggal pada 21 Oktober 2008 lalu, juga pernah menjadi Jaksa Agung RI periode 1981-1984.
Produser film ini, G Dwipayana yang lahir di Jember, Jawa Timur, 12 Desember 1932, merupakan salah satu sutradara televisi Indonesia dan pernah menjadi direktur PPFN. Selain Pengkhianatan G30S PKI, dua karya terkenalnya yang lain adalah film Si Unyil dan Aku Cinta Indonesia (ACI).
Tentang bagaimana Arifin C Noer dipilih menjadi sutradara film ini, penulis, Goenawan Mohamad (GM) bercerita di fan page Facebook pribadinya. Dia menuliskan, punya hubungan sejarah selintas dengan film ini. GM yang secara reguler berlatih lari marathon di sekitar Gelora Bung Karno beberapa tahun sebelum film itu dibuat, sering bertemu dengan G Dwipayana, yang dia sebut sebagai Mas Dipo. Kepada GM, Dwipayana pernah menanyakan sutradara yang menurutnya bagus.
GM menyebut dua nama. Teguh Karya dan Arifin C Noer. Dwipayana lalu menanyakan film-film Arifin C Noer. GM merekomendasikan salah satu karya Arifin yang menurut dia bagus, Suci Sang Primadona. Filmnya saat itu sedang beredar di bioskop-bioskop.
Beberapa hari kemudian, mereka bertemu lagi di tempat yang sama. Ternyata Dwipayana sudah menonton film Suci Sang Primadona, yang menurut dia juga bagus. Dari situlah, dia akhirnya mengajak Arifin C Noer menyutradarai film G30S PKI.
Selama berkarya, Arifin C Noer beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Film Pengkhianatan G30S PKI menjadi yang kedelapan dia sutradarai saat itu. Dia juga pernah bermain dalam film Cas Cis Cus (1989), yang disutradarai Teguh Karya.
Sementara penata musik film ini, Embie C Noer, adalah adik Arifin C Noer, yang lahir pada 17 Juli 1955. Pada 1982, Embie telah memperoleh Piala Citra untuk Penataan Musik Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) dalam film Serangan Fajar, yang juga disutradarai Arifin C Noer. Dia pun meraih banyak penghargaan lain. Sampai sekarang, Embie masih berkarya sebagai penata musik untuk teater, film dan televisi.
Penata sinematografi film G30S PKI adalah Hasan Basri Jafar, yang saat itu aktif di perfilman Indonesia. Sejak 1965, Hasan menjadi juru kamera untuk film-film dokumenter produksi Pemda DKI Jaya dan produksi perusahaan perminyakan. Di tangan pria kelahiran 14 September 1943 ini, film ini mendapat nominasi penghargaan untuk kategori sinematrografi di FFI 1984. Film garapan Hasan yang lain pernah masuk unggulan di FFI 1980, yaitu Anna Maria (1980).
Para pemeran film Pengkhianatan G30S PKI juga merupakan tokoh-tokoh terkenal. Salah satunya, Umar Kayam pemeran Soekarno, yang dikenal sebagai sosiolog, novelis, cerpenis, budayawan Indonesia. Umar Kayam lahir di Ngawi, Jawa Timur pada 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 lalu.
Mengenai keterlibatan Umar Kayam, GM juga menyinggungnya dalam tulisannya di fan page Facebook. Dwipayana pernah mengatakan, Umar Kayam bukan pilihan pertama untuk memerankan Soekarno. Justru yang awalnya dipilih memerankannya Eddy Sud, pelawak yang mirip Bung Karno muda. Namun, rencana itu batal karena Soeharto tidak setuju. Akhirnya Umar Kayam yang dipilih.
Lalu, ada Syubah Asa, pemeran DN Aidit. Dia dikenal sebagai sastrawan, seniman, dan wartawan senior Indonesia. Syubah Asa yang lahir di Pekalongan, 21 Desember 1941 dan meninggal dalam usianya 68 tahun, pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta pada era 1970-an.
Ade Irawan yang berperan sebagai Yohanna Sunarti, istri Jenderal AH Nasution, merupakan aktris senior Indonesia yang membintangi banyak film. Saat itu, Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI menjadi film ke-73 yang dibintangi aktris berusia 80 tahun ini. Ade Irawan yang juga menulis skenario, memulai kariernya pada tahun 1964 dalam film Di Ambang Fadjar.
Beberapa pemeran lain dalam film G30S PKI adalah Amoroso Katamsi yang berperan sebagai Soeharto. Usianya 43 tahun saat bermain film itu. Amoroso lahir pada 21 Oktober 1940 atau saat ini berusia 76 tahun. Dia juga pernah menjadi ketua PARFI. Sementara Bram Adrianto (75), memerankan Letkol Untung. Bram yang lahir 11 Februari 1942 merupakan anggota teater pimpinan Rendra Karno. Dia memulai debut film pertamanya sebagai peran pembantu dalam Gadis di Seberang Djalan tahun 1960.
