Paguyuban Dukuh Pertanyakan Gelar Sultan
A
A
A
YOGYAKARTA - Paguyuban dukuh se-DIY, Semar Sembogo, mendatangi DPRD DIY, Rabu (12/7/2017). Mereka mendukung proses penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2017-2022 mengacu pada UU No 13/ 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK DIY).
"Kami mendukung penggunaan UUK DIY dalam proses penetapan gubenur secara murni dan konsekuen, termasuk penggunaan gelar Sultan sesuai UUK DIY," kata Ketua Semar Sembogo Sukiman Hawi Wijoyo.
Koordinator Semar Sembogo Kabupaten Sleman Sukarjo mengatakan, DPRD DIY perlu melakukan klarifikasi adanya dua gelar yang digunakan Sultan. Menurutnya, sampai saat ini Sabdaraja yang dikeluarkan Sultan pada pada 30 April 2015 belum dicabut. Padahal, dalam Sabdaraja tersebut menyatakan penggantian gelar Sultan.
"Menurut kami ini perlu diklarifikasi. Jan janne jenenge kui sing endi (sebenarnya namanya itu yang mana)," katanya.
Selain itu, Sukarjo juga mempertanyakan publikasi paugeran (aturan adat) terkait pergantian Sultan dan Paku Alam kepada masyarakat.
Menurutnya, sesuai Pasal 43 UUK DIY disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bertugas untuk mengumumkan peraturan (paugeran) di lingkungan Keraton dan Kadipaten. "Sampai saat ini kok belum ada publikasi paugeran itu. Kesulitannya di mana untuk menyosialisasikan itu," ujarnya.
Seperti diketahui, Senin (19/6/2017) DPRD DIY mengirimkan surat pemberitahuan berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2012-2017 ke Keraton Yogya dan Pura Pakualaman. DPRD DIY juga telah membentuk pansus tatib penetapan.
Nantinya, pihak Keraton dan Kadipaten menyerahkan surat balasan yang isinya menyebutkan siapa yang diusulkan menjadi gubernur dan wakil gubernur. Proses penetapan ini sempat menjadi perhatian masyarakat mengingat Sri Sultan HB X memiliki dua gelar. Dalam UUK DIY telah diatur dengan jelas penggunaan gelar ini. (Baca Juga: Sultan Gunakan Gelar Sesuai UU Keistimewaan DIY(zik)
"Kami mendukung penggunaan UUK DIY dalam proses penetapan gubenur secara murni dan konsekuen, termasuk penggunaan gelar Sultan sesuai UUK DIY," kata Ketua Semar Sembogo Sukiman Hawi Wijoyo.
Koordinator Semar Sembogo Kabupaten Sleman Sukarjo mengatakan, DPRD DIY perlu melakukan klarifikasi adanya dua gelar yang digunakan Sultan. Menurutnya, sampai saat ini Sabdaraja yang dikeluarkan Sultan pada pada 30 April 2015 belum dicabut. Padahal, dalam Sabdaraja tersebut menyatakan penggantian gelar Sultan.
"Menurut kami ini perlu diklarifikasi. Jan janne jenenge kui sing endi (sebenarnya namanya itu yang mana)," katanya.
Selain itu, Sukarjo juga mempertanyakan publikasi paugeran (aturan adat) terkait pergantian Sultan dan Paku Alam kepada masyarakat.
Menurutnya, sesuai Pasal 43 UUK DIY disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bertugas untuk mengumumkan peraturan (paugeran) di lingkungan Keraton dan Kadipaten. "Sampai saat ini kok belum ada publikasi paugeran itu. Kesulitannya di mana untuk menyosialisasikan itu," ujarnya.
Seperti diketahui, Senin (19/6/2017) DPRD DIY mengirimkan surat pemberitahuan berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2012-2017 ke Keraton Yogya dan Pura Pakualaman. DPRD DIY juga telah membentuk pansus tatib penetapan.
Nantinya, pihak Keraton dan Kadipaten menyerahkan surat balasan yang isinya menyebutkan siapa yang diusulkan menjadi gubernur dan wakil gubernur. Proses penetapan ini sempat menjadi perhatian masyarakat mengingat Sri Sultan HB X memiliki dua gelar. Dalam UUK DIY telah diatur dengan jelas penggunaan gelar ini. (Baca Juga: Sultan Gunakan Gelar Sesuai UU Keistimewaan DIY(zik)