Dua Jam Bersama Heli Basarnas
A
A
A
SEMARANG - Kabar insiden helikopter Basarnas jatuh setelah menabrak tebing yang berlokasi di Desa Canggal, Kecamatan Candiroto, Perbukitan Gunung Butak, Temanggung, kemarin, sontak membuat saya kaget.
Perasaan bercampur aduk. Apalagi, mendengar kabar dalam kejadian tragis itu diinformasikan ada korban, satu di antaranya Humas SAR Semarang M Affandi. Nama satu ini saya kenal dengan baik sekali. Sosoknya yang ramah, supel, dan humanis sangat mempresentasikan dia sebagai seorang humas. Dialah penghubung teman-teman jurnalis dalam setiap kegiatan Basarnas. Sehari sebelum tragedi tebing Gunung Butak, tepat pada Sabtu (1/7) siang, saya sempat kontak dengan Affandi dan bertanya lewat pesan BlackBerry Messenger (BBM).
“Mas, kapan saya diajak naik heli Basarnas hehe,” tanyaku singkat. Dia pun langsung membalas dengan minta nomor ponsel dan langsung saya berikan. Selang 10 menit Affandi kontak saya memberitahukan untuk ikut pantauan udara dengan heli Basarnas pada Minggu (2/7). “Mas, besok (2/7) langsung datang ke Lanumad A Yani. Jam 07.30 kita sudah persiapan dan terbang jam 08.00 WIB,” ucap dia. Saya pun tanpa pikir panjang langsung menyanggupi.
“Siap om,” jawabku. Minggu pagi saya pun berangkat dari rumah (Tembalang) pukul 06.30 dan tiba di Lanumad A Yani. Ternyata saya masih kepagian tiba di lokasi. Saya pun kontak Affandi. Dia pun baru menginformasikan bahwa heli akan terbang sekitar pukul 09.00. Saya pun menunggu bersama rekan jurnalis Net TV, Yusuf. Para kru heli Basarnas pun tiba seperti yang disampaikan Affandi. Saya bersama Yusuf bergegas menghampiri mereka.
Satu persatu kami salami. Termasuk berkenalan dengan Kapten Pilot Heli SAR Dauphin AS365N3+ Reg HR-3602 Kapten Laut (P) Haryanto dan Kopilot Kapten Laut (P) Ii Solihin dari Skuadron Udara 400 Wing Udara 1 Puspenerbal. Sebelum terbang, saya melihat dari kejauhan sejumlah kru sedang melakukan persiapan dan pengecekan kondisi heli sekitar setengah jam. Sekitar pukul 09.30 kapten Haryanto memberikan briefing kepada kami (selain rekan Yusuf juga ada rekan dari Suara Merdeka, dua orang tim medis (dokter dan perawat), serta dua kru heli). Kapten Haryanto pun memimpin doa dan mengajak tos bersama di samping heli.
Spontan sebelum tos Kapten Haryanto minta foto bersama. Setelah itu heli pun terbang mengudara di atas langit Semarang melewati Kendal dan tujuan seperti yang diharapkan, yakni pantauan udara di atas jalan tol fungsional Grinsing Batang hingga Brexit Brebes. Selama dua jam kami berada di udara. Selama dalam penerbangan, kondisi heli stabil. Hanya, ketika menjelang landing di lapangan tol Grinsing, heli sedikit terasa bergetar-getar. seorang rekan jurnalis sempat bertanya kepada pilot, “Kenapa kok rasanya bergetar-getar begitu, Mas.”
Kapten Haryanto pun menjawabnya bahwa hal itu lebih karena faktor terbang di atas perbukitan dengan kondisi angin yang kencang lantaran kawasan tersebut dekat dengan laut. Tepat pukul 11.30 heli mendarat di lapangan pinggir ruas tol fungsional Batang-Semarang paket I. Pendaratan heli berlangsung mulus tanpa cela. Sempat istirahat sejenak di tenda Basarnas sekitar 15 menit. Pada saat masa istirahat itu anggota menerima kabar ada insiden letusan Kawah Sileri di Dieng, Banjarnegara.
Informasi awal yang diterima, ada 10 korban sebelum bertambah menjadi 17. Sampai di sini belum ada pembahasan atau rencana heli akan menuju lokasi insiden Kawah Sileri. Dengan begitu, kami pun termasuk pilot-kopilot bersama kru dan sejumlah anggota Basarnas, termasuk Affandi, bergegas menuju rumah makan dengan mengendarai dua mobil. Jarak rumah makan dengan tenda Basarnas tak begitu jauh, sekitar 2 km. Seusai makan sebelum balik, saya bersama pilot dan kopilot beserta krunya menyempatkan untuk salat zuhur berjamaah di musala yang ada di rumah makan tersebut.