Selanjutnya, Wawan Wanisar yang berperan sebagai Lettu Pierre Tendean (67), lahir di Jakarta, 13 Desember 1949. Wawan juga dikenal bermain dalam film Naga Bonar pada tahun 1987 sebagai Mayor Lukman. Sampai kini, Wawan masih aktif bermain film dan sinetron.
Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI yang menghabiskan dana Rp800 juta memenangkan satu Piala Citra untuk Skenario Terbaik. Film ini juga masuk tujuh nominasi dalam FFI 1984 untuk kategori Film Cerita Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Amoroso Katamsi, Tata Kamera Terbaik untuk Hasan Basri, Tata Musik Terbaik untuk Embie C Noer, dan Tata Artistik Terbaik untuk Farraz Effendy. Pada 1985, film ini juga menerima Piala Antemas atau Penghargaan Khusus sebagai Film Unggulan Terlaris periode 1984-1985.
Ada dua film lain yang dikaitkan dengan film ini dan disebut sebagai sekuelnya oleh PPFN, yakni film Djakarta 1966 (1982) dan Operasi Trisula (1987). Djakarta 1966 berdurasi 135 menit, juga disutradarai oleh Arifin C Noer. Dikutip dari filmindonesia.or.id, film ini disebutkan secara kronologis membeberkan proses lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) di tahun 1966. Setelah peristiwa G30S PKI tahun sebelumnya, Presiden Soekarno tidak segera melakukan penyelesaian politik yang memuaskan. Jakarta dipenuhi demonstrasi mahasiswa. Mereka mencetuskan Tritura yakni, pembubaran PKI, perombakan kabinet, dan penurunan harga. Saat keadaan makin genting, Soekarno akhirnya memberi wewenang berupa Supersemar pada Letjen Soeharto untuk memulihkan keamanan negara. Berdasarkan kewenangan itu, Soeharto memerintahkan pembubaran PKI.
Sementara film Operasi Trisula (1987), disutradarai oleh BZ Kadaryono. Film berdurasi 118 menit ini mengisahkan kembali penumpasan anggota gerakan G30S PKI yang melarikan diri dari Jakarta dan berbagai daerah. Mereka ini kemudian bertahan dan menyusun gerakan dari wilayah tandus, berbukit, dan bergua-gua di Blitar Selatan. Mereka dilukiskan merampok, melakukan sabotase, dan meresahkan penduduk. Operasi Trisula dibentuk untuk membasmi mereka.
Saat film G30S PKI dinyatakan tidak lagi wajib ditonton empat bulan setelah berakhirnya Orde Baru, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah kala itu juga menetapkan hal yang sama berlaku untuk dua film lain, yakni Janur Kuning dan Serangan Fajar. Janur Kuning menggambarkan Soeharto sebagai pahlawan di balik Serangan Umum 1 Maret 1949 sementara Serangan Fajar menunjukkannya sebagai pahlawan utama Revolusi Indonesia.
Bagi sejumlah generasi di Indonesia yang pernah merasakan masa-masa wajib menonton film ini di TVRI setiap tanggal 30 September, mungkin sangat sulit melupakannya. Musiknya legendaris, mulai saat pembuka film dari PFN (Perum Produksi Film Negara), suara mesin ketik, suara saat scene di lubang buaya, dan musik latarnya. Belum lagi banyaknya adegan kekerasan sepanjang film yang menceritakan penculikan dan pembunuhan para jenderal.
Dalam kenangan banyak orang, film berdurasi 3,5 jam lebih ini disebut ngeri, seram, atau horor. Apalagi,penayangannya selalu malam hari. Film yang diproduksi selama dua tahun ini pun sukses menggambarkan G30S PKI, peristiwa kudeta Presiden Soekarno yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sebagai gerakan yang kejam.
Era nonton wajib film ini selama 13 tahun atau sejak 1984, berakhir empat bulan setelah Soeharto mundur sebagai Presiden Republik Indonesia, tepatnya September 1998. Masa orde baru pun berakhir. Dikutip dari Wikipedia, Menteri Penerangan saat itu, Yunus Yosfiah menetapkan film ini tidak lagi menjadi tontonan wajib karena dinilai merupakan usaha untuk memanipulasi sejarah dan mengultuskan Soeharto. Selain itu, TNI AU juga memprotes penayangan film karena merasa dipojokkan dalam peristiwa G30S PKI. Sejak itu pula, film yang ketika masih ditayangkan ini sudah banyak dipertanyakan kebenarannya, terus diperdebatkan.
