Limbah Popok Bayi Picu Ikan Sungai Brantas Punah dan Jadi Banci

Selasa, 29 Agustus 2017 - 18:49 WIB
Limbah Popok Bayi Picu Ikan Sungai Brantas Punah dan Jadi Banci
Limbah Popok Bayi Picu Ikan Sungai Brantas Punah dan Jadi Banci
A A A
MALANG - Tingkat pencemaran air Sungai Brantas sudah mengkawatirkan. Bahkan, pencemaran air di sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Timur (Jatim) ini membuat ikan mulai mengalami kepunahan dan kelainan interseksual atau menjadi ikan banci.Salah satu pemicu kepunahan dan kelainan interseksual tersebut karena tingginya kandungan bahan organik dalam air sungai akibat pencemaran popok bayi.

Dengan kondisi ini, para aktivis dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) yang tergabung dalam Brigade Evakuasi Popok (Kuapok), melakukan kampanye dan pembersihan aliran sungai dari popok bayi di Sungai Brantas. Kegiatan ini dilakukan di dua titik, yakni di Kelurahan Sisir, Kota Batu dan Kelurahan Kota Lama, Kota Malang. “Hasilnya, di satu titik saja, kami temukan lebih dari 600 limbah popok bayi,” ujar Koordinator Brigade Kuapok, Azis, Selasa (29/8/2017).

Dia menyebutkan, dari sampah yang terbuang di dua titik aliran sungai tersebut, sebanyak 80% merupakan popok bayi bekas. Limbah ini memicu pencemaran sungai oleh bakteri E-coli dan limbah kimia lainnya. Popok bayi juga tidak terurai di aliran sungai karena bahannya sebagian besar berasal dari plastik. “Sesuai Undang-Undang Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, seharusnya sampah popok bayi ditangani secara khusus. Pemerintah harus membangun penyadaran agar tidak terus terjadi pencemaran air sungai oleh popok bayi,” paparnya.

Popok-popok bayi yang berhasil dievakuasi dari aliran sungai, dikeringkan oleh para anggota Brigade Kuapok. Setelah itu, sampah tersebut diserahkan ke pemerintah daerah masing-masing dengan tujuan ada penanganan serius terhadap pencemaran sungai ini.

Direktur Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, pencemaran air di Sungai Brantas berakibat sangat fatal. Tercatat, ada belasan jenis ikan air tawar di sungai tersebut tidak ditemukan lagi. Beberapa jenis ikan yang mulai punah antara lain areng-arengan, bloso, palung, ramas, dan jamba. “Saat ini memang telah terjadi penurunan daya dukung lingkungan di Sungai Brantas, bagi habitat ikan,” ungkapnya.

Dia menyebutkan, hasil penelitian Ecoton bersama Perum Jasa Tirta I Malang, berhasil menginventarisasi keanekaragaman ikan dengan beragam alat tangkap sebanyak 30 jenis ikan. Sementara dengan alat tangkap jaring hanya ditemukan 17 jenis saja. Adapun ke-17 jenis ikan itu antara lain, sapu-sapu (Pterygoplichthys disjunctivus), bader putih (Barbodes gonionotus), bader merah (barbodes balleroides), jendil (Pangasius micronemus), rengkik (Hemibagrus nemurus), keting (Mystus planiceps), nila (Oreochromis niloticus), papar (Notopterus notopterus).

Selanjutnya Palung (Hampala macrolepidota), muraganting (Barbonymus altus), berot (Mastacembelus unicolor), montho (Osteochillus sp), seren (Cycloceilichthys enoplus), sili (Macrognathus aculeutus), bekepek (Mystacoleucus marginatus), ulo (Laides longibarbis), dan kuthuk (Channa striata).

Hilangnya beberap jenis ikan di Sungai Brantas diketahui berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2009 lalu. Sementara hasil inventarisasi ikan pada tahun 2011, ditemukan ada 30 jenis ikan. Pada inventarisasi tahun 1998, masih ditemukan sebanyak 49 jenis ikan. Kondisi ini membuktikan penurunan drasti jumlah jenis ikan.

Selain menciptakan persoalan kepunahan, pencemaran juga menciptakan ketidakseimbangan ekosistem. "Hasil penelitian yang sudah dilakukan membuktikan ada senyawa pengganggu hormon, yang memicu kondisi ikan menjadi interseksual. Akibatnya, perilaku ikan lebih mengarah kepada betina,” tuturnya.

Pencemaran limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, diduga menjadi pemicu utama peningkatan ikan yang mengalami interseksual. Akibatnya, ikan semakin sulit berkembang biak. Idealnya, ikan jantan lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan ikan betina.

Munculnya senyawa pengganggu hormon pada aliran Sungai Brantas dari hulu hingga hilir, juga dipicu oleh penggunaan pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan. “Ternak yang sering disuntik dengan hormon, kotorannya akan membawa kelebihan hormon tersebut ke aliran sungai,” ungkapnya.

Kerusakan habitat ikan juga dipicu oleh penambangan pasir di aliran sungai secara illegal. Penambangan yang tidak terkendali memicu hilangnya habitat ikan yang ideal. “Utamanya habitat yang ideal menyediakan sumber makanan, tempat perlindungan ikan dari predator, dan wilayah aman untuk menaruh telur serta memijahkan anak ikan,” paparnya.
(mcm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0126 seconds (0.1#10.140)