“Pak, monggo jadi imam,” pinta Kapten Haryanto. Tapi, saya tak mengiyakan dan meminta pengunjung lain yang seorang tua menjadi imam. Usai salat zuhur berjamaah, kami pun kembali ke tenda. Tak lama, saya bersama rekan dari Suara Merdeka pamitan untuk kembali ke Semarang pada pukul 14.00 WIB, diantar dua anggota Basarnas lewat jalur darat dengan mengendarai mobil Basarnas jenis Ford. Sampai setibanya di Lanumad A Yani, kami pun belum dapat kabar bahwa heli diterbangkan ke Dieng untuk melakukan observasi dan penanganan insiden Kawah Sileri. Setibanya di rumah sekitar pukul 15.30 saya sempat membaca status BBM Affandi.
“OTW Dieng pantauan udara *Flex*,” tulis dia. Dalam hati saya sempat kaget dan bertanya-tanya sendiri, “Lho, berangkat to“. Hal ini karena sebelumnya Affandi sempat mengatakan seakan sebuah doa. Begini ucapannya, “Mugo- Mugo enggak ke Wonosobo”. Apakah ucapan itu firasat apa tidak, wallahualam. Saya pun sempat rasan-rasan dengan rekan Suara Merdeka, kalau diajak terbang ke Dieng, saya enggak mau karena jika sudah sore, di sana pasti penuh kabut. Rekan jurnalis Suara Merdeka pun mengatakan bahwa jam-jam sore sudah masuk deadline kirim.
“Lagian saya juga enggak bawa laptop, lha mau kirim pake apa nanti,” ucap dia. Nah, saat proses kirim foto sekitar pukul 18.15, saya di- BBM rekan kerja yang bertanya, “Mas, katanya heli Basarnas jatuh?” Pertanyaan itu bak petir menyambar. Saya belum bisa menjawab karena belum dapat kepastian informasi. Kabar itu begitu cepat hingga dipastikan bahwa heli yang dipiloti Kapten Haryanto mengalami kecelakaan menabrak tebing.
Perasaan bercampur aduk. Apalagi, mendengar kabar dalam kejadian tragis itu diinformasikan ada korban, satu di antaranya Humas SAR Semarang M Affandi. Nama satu ini saya kenal dengan baik sekali. Sosoknya yang ramah, supel, dan humanis sangat mempresentasikan dia sebagai seorang humas. Dialah penghubung teman-teman jurnalis dalam setiap kegiatan Basarnas. Sehari sebelum tragedi tebing Gunung Butak, tepat pada Sabtu (1/7) siang, saya sempat kontak dengan Affandi dan bertanya lewat pesan BlackBerry Messenger (BBM).
“Mas, kapan saya diajak naik heli Basarnas hehe,” tanyaku singkat. Dia pun langsung membalas dengan minta nomor ponsel dan langsung saya berikan. Selang 10 menit Affandi kontak saya memberitahukan untuk ikut pantauan udara dengan heli Basarnas pada Minggu (2/7). “Mas, besok (2/7) langsung datang ke Lanumad A Yani. Jam 07.30 kita sudah persiapan dan terbang jam 08.00 WIB,” ucap dia. Saya pun tanpa pikir panjang langsung menyanggupi.
“Siap om,” jawabku. Minggu pagi saya pun berangkat dari rumah (Tembalang) pukul 06.30 dan tiba di Lanumad A Yani. Ternyata saya masih kepagian tiba di lokasi. Saya pun kontak Affandi. Dia pun baru menginformasikan bahwa heli akan terbang sekitar pukul 09.00. Saya pun menunggu bersama rekan jurnalis Net TV, Yusuf. Para kru heli Basarnas pun tiba seperti yang disampaikan Affandi. Saya bersama Yusuf bergegas menghampiri mereka.