Meskipun tidak lagi menjadi tontonan wajib, setiap bulan September, terutama menjelang tanggal 30, masyarakat Indonesia masih diingatkan pada film ini. Pro dan kontra soal film ini terus bermunculan, termasuk pembahasan PKI, yang resmi dibubarkan pada 12 Maret 1966. Orang-orang di balik produksi film G30S PKI pun tetap dibahas.
Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI dinilai sebagai film Arifin Chairin Noer yang paling kontroversial. Sutradara film dan teater yang lahir pada 10 Maret 1941 dan meninggal di usianya 54 tahun, membuat skenario film ini berdasarkan buku tahun 1968 yang ditulis sejarawan militer Nugroho Notosusanto dan penyidik Ismail Saleh. Buku tersebut berjudul Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S PKI di Indonesia.
Nugroho adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1985), yang meninggal di Jakarta, 3 Juni 1985 lalu, di usianya 54 tahun. Ia pernah menjadi rektor Universitas Indonesia (1982-1983) dan terkenal sebagai sastrawan Angkatan 66.
Dia juga berkarier di bidang kemiliteran dengan pangkat terakhir brigadir jenderal. Sejak tahun 1964, ia menjabat Kepala Pusat Sejarah ABRI sehingga memiliki wawasan mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI. Pada tahun itu pula, dia diminta untuk menyusun sejarah militer. Nugroho juga ikut menulis skenario untuk film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI bersama Arifin C Noer.
Sementara Letjen TNI Purn Ismail Saleh adalah Menteri Kehakiman Indonesia ke-19 pada masa pemerintahan Soeharto sejak 30 Mei 1984-17 Maret 1993. Ismail yang meninggal pada 21 Oktober 2008 lalu, juga pernah menjadi Jaksa Agung RI periode 1981-1984.
Produser film ini, G Dwipayana yang lahir di Jember, Jawa Timur, 12 Desember 1932, merupakan salah satu sutradara televisi Indonesia dan pernah menjadi direktur PPFN. Selain Pengkhianatan G30S PKI, dua karya terkenalnya yang lain adalah film Si Unyil dan Aku Cinta Indonesia (ACI).
Tentang bagaimana Arifin C Noer dipilih menjadi sutradara film ini, penulis, Goenawan Mohamad (GM) bercerita di fan page Facebook pribadinya. Dia menuliskan, punya hubungan sejarah selintas dengan film ini. GM yang secara reguler berlatih lari marathon di sekitar Gelora Bung Karno beberapa tahun sebelum film itu dibuat, sering bertemu dengan G Dwipayana, yang dia sebut sebagai Mas Dipo. Kepada GM, Dwipayana pernah menanyakan sutradara yang menurutnya bagus.
GM menyebut dua nama. Teguh Karya dan Arifin C Noer. Dwipayana lalu menanyakan film-film Arifin C Noer. GM merekomendasikan salah satu karya Arifin yang menurut dia bagus, Suci Sang Primadona. Filmnya saat itu sedang beredar di bioskop-bioskop.
Beberapa hari kemudian, mereka bertemu lagi di tempat yang sama. Ternyata Dwipayana sudah menonton film Suci Sang Primadona, yang menurut dia juga bagus. Dari situlah, dia akhirnya mengajak Arifin C Noer menyutradarai film G30S PKI.
Selama berkarya, Arifin C Noer beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Film Pengkhianatan G30S PKI menjadi yang kedelapan dia sutradarai saat itu. Dia juga pernah bermain dalam film Cas Cis Cus (1989), yang disutradarai Teguh Karya.
Sementara penata musik film ini, Embie C Noer, adalah adik Arifin C Noer, yang lahir pada 17 Juli 1955. Pada 1982, Embie telah memperoleh Piala Citra untuk Penataan Musik Terbaik Festival Film Indonesia (FFI) dalam film Serangan Fajar, yang juga disutradarai Arifin C Noer. Dia pun meraih banyak penghargaan lain. Sampai sekarang, Embie masih berkarya sebagai penata musik untuk teater, film dan televisi.
Penata sinematografi film G30S PKI adalah Hasan Basri Jafar, yang saat itu aktif di perfilman Indonesia. Sejak 1965, Hasan menjadi juru kamera untuk film-film dokumenter produksi Pemda DKI Jaya dan produksi perusahaan perminyakan. Di tangan pria kelahiran 14 September 1943 ini, film ini mendapat nominasi penghargaan untuk kategori sinematrografi di FFI 1984. Film garapan Hasan yang lain pernah masuk unggulan di FFI 1980, yaitu Anna Maria (1980).
Para pemeran film Pengkhianatan G30S PKI juga merupakan tokoh-tokoh terkenal. Salah satunya, Umar Kayam pemeran Soekarno, yang dikenal sebagai sosiolog, novelis, cerpenis, budayawan Indonesia. Umar Kayam lahir di Ngawi, Jawa Timur pada 30 April 1932 dan meninggal di Jakarta, 16 Maret 2002 lalu.
