Cerita Ali Fauzi, Mantan Teroris dan Perakit Bom yang Telah Bertobat
A
A
A
BANDUNG - Ali Fauzi, adik kandung dari Ali Imron, terpidana teroris yang meledakkan bom di Bali I pada tahun 2000 lalu. Dia kini bertobat dan kembali setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Saya sekarang memang banyak membantu Polda Jabar terkait mantan anggota saya yang dulu bergabung dengan Alqaeda dan Jamaah Islamiah (JI), yang dulu pernah menembak polisi dan lain sebagainya. Mereka keluar dari penjara dan kemudian saya ajak untuk kembali ke NKRI," kata Ali seusai upacara pemberian penghargaan Honorary Police di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Selasa (1/8/2017)
Akibat terlibat aksi terorisme, Ali terluka. Bahkan dia dijebloskan ke penjara. Setelah bebas, dia bersama para mantan teroris membentuk Yayasan Lingkar Perdamaian yang berkantor pusat di Jalan Masjid Jainul Mutaqin Nomor 01, RT 08/03, Desa Tenggulun, Kecamatan Sosokkuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Yayasan ini, ujar Ali, konsern kepada dunia perdamaian. "Dulu memang kami berlawanan dengan polisi. Sekarang kami berkawan, bersinergi dalam memberantas dinamika dan fenomena terorisme di Indonesia serta mereduksi paham-paham radikal," ujar Ali.
Ali mengemukakan, Yayasan Lingkar Perdamaian bersama Polri kampanye di beberapa tempat, termasuk di pesantren dan masyarakat untuk mengubah mindset masyarakat yang masih beranggapan bahwa terorisme sengaja dibuat oleh polisi, BIN, dan TNI.
"Itu salah. Sejatinya adalah pelakunya orang-orang seperti saya, Dr Azhary dan Noordin M Top, yang dulu pernah dilatih oleh Alqaeda dan di Mindanau, Filipina. Sekarang muncul ISIS, adalah tugas kita bersama untuk menangkalnya," tutur Ali.
Disinggung tentang rekam jejak dirinya selama terlibat terorisme, Ali menyatakan, dia dan saudara-saudaranya (empat bersaudara) bergabung dengan Alqaeda. Seperti Amrozi (sudah dieksekusi), Ali Gufron, dan Ali Imron (dihukum seumur hidup). "Kami terlibat dalam teror Bom Bali I," kata Ali.
Selain itu, Ali juga terlibat perang gerilya di Filipina bersama kelompok Abu Sayyaf. Karena tertangkap, Ali Fauzi dideportasi ke Indonesia. Dia kemudian diberi kesempatan hidup oleh polisi. Saat itu Ali terluka parah dan mendapat jaminan pengobatan dari Polri.
"Saya berterima kasih kepada Brigjen Pol Surya Darma Salim, Kombes Pol Tito Karnavian (kini Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian), Idham Azis, dan lain-lain. Mereka membantu saya untuk kembali ke NKRI," tutur dia.
Ali menilai, radikalisme di Indonesia tak terlepas dari fenomena global. Kemunculan ISIS di Syiria dan Irak, berakibat kepada maraknya aksi-aksi teror di Indonesia, termasuk yang kemarin bom panci di Kampung Melayu, bom panci di Bandung dan rentetan-rentetan teror lainnya.
"Tampaknya sekali lagi-lagi itu tidak bisa dilepaskan dari fenomena global. Kasus munculnya ISIS di Marawi juga menjadi salah satu faktor pemicu orang-orang Indonesia untuk ikut bermain," tutur dia.
Ditanya tentang terorisme di Indonesia saat ini, Ali memandangnya telah jauh berbeda. Jika dulu lebih ke Alqaeda dan JI, sekarang lebih kepada ISIS. Ukuran bom yang dilakukan teroris dari tahun 2000 sampa 2010, berukuran besar, 1 ton, 300 kilogram, 400 kg, dan dilakukan oleh mereka-mereka yang ahli dididik di akademi militer di Afganistan dan Mindanau.
"Sekarang ini sekalipun aksinya banyak tetapi bomnya kecil-kecil. Menurut saya bom gagal. Meskipun kecil, tetap harus kita hentikan demi menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia ke depan.
Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charlyian mengatakan, penghargaan Honorary Police diberikan kepada Ali Faurzi karena telah membantu keplisian dalam mencegah, menangkal, dan memberantas terorisme serta paham radikal. Ali Fauzi adalah adik dari Ali Imron, pelaku teror bom Bali I dan dialah (Ali) yang merakit bomnya.
