Prihatin, Warga di Kolaka Utara Bertahun-tahun Bergantung di Atas Sungai
A
A
A
KOLAKA UTARA - Warga dan pelajar di Dusun Empat, Desa Maroko, Kecamatan Wawo, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra), setiap hari bertaruh nyawa melintasi sungai dengan bergantung pada tali yang dibantu papan dan bambu.
Meski bertaruh nyawa, alat seadanya ini telah banyak membantu warga menjalankan aktivitasnya setiap hari. Warga sadar bahwa melintasi sungai di daerahnya penuh resiko. Mereka bergantung pada tali melintas sungai berjarak 50 meter, mulai ibu-ibu menggendong anak, pelajar SD, bahkan petani yang hendak ke kebun bergantung bersama sepeda motornya.
Hal ini mereka lakukan karena tak punya pilihan lain. pemerintah daerah setempat tak kunjung membangun jembatan penghubung dari Dusun empat Desa Marako, Kecamatan Wawo, ke Desa Tinukari, Kecamatan Ranteangin.
Para pelajar sebenarnya ketakutan setiap kali bergantung di tali ini, untuk menyeberang sungai, apalagi saat musim hujan arus sungai begitu deras. “Saya takut sekali kalau saat banjir,” kata Usman, murid SDN 2 Wawo.
Warga terpaksa melintas jalur ini agar bias ke kota menjual hasil panen kebun mereka. Warga dari desa lain juga menggunakan jalur penyeberangan beresiko ini untuk bertani di Desa Wawo.
“Pertama kali tahun 1978 saya jadi kepala dusun di sini, sampai sekarang belum ada jembatan,” ungkap Rustam, warga Desa Wawo.
Sungai Ranteangin memisahkan Desa Tinukari, Kecamatan Ranteangin dan Desa Maroko, Kecamatan Wawo, Kabupaten Kolaka Utara. Ketinggian gantungan tali yang menjadi jalur penyeberangan warga, dari permukaan air tujuh meter. Pada musim kemarau ke dalaman air sungai dua meter, sedangkan di musim hujan ketinggian air mencapai enam meter.
Meski bertaruh nyawa, alat seadanya ini telah banyak membantu warga menjalankan aktivitasnya setiap hari. Warga sadar bahwa melintasi sungai di daerahnya penuh resiko. Mereka bergantung pada tali melintas sungai berjarak 50 meter, mulai ibu-ibu menggendong anak, pelajar SD, bahkan petani yang hendak ke kebun bergantung bersama sepeda motornya.
Hal ini mereka lakukan karena tak punya pilihan lain. pemerintah daerah setempat tak kunjung membangun jembatan penghubung dari Dusun empat Desa Marako, Kecamatan Wawo, ke Desa Tinukari, Kecamatan Ranteangin.
Para pelajar sebenarnya ketakutan setiap kali bergantung di tali ini, untuk menyeberang sungai, apalagi saat musim hujan arus sungai begitu deras. “Saya takut sekali kalau saat banjir,” kata Usman, murid SDN 2 Wawo.
Warga terpaksa melintas jalur ini agar bias ke kota menjual hasil panen kebun mereka. Warga dari desa lain juga menggunakan jalur penyeberangan beresiko ini untuk bertani di Desa Wawo.
“Pertama kali tahun 1978 saya jadi kepala dusun di sini, sampai sekarang belum ada jembatan,” ungkap Rustam, warga Desa Wawo.
Sungai Ranteangin memisahkan Desa Tinukari, Kecamatan Ranteangin dan Desa Maroko, Kecamatan Wawo, Kabupaten Kolaka Utara. Ketinggian gantungan tali yang menjadi jalur penyeberangan warga, dari permukaan air tujuh meter. Pada musim kemarau ke dalaman air sungai dua meter, sedangkan di musim hujan ketinggian air mencapai enam meter.
(rhs)