Satu persatu kami salami. Termasuk berkenalan dengan Kapten Pilot Heli SAR Dauphin AS365N3+ Reg HR-3602 Kapten Laut (P) Haryanto dan Kopilot Kapten Laut (P) Ii Solihin dari Skuadron Udara 400 Wing Udara 1 Puspenerbal. Sebelum terbang, saya melihat dari kejauhan sejumlah kru sedang melakukan persiapan dan pengecekan kondisi heli sekitar setengah jam. Sekitar pukul 09.30 kapten Haryanto memberikan briefing kepada kami (selain rekan Yusuf juga ada rekan dari Suara Merdeka, dua orang tim medis (dokter dan perawat), serta dua kru heli). Kapten Haryanto pun memimpin doa dan mengajak tos bersama di samping heli.
Spontan sebelum tos Kapten Haryanto minta foto bersama. Setelah itu heli pun terbang mengudara di atas langit Semarang melewati Kendal dan tujuan seperti yang diharapkan, yakni pantauan udara di atas jalan tol fungsional Grinsing Batang hingga Brexit Brebes. Selama dua jam kami berada di udara. Selama dalam penerbangan, kondisi heli stabil. Hanya, ketika menjelang landing di lapangan tol Grinsing, heli sedikit terasa bergetar-getar. seorang rekan jurnalis sempat bertanya kepada pilot, “Kenapa kok rasanya bergetar-getar begitu, Mas.”
Kapten Haryanto pun menjawabnya bahwa hal itu lebih karena faktor terbang di atas perbukitan dengan kondisi angin yang kencang lantaran kawasan tersebut dekat dengan laut. Tepat pukul 11.30 heli mendarat di lapangan pinggir ruas tol fungsional Batang-Semarang paket I. Pendaratan heli berlangsung mulus tanpa cela. Sempat istirahat sejenak di tenda Basarnas sekitar 15 menit. Pada saat masa istirahat itu anggota menerima kabar ada insiden letusan Kawah Sileri di Dieng, Banjarnegara.
Informasi awal yang diterima, ada 10 korban sebelum bertambah menjadi 17. Sampai di sini belum ada pembahasan atau rencana heli akan menuju lokasi insiden Kawah Sileri. Dengan begitu, kami pun termasuk pilot-kopilot bersama kru dan sejumlah anggota Basarnas, termasuk Affandi, bergegas menuju rumah makan dengan mengendarai dua mobil. Jarak rumah makan dengan tenda Basarnas tak begitu jauh, sekitar 2 km. Seusai makan sebelum balik, saya bersama pilot dan kopilot beserta krunya menyempatkan untuk salat zuhur berjamaah di musala yang ada di rumah makan tersebut.
“Pak, monggo jadi imam,” pinta Kapten Haryanto. Tapi, saya tak mengiyakan dan meminta pengunjung lain yang seorang tua menjadi imam. Usai salat zuhur berjamaah, kami pun kembali ke tenda. Tak lama, saya bersama rekan dari Suara Merdeka pamitan untuk kembali ke Semarang pada pukul 14.00 WIB, diantar dua anggota Basarnas lewat jalur darat dengan mengendarai mobil Basarnas jenis Ford. Sampai setibanya di Lanumad A Yani, kami pun belum dapat kabar bahwa heli diterbangkan ke Dieng untuk melakukan observasi dan penanganan insiden Kawah Sileri. Setibanya di rumah sekitar pukul 15.30 saya sempat membaca status BBM Affandi.
“OTW Dieng pantauan udara *Flex*,” tulis dia. Dalam hati saya sempat kaget dan bertanya-tanya sendiri, “Lho, berangkat to“. Hal ini karena sebelumnya Affandi sempat mengatakan seakan sebuah doa. Begini ucapannya, “Mugo- Mugo enggak ke Wonosobo”. Apakah ucapan itu firasat apa tidak, wallahualam. Saya pun sempat rasan-rasan dengan rekan Suara Merdeka, kalau diajak terbang ke Dieng, saya enggak mau karena jika sudah sore, di sana pasti penuh kabut. Rekan jurnalis Suara Merdeka pun mengatakan bahwa jam-jam sore sudah masuk deadline kirim.
“Lagian saya juga enggak bawa laptop, lha mau kirim pake apa nanti,” ucap dia. Nah, saat proses kirim foto sekitar pukul 18.15, saya di- BBM rekan kerja yang bertanya, “Mas, katanya heli Basarnas jatuh?” Pertanyaan itu bak petir menyambar. Saya belum bisa menjawab karena belum dapat kepastian informasi. Kabar itu begitu cepat hingga dipastikan bahwa heli yang dipiloti Kapten Haryanto mengalami kecelakaan menabrak tebing.
(wib)