Dua Tongkang Diduga Penyebab Rusaknya Terumbu Karang Karimunjawa
A
A
A
SEMARANG - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah mengindikasi ada dua kapal tongkang yang diduga menyebabkan rusaknya terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara.
Ini berdasarkan penyelidikan sementara yang dilakukan penyidik Subdirektorat IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah atas kerusakaan terumbu karang di sana, pada Januari-Februari lalu.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah Kombes Pol Lukas Akbar Abriari mengatakan awalnya ada empat tongkang yang diduga menjadi penyebab rusaknya terumbu karang itu.
"Dari empat kapal tongkang tersebut, hasil pemeriksaan saksi penyelam disertai dokumen, yang ditemukan bukti-bukti goresan pada lambung dan dek kapal hanya dua kapal tongkang," ungkap Lukas via pesan WhatsApp saat dikonfirmasi KORAN SINDO, Minggu (28/5/2017).
Lukas menyatakan, dalam pemeriksaan sudah dipastikan dua perusahaan pemilik tongkang tersebut harus bertanggung jawab atas kerusakan terumbu karang itu. "Yang sudah pasti dua perusahaan. Dan, yang dua (lainnya) masih kami dalami pemeriksaannya, baik keterangan saksi mata maupun masyarakat di lokasi."
Walaupun demikian, pada kasus ini Lukas mengatakan pihaknya belum menetapkan siapa tersangkanya. Namun, jika ke depan sudah didapati alat bukti kuat, akan diproses pidana. "Bisa dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup. Tapi belum (penetapan tersangka), masih indikasi," katanya.
Pada kasus ini penyidik bekerja sama dengan berbagai otoritas terkait, termasuk pihak lingkungan hidup. Serangkaian penyelidikan dilakukan, termasuk mengecek Tempat Kejadian Perkara (TKP). Penyidik memerlukan bukti-bukti kuat. Sebab, informasi awal menyebutkan tongkang berada di sana karena terjadi cuaca buruk sehingga berlindung di antara pulau-pulau di situ. Tali jangkar putus, akhirnya menghantam koral atau terumbu karang hingga rusak.
Diketahui, koral di Kepulauan Karimunjawa itu mengalami kerusakan sepanjang sekitar 1.668 meter sejak Januari hingga Februari 2017. Kerusakan diduga akibat terkena jangkar kapal tongkang yang hanyut terkena gelombang.
Lokasi kerusakan berada di Pulau Tengah dan Gosong, dengan kerusakan sepanjang 1.245 meter dan di Pulau Cilik sepanjang 423 meter. Dikhawatirkan kerusakan koral berpengaruh terhadap populasi ikan di sana, yang akhirnya merugikan nelayan tradisional setempat.
Titik yang mengalami kerusakan itu diukur oleh Indonesian Coral Reef Action Network (I-CAN) setelah mendapat laporan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan setempat.
Terpisah, Deputi I-CAN Amiruddin menjelaskan koral yang rusak itu berjenis masif dan arkopora (bercabang), berada di kedalaman antara 4 meter hingga 5,5 meter. Jenis arkopora dalam waktu 6-12 bulan bisa tumbuh sekitar 6 cm, sementara jenis masif dalam waktu satu tahun pertumbuhannya tidak lebih dari 1 cm.
Kepala Subdirektorat IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah AKBP Ferry Irawan menambahkan untuk penyelidikan ini pihaknya juga akan menggandeng saksi ahli.
Ini berdasarkan penyelidikan sementara yang dilakukan penyidik Subdirektorat IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah atas kerusakaan terumbu karang di sana, pada Januari-Februari lalu.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah Kombes Pol Lukas Akbar Abriari mengatakan awalnya ada empat tongkang yang diduga menjadi penyebab rusaknya terumbu karang itu.
"Dari empat kapal tongkang tersebut, hasil pemeriksaan saksi penyelam disertai dokumen, yang ditemukan bukti-bukti goresan pada lambung dan dek kapal hanya dua kapal tongkang," ungkap Lukas via pesan WhatsApp saat dikonfirmasi KORAN SINDO, Minggu (28/5/2017).
Lukas menyatakan, dalam pemeriksaan sudah dipastikan dua perusahaan pemilik tongkang tersebut harus bertanggung jawab atas kerusakan terumbu karang itu. "Yang sudah pasti dua perusahaan. Dan, yang dua (lainnya) masih kami dalami pemeriksaannya, baik keterangan saksi mata maupun masyarakat di lokasi."
Walaupun demikian, pada kasus ini Lukas mengatakan pihaknya belum menetapkan siapa tersangkanya. Namun, jika ke depan sudah didapati alat bukti kuat, akan diproses pidana. "Bisa dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup. Tapi belum (penetapan tersangka), masih indikasi," katanya.
Pada kasus ini penyidik bekerja sama dengan berbagai otoritas terkait, termasuk pihak lingkungan hidup. Serangkaian penyelidikan dilakukan, termasuk mengecek Tempat Kejadian Perkara (TKP). Penyidik memerlukan bukti-bukti kuat. Sebab, informasi awal menyebutkan tongkang berada di sana karena terjadi cuaca buruk sehingga berlindung di antara pulau-pulau di situ. Tali jangkar putus, akhirnya menghantam koral atau terumbu karang hingga rusak.
Diketahui, koral di Kepulauan Karimunjawa itu mengalami kerusakan sepanjang sekitar 1.668 meter sejak Januari hingga Februari 2017. Kerusakan diduga akibat terkena jangkar kapal tongkang yang hanyut terkena gelombang.
Lokasi kerusakan berada di Pulau Tengah dan Gosong, dengan kerusakan sepanjang 1.245 meter dan di Pulau Cilik sepanjang 423 meter. Dikhawatirkan kerusakan koral berpengaruh terhadap populasi ikan di sana, yang akhirnya merugikan nelayan tradisional setempat.
Titik yang mengalami kerusakan itu diukur oleh Indonesian Coral Reef Action Network (I-CAN) setelah mendapat laporan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan setempat.
Terpisah, Deputi I-CAN Amiruddin menjelaskan koral yang rusak itu berjenis masif dan arkopora (bercabang), berada di kedalaman antara 4 meter hingga 5,5 meter. Jenis arkopora dalam waktu 6-12 bulan bisa tumbuh sekitar 6 cm, sementara jenis masif dalam waktu satu tahun pertumbuhannya tidak lebih dari 1 cm.
Kepala Subdirektorat IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah AKBP Ferry Irawan menambahkan untuk penyelidikan ini pihaknya juga akan menggandeng saksi ahli.
(zik)