Keputusan MK soal Perempuan Bisa Jadi Gubernur, Harus Ditaati

Jum'at, 01 September 2017 - 22:38 WIB
Keputusan MK soal Perempuan Bisa Jadi Gubernur, Harus Ditaati
Keputusan MK soal Perempuan Bisa Jadi Gubernur, Harus Ditaati
A A A
YOGYAKARTA - Ahli Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) Muh Khambali menyebut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan para pemohon dalam perkara nomor 88/PUU-XIV/2016 bersifat final dan mengikat yang artinya harus dipatuhi dan ditaati.

Sebelumnya MK mengabulkan seluruh permohonan para pemohon yang selama ini membatasi peluang perempuan untuk menjadi gubernur telah dibatalkan MK. Dengan putusan ini langkah putri GKR Mangkubumi putri tertua Sri Sultan Hamangkubuwono X untuk menjadi gubernur makin terbuka lebar.

"Provinsi DIY seharusnya berlaku ketentuan khusus. Seharusnya MK mempertimbangkan hal tersebut, namun karena MK telah menjatuhkan putusannya demikian dan tidak ada mekanisme upaya hukum lainnya. Maka putusan MK harus dilaksanakan," kata Muh Khambali..

Sementara itu kuasa hukum para pemohon, Irmanputra Sidin menyebut dengan dibatalkannya pasal yang diujikan menyangkut syarat gubernur dan wakil gubernur soal melampirkan daftar riwayat hidup yang seolah harus laki laki menjadi gubernur, maka Negara melalui MK mengakui dan menghormati keistimewaan Yogyakarta.

"Negara menghormati keistimewaan DIY dan menghapus pasal yang sifatnya diskrimantif yang seolah memberikan pesan bahwa Raja Yogya haruslah dijabat oleh laki laki," terangnya.

Menurutnya putusan MK tersebut memberi sebuah basis hukum yang kokoh, bahwa siapapun itu, baik perempuan ataupun laki-laki adalah berhak memimpin, berhak menjadi raja dan bagian dari urusan internal kasultanan dan kadipaten.

Dengan dikabulkannya permohonan ini, maka terdapat pesan penting bagi perkembangan konstitusi dan konstitusionalisme di seluruh dunia, bahwa Indonesia tidak ada lagi monopoli laki-laki yang harus menjadi seorang raja, sultan atau semacamnya. "Konstitusi memberikan karpet merah yang lebar kaum perempuan untuk menjadi pemimpin, raja atau semacamnya," tegasnya.

Sementara itu usai menghadiri Kenduri Rakyat Istimewa di Pasar Beringharjo, Kamis 31 Agustus 2017 menyebut keputusan MK tersebut tidak ada hubunganya dengan paugeran atau suksesi di Keraton Yogya.

"Nggak ada hubungannya dengan paugeran. Ini gubernur kok," tegasnya. Sultan juga menyatakan bahwa putusan MK harus dihormati. "Lha wong putusan MK begitu ya sudah. Sepakat tidak sepakat ya putusannya itu,"ujarnya.

Seperti diketahui Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X saat ini memiliki lima orang putri. UU No 12 tahun 2013 secara implisit membatasi putri HB X ini untuk menjadi Gubernur DIY. Dalam Pasal 18 ayat 1 huruf m menyebut calon gubernur dan wakil gubernur DIY adalah warga negera RI yang harus menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak.

Kata "Istri" ini tentu saja menghambat putri tertua HB X, GKR Mangkubumi untuk naik tahta dan menjadi Gubernur DIY, karena pasal ini seakan mengharuskan calon gubernur DIY seorang laki-laki.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7978 seconds (0.1#10.140)