Kesaksian Ahli Hukum Pidana Ringankan Buni Yani
A
A
A
BANDUNG - Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Profesor Dr M Muzakir hadir di sidang ke-12 perkara pelanggaran UU ITE dengan terdakwa Buni Yani.
Kesaksian M Muzakir di persidangan sangat meringankan bagi terdakwa Buni Yani. Hal itu terungkap saat Aldwin Rahardian, kuasa hukum Buni Yani, meminta pendapat Nuzakir terkait penambahan Pasal 32 UU ITE dalan berita acara pemeriksaan yang dilakukan tim jaksa penuntut umum (JPU) di akhir tahap penyidikan.
"Kepada saksi ahli, saya ingin menanyakan, klien kami awalnya hanya diperiksa dengan dua tuduhan melanggar Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 UU ITE. Namun di akhir penyidikan, tiba-tiba muncul Pasal 32 UU ITE. Yang saya ingin tanyakan, boleh tidak tindakan seperti itu dilakuka,?" kata Aldwin.
M Muzakir mengatakan, pada prinsipnya, penegak hukum melakukan penyidikan didasarkan aduan atau laporan terkait pelanggaran atas satu atau dua pasal. Jika ada pasal tambahan, tentu harus turunannya yang sejenis atau subsideritas. Misalnya, Pasal 365 tentang Pencurian, bisa ditambahkan dengan Pasal 362, 363, dan 364. Karena pasal ini turunnya dan sejenis.
Kalau dikenakkan pasal baru, tentu harus ada aduan baru dan pemeriksaan terkait kejahatan lain yang dituduhkan itu. "Jadi penambahan pasal baru tidak boleh dilakukan jika tidak sejenis. Kalau ada pasal lain atas kreasi jaksa, tanpa proses sebagaimana mestinya, tidak diperkenankan. Ada atau tidak peneriksaan terkait pasal baru yang tidak sejenis, tetap tidak boleh," ungkap Muzakir.
Kemudian Aldwin meminta kembali pendapat Muzakir terhadap unggahan Buni Yani di Facebook. Dia menayangkan slide unggahan FB Buni Yani. "Saya meminta apakah unggahan terdakwa terdapat unsur menyebarkan kebencian?" tanya Aldwin.
Mendapat pertanyaan itu, lagi-lagi, Muzakir memberikan jawaban yang meringankan bagi Buni Yani. Menurut Muxakir, Pasal 27 UU ITE sangat ambigu dan multitafsir.
Dalam pasal itu tidak tegas menyebutkan penghinaan tetapi ada terdapat unsur menghina. Jadi meski pun bahasa yang diunggah di media sosial tidak secara tegas menghina tetapi dinilai terdapat unsur penghinaan, bisa dijerat dengan Pasl 27.
"Menghina dan menebarkan kebencian itu kan jelas. Misalnya, ayo kita bunuh dia. Itu kan jelas mengajak orng melakukan tindak pidana dengan unsur kebencian. Jadi saya menilai unggahan Buni Yani di FB jauh dari unsur menghina atau menebar kebencian," pungkasnya.
Kesaksian M Muzakir di persidangan sangat meringankan bagi terdakwa Buni Yani. Hal itu terungkap saat Aldwin Rahardian, kuasa hukum Buni Yani, meminta pendapat Nuzakir terkait penambahan Pasal 32 UU ITE dalan berita acara pemeriksaan yang dilakukan tim jaksa penuntut umum (JPU) di akhir tahap penyidikan.
"Kepada saksi ahli, saya ingin menanyakan, klien kami awalnya hanya diperiksa dengan dua tuduhan melanggar Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 UU ITE. Namun di akhir penyidikan, tiba-tiba muncul Pasal 32 UU ITE. Yang saya ingin tanyakan, boleh tidak tindakan seperti itu dilakuka,?" kata Aldwin.
M Muzakir mengatakan, pada prinsipnya, penegak hukum melakukan penyidikan didasarkan aduan atau laporan terkait pelanggaran atas satu atau dua pasal. Jika ada pasal tambahan, tentu harus turunannya yang sejenis atau subsideritas. Misalnya, Pasal 365 tentang Pencurian, bisa ditambahkan dengan Pasal 362, 363, dan 364. Karena pasal ini turunnya dan sejenis.
Kalau dikenakkan pasal baru, tentu harus ada aduan baru dan pemeriksaan terkait kejahatan lain yang dituduhkan itu. "Jadi penambahan pasal baru tidak boleh dilakukan jika tidak sejenis. Kalau ada pasal lain atas kreasi jaksa, tanpa proses sebagaimana mestinya, tidak diperkenankan. Ada atau tidak peneriksaan terkait pasal baru yang tidak sejenis, tetap tidak boleh," ungkap Muzakir.
Kemudian Aldwin meminta kembali pendapat Muzakir terhadap unggahan Buni Yani di Facebook. Dia menayangkan slide unggahan FB Buni Yani. "Saya meminta apakah unggahan terdakwa terdapat unsur menyebarkan kebencian?" tanya Aldwin.
Mendapat pertanyaan itu, lagi-lagi, Muzakir memberikan jawaban yang meringankan bagi Buni Yani. Menurut Muxakir, Pasal 27 UU ITE sangat ambigu dan multitafsir.
Dalam pasal itu tidak tegas menyebutkan penghinaan tetapi ada terdapat unsur menghina. Jadi meski pun bahasa yang diunggah di media sosial tidak secara tegas menghina tetapi dinilai terdapat unsur penghinaan, bisa dijerat dengan Pasl 27.
"Menghina dan menebarkan kebencian itu kan jelas. Misalnya, ayo kita bunuh dia. Itu kan jelas mengajak orng melakukan tindak pidana dengan unsur kebencian. Jadi saya menilai unggahan Buni Yani di FB jauh dari unsur menghina atau menebar kebencian," pungkasnya.
(nag)