"Memang beliau (Ali Fauzi), mantan panglima Jamaah Islamiah (JI) dan sekarang sudah sadar. Bahkan Ali menyesali perbuatannya. Ali bersama kepolisian keliling Indonesia untuk menangkal paham radikal dan menyadarkan kembali para mantan teroris bahwa apa yang mereka lakukan itu sala," kata Anton.
Akibat terlibat aksi terorisme, Ali terluka. Bahkan dia dijebloskan ke penjara. Setelah bebas, dia bersama para mantan teroris membentuk Yayasan Lingkar Perdamaian yang berkantor pusat di Jalan Masjid Jainul Mutaqin Nomor 01, RT 08/03, Desa Tenggulun, Kecamatan Sosokkuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Yayasan ini, ujar Ali, konsern kepada dunia perdamaian. "Dulu memang kami berlawanan dengan polisi. Sekarang kami berkawan, bersinergi dalam memberantas dinamika dan fenomena terorisme di Indonesia serta mereduksi paham-paham radikal," ujar Ali.
Ali mengemukakan, Yayasan Lingkar Perdamaian bersama Polri kampanye di beberapa tempat, termasuk di pesantren dan masyarakat untuk mengubah mindset masyarakat yang masih beranggapan bahwa terorisme sengaja dibuat oleh polisi, BIN, dan TNI.
"Itu salah. Sejatinya adalah pelakunya orang-orang seperti saya, Dr Azhary dan Noordin M Top, yang dulu pernah dilatih oleh Alqaeda dan di Mindanau, Filipina. Sekarang muncul ISIS, adalah tugas kita bersama untuk menangkalnya," tutur Ali.
Disinggung tentang rekam jejak dirinya selama terlibat terorisme, Ali menyatakan, dia dan saudara-saudaranya (empat bersaudara) bergabung dengan Alqaeda. Seperti Amrozi (sudah dieksekusi), Ali Gufron, dan Ali Imron (dihukum seumur hidup). "Kami terlibat dalam teror Bom Bali I," kata Ali.
Selain itu, Ali juga terlibat perang gerilya di Filipina bersama kelompok Abu Sayyaf. Karena tertangkap, Ali Fauzi dideportasi ke Indonesia. Dia kemudian diberi kesempatan hidup oleh polisi. Saat itu Ali terluka parah dan mendapat jaminan pengobatan dari Polri.
"Saya berterima kasih kepada Brigjen Pol Surya Darma Salim, Kombes Pol Tito Karnavian (kini Kapolri Jendral Pol Tito Karnavian), Idham Azis, dan lain-lain. Mereka membantu saya untuk kembali ke NKRI," tutur dia.
Ali menilai, radikalisme di Indonesia tak terlepas dari fenomena global. Kemunculan ISIS di Syiria dan Irak, berakibat kepada maraknya aksi-aksi teror di Indonesia, termasuk yang kemarin bom panci di Kampung Melayu, bom panci di Bandung dan rentetan-rentetan teror lainnya.
"Tampaknya sekali lagi-lagi itu tidak bisa dilepaskan dari fenomena global. Kasus munculnya ISIS di Marawi juga menjadi salah satu faktor pemicu orang-orang Indonesia untuk ikut bermain," tutur dia.
Ditanya tentang terorisme di Indonesia saat ini, Ali memandangnya telah jauh berbeda. Jika dulu lebih ke Alqaeda dan JI, sekarang lebih kepada ISIS. Ukuran bom yang dilakukan teroris dari tahun 2000 sampa 2010, berukuran besar, 1 ton, 300 kilogram, 400 kg, dan dilakukan oleh mereka-mereka yang ahli dididik di akademi militer di Afganistan dan Mindanau.
"Sekarang ini sekalipun aksinya banyak tetapi bomnya kecil-kecil. Menurut saya bom gagal. Meskipun kecil, tetap harus kita hentikan demi menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia ke depan.
Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charlyian mengatakan, penghargaan Honorary Police diberikan kepada Ali Faurzi karena telah membantu keplisian dalam mencegah, menangkal, dan memberantas terorisme serta paham radikal. Ali Fauzi adalah adik dari Ali Imron, pelaku teror bom Bali I dan dialah (Ali) yang merakit bomnya.
"Memang beliau (Ali Fauzi), mantan panglima Jamaah Islamiah (JI) dan sekarang sudah sadar. Bahkan Ali menyesali perbuatannya. Ali bersama kepolisian keliling Indonesia untuk menangkal paham radikal dan menyadarkan kembali para mantan teroris bahwa apa yang mereka lakukan itu sala," kata Anton.
(sms)