Serapan APBD Jabar 2017 Dianggap Normal
A
A
A
BANDUNG - Memasuki pertengahan Agustus 2017, serapan dana APBD Jawa Barat sudah lebih dari 50% dari total APBD Jabar yang nilainya mencapai sekitar Rp32,740 triliun. Kondisi tersebut dianggap normal dan sesuai harapan.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, serapan APBD Jabar 2017 sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hingga mendekati pertengahan Agustus 2017, dana APBD Jabar yang sudah terserap di atas 50%.
"Tahun-tahun lalu masih di angka 30%-an, year on year, sekarang sudah 50% lebih, berarti kita enggak ada persoalan," ungkap Heryawan ditemui di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (14/8/2017).
Hal itu dikatakan Aher, sapaan akrab Gubernur Jabar, menanggapi laporan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan yang merilis dana simpanan pemerintah daerah (pemda) telah mencapai Rp222,6 triliun per akhir Juni 2017.
Provinsi yang tercatat memiliki dana simpanan di bank paling tinggi yakni DKI Jakarta senilai Rp19,09 triliun disusul Provinsi Jabar dengan jumlah dana yang mengendap sebesar Rp7,94 triliun.
Aher mengatakan, pihaknya tak mempersoalkan laporan DJPK tersebut. Sebab, serapan dana APBD Jabar 2017 tergolong normal. Terlebih, dalam waktu dekat, dana APBD Jabar 2017 akan tersedot untuk proyek-proyek besar yang biasanya terjadi di bulan Agustus, September, dan Oktober.
"Bahkan, tahun lalu serapan kita serapan tertinggi, 94%. Tidak ada satu pun provinsi seperti Jabar. (Soal laporan) Enggak ada kendala, kalau anggaran itu dianggap 100%, kalau di bulan Juli sudah 50% itu normal," tegasnya.
Aher menjelaskan, jika dana yang mengendap tersebut berasal dari dana APBD yang tidak dipakai, itu salah. Namun, jika dana yang mengendap tersebut berasal dari bertambahnya pendapatan, justru kondisi itulah yang diharapkan.
"Kecuali di awal Agustus ini baru 20% berarti ada masalah. Kalau serapan sudah menjelang 60% di bulan Agustus, itu enggak ada masalah, bagus malah, pas," tegasnya.
Menurut Aher, pengelolaan dana APBD Jabar didasari prinsip pendapatan berjalan dan belanja berjalan. Jika sisa dana APBD Jabar masih tersedia banyak, kata Aher, artinya pendapatannya juga lancar.
"Kita ingin belanja seluruhnya di bulan Januari, uangnya belum ada. Kita ingin semua tender di Januari enggak mungkin. Apa sebabnya? karena pendapatan kita pendapatan berjalan, belanja berjalan atas pendapatan berjalan."
Kecuali, sambung Aher, jika dana pendapatannya sudah tersedia di bulan Januari, itu lain cerita. Karena menggunakan prinsip pendapatan berjalan dan belanja berjalan, dana belanja juga menggunakan dana yang berasal dari pendapatan berjalan tersebut.
"Itulah pendapatan dan belanja berjalan sekaligus, tentu cashflow kan mesti dipelihara juga. Kalau kebanyakan belanja di Januari uangnya belum masuk, bahaya juga, minus nanti, pengusaha nanti dirugikan karena telat bayar," jelasnya.
Menurut Aher, dalam pengelolaan dana APBD, yang terpenting penyerapannya lancar dan persentasenya pun sesuai dengan catatan waktu yang ada.
"Kalau (posisi) kedua (dana mengendap terbesar) itu ada pada persoalan Jabar kurang menyerap APBD, itu salah. Tapi kalau nomor dua terbesar punya dana mengendap, tetapi dana tersebut tersedia, penyerapan juga lancar, berarti dana ini lancar, harusnya dapat juara kita, apresiasi," tandasnya.
Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengatakan, serapan APBD Jabar 2017 sudah jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hingga mendekati pertengahan Agustus 2017, dana APBD Jabar yang sudah terserap di atas 50%.
"Tahun-tahun lalu masih di angka 30%-an, year on year, sekarang sudah 50% lebih, berarti kita enggak ada persoalan," ungkap Heryawan ditemui di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (14/8/2017).
Hal itu dikatakan Aher, sapaan akrab Gubernur Jabar, menanggapi laporan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan yang merilis dana simpanan pemerintah daerah (pemda) telah mencapai Rp222,6 triliun per akhir Juni 2017.
Provinsi yang tercatat memiliki dana simpanan di bank paling tinggi yakni DKI Jakarta senilai Rp19,09 triliun disusul Provinsi Jabar dengan jumlah dana yang mengendap sebesar Rp7,94 triliun.
Aher mengatakan, pihaknya tak mempersoalkan laporan DJPK tersebut. Sebab, serapan dana APBD Jabar 2017 tergolong normal. Terlebih, dalam waktu dekat, dana APBD Jabar 2017 akan tersedot untuk proyek-proyek besar yang biasanya terjadi di bulan Agustus, September, dan Oktober.
"Bahkan, tahun lalu serapan kita serapan tertinggi, 94%. Tidak ada satu pun provinsi seperti Jabar. (Soal laporan) Enggak ada kendala, kalau anggaran itu dianggap 100%, kalau di bulan Juli sudah 50% itu normal," tegasnya.
Aher menjelaskan, jika dana yang mengendap tersebut berasal dari dana APBD yang tidak dipakai, itu salah. Namun, jika dana yang mengendap tersebut berasal dari bertambahnya pendapatan, justru kondisi itulah yang diharapkan.
"Kecuali di awal Agustus ini baru 20% berarti ada masalah. Kalau serapan sudah menjelang 60% di bulan Agustus, itu enggak ada masalah, bagus malah, pas," tegasnya.
Menurut Aher, pengelolaan dana APBD Jabar didasari prinsip pendapatan berjalan dan belanja berjalan. Jika sisa dana APBD Jabar masih tersedia banyak, kata Aher, artinya pendapatannya juga lancar.
"Kita ingin belanja seluruhnya di bulan Januari, uangnya belum ada. Kita ingin semua tender di Januari enggak mungkin. Apa sebabnya? karena pendapatan kita pendapatan berjalan, belanja berjalan atas pendapatan berjalan."
Kecuali, sambung Aher, jika dana pendapatannya sudah tersedia di bulan Januari, itu lain cerita. Karena menggunakan prinsip pendapatan berjalan dan belanja berjalan, dana belanja juga menggunakan dana yang berasal dari pendapatan berjalan tersebut.
"Itulah pendapatan dan belanja berjalan sekaligus, tentu cashflow kan mesti dipelihara juga. Kalau kebanyakan belanja di Januari uangnya belum masuk, bahaya juga, minus nanti, pengusaha nanti dirugikan karena telat bayar," jelasnya.
Menurut Aher, dalam pengelolaan dana APBD, yang terpenting penyerapannya lancar dan persentasenya pun sesuai dengan catatan waktu yang ada.
"Kalau (posisi) kedua (dana mengendap terbesar) itu ada pada persoalan Jabar kurang menyerap APBD, itu salah. Tapi kalau nomor dua terbesar punya dana mengendap, tetapi dana tersebut tersedia, penyerapan juga lancar, berarti dana ini lancar, harusnya dapat juara kita, apresiasi," tandasnya.
(zik)