Mengenai keterlibatan Umar Kayam, GM juga menyinggungnya dalam tulisannya di fan page Facebook. Dwipayana pernah mengatakan, Umar Kayam bukan pilihan pertama untuk memerankan Soekarno. Justru yang awalnya dipilih memerankannya Eddy Sud, pelawak yang mirip Bung Karno muda. Namun, rencana itu batal karena Soeharto tidak setuju. Akhirnya Umar Kayam yang dipilih.
Lalu, ada Syubah Asa, pemeran DN Aidit. Dia dikenal sebagai sastrawan, seniman, dan wartawan senior Indonesia. Syubah Asa yang lahir di Pekalongan, 21 Desember 1941 dan meninggal dalam usianya 68 tahun, pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta pada era 1970-an.
Ade Irawan yang berperan sebagai Yohanna Sunarti, istri Jenderal AH Nasution, merupakan aktris senior Indonesia yang membintangi banyak film. Saat itu, Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI menjadi film ke-73 yang dibintangi aktris berusia 80 tahun ini. Ade Irawan yang juga menulis skenario, memulai kariernya pada tahun 1964 dalam film Di Ambang Fadjar.
Beberapa pemeran lain dalam film G30S PKI adalah Amoroso Katamsi yang berperan sebagai Soeharto. Usianya 43 tahun saat bermain film itu. Amoroso lahir pada 21 Oktober 1940 atau saat ini berusia 76 tahun. Dia juga pernah menjadi ketua PARFI. Sementara Bram Adrianto (75), memerankan Letkol Untung. Bram yang lahir 11 Februari 1942 merupakan anggota teater pimpinan Rendra Karno. Dia memulai debut film pertamanya sebagai peran pembantu dalam Gadis di Seberang Djalan tahun 1960.
Selanjutnya, Wawan Wanisar yang berperan sebagai Lettu Pierre Tendean (67), lahir di Jakarta, 13 Desember 1949. Wawan juga dikenal bermain dalam film Naga Bonar pada tahun 1987 sebagai Mayor Lukman. Sampai kini, Wawan masih aktif bermain film dan sinetron.
Film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI yang menghabiskan dana Rp800 juta memenangkan satu Piala Citra untuk Skenario Terbaik. Film ini juga masuk tujuh nominasi dalam FFI 1984 untuk kategori Film Cerita Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Amoroso Katamsi, Tata Kamera Terbaik untuk Hasan Basri, Tata Musik Terbaik untuk Embie C Noer, dan Tata Artistik Terbaik untuk Farraz Effendy. Pada 1985, film ini juga menerima Piala Antemas atau Penghargaan Khusus sebagai Film Unggulan Terlaris periode 1984-1985.
Ada dua film lain yang dikaitkan dengan film ini dan disebut sebagai sekuelnya oleh PPFN, yakni film Djakarta 1966 (1982) dan Operasi Trisula (1987). Djakarta 1966 berdurasi 135 menit, juga disutradarai oleh Arifin C Noer. Dikutip dari filmindonesia.or.id, film ini disebutkan secara kronologis membeberkan proses lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) di tahun 1966. Setelah peristiwa G30S PKI tahun sebelumnya, Presiden Soekarno tidak segera melakukan penyelesaian politik yang memuaskan. Jakarta dipenuhi demonstrasi mahasiswa. Mereka mencetuskan Tritura yakni, pembubaran PKI, perombakan kabinet, dan penurunan harga. Saat keadaan makin genting, Soekarno akhirnya memberi wewenang berupa Supersemar pada Letjen Soeharto untuk memulihkan keamanan negara. Berdasarkan kewenangan itu, Soeharto memerintahkan pembubaran PKI.
Sementara film Operasi Trisula (1987), disutradarai oleh BZ Kadaryono. Film berdurasi 118 menit ini mengisahkan kembali penumpasan anggota gerakan G30S PKI yang melarikan diri dari Jakarta dan berbagai daerah. Mereka ini kemudian bertahan dan menyusun gerakan dari wilayah tandus, berbukit, dan bergua-gua di Blitar Selatan. Mereka dilukiskan merampok, melakukan sabotase, dan meresahkan penduduk. Operasi Trisula dibentuk untuk membasmi mereka.
Saat film G30S PKI dinyatakan tidak lagi wajib ditonton empat bulan setelah berakhirnya Orde Baru, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah kala itu juga menetapkan hal yang sama berlaku untuk dua film lain, yakni Janur Kuning dan Serangan Fajar. Janur Kuning menggambarkan Soeharto sebagai pahlawan di balik Serangan Umum 1 Maret 1949 sementara Serangan Fajar menunjukkannya sebagai pahlawan utama Revolusi Indonesia.
(mcm)