Ancam Pasar Tradisional, DPRD Blitar Minta Keberadaan Toko Waralaba Dievaluasi
A
A
A
BLITAR - Menjamurnya toko modern atau waralaba di wilayah Kabupaten Blitar dinilai kalangan DPRD telah meresahkan. Keberadaan waralaba dianggap mengabaikan peraturan daerah (perda) yang selama ini menjadi patokan batas jarak waralaba dengan kawasan pasar tradisional.
Sesuai Perda No 17/2011 jarak waralaba dengan pasar tradisional minimal 1 kilometer. Waralaba juga wajib mengisi 1% dagangannya dengan produk lokal. Dari hasil inspeksi mendadak yang digelar legislatif, kata Mujib banyak ketentuan yang dilanggar.
“Jelas pasar tradisonal yang terancam. Terutama soal jarak. Banyak toko modern yang tidak sampai 1 kilometer dengan pasar modern. Kemudian banyak yang tidak menjual produk lokal,“ ujar Mujib, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Blitar, Kamis (11/5/2017).
Keberadaan waralaba ini sudah menggurita. Tidak hanya bercokol di 22 kecamatan, pemilik modal juga mengembangkan usaha di sebagian besar 248 desa di Kabupaten Blitar. Sejumlah pedagang tradisional yang merasa waswas dan mengadu ke legislatif.
Pasar tradisional merupakan manifestasi ekonomi kerakyatan. Secara bisnis para pedagang pasar tradisional merupakan kelompok ekonomi menengah ke bawah. Bagi pelaku usaha pasar tradisional, keberadaan waralaba dengan segala kelebihanya merupakan ancaman serius.
“Dalam hal ini kami meminta dinas terkait untuk segera melakukan penertiban, termasuk perizinannya. Sebab jika tidak akan mengancam para pedagang tradisional, “pungkasnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Blitar Molan mengatakan, akan segera melakukan evaluasi. Terkait soal perizinan, dia menegaskan, akan menggandeng organisasi perangkat daerah terkait lainnya.
“Kita akan melakukan evaluasi, terutama soal perizinan toko modern. Dengan begitu ke depan masalah serupa tidak akan terulang,” ujarnya.
Sesuai Perda No 17/2011 jarak waralaba dengan pasar tradisional minimal 1 kilometer. Waralaba juga wajib mengisi 1% dagangannya dengan produk lokal. Dari hasil inspeksi mendadak yang digelar legislatif, kata Mujib banyak ketentuan yang dilanggar.
“Jelas pasar tradisonal yang terancam. Terutama soal jarak. Banyak toko modern yang tidak sampai 1 kilometer dengan pasar modern. Kemudian banyak yang tidak menjual produk lokal,“ ujar Mujib, anggota Komisi II DPRD Kabupaten Blitar, Kamis (11/5/2017).
Keberadaan waralaba ini sudah menggurita. Tidak hanya bercokol di 22 kecamatan, pemilik modal juga mengembangkan usaha di sebagian besar 248 desa di Kabupaten Blitar. Sejumlah pedagang tradisional yang merasa waswas dan mengadu ke legislatif.
Pasar tradisional merupakan manifestasi ekonomi kerakyatan. Secara bisnis para pedagang pasar tradisional merupakan kelompok ekonomi menengah ke bawah. Bagi pelaku usaha pasar tradisional, keberadaan waralaba dengan segala kelebihanya merupakan ancaman serius.
“Dalam hal ini kami meminta dinas terkait untuk segera melakukan penertiban, termasuk perizinannya. Sebab jika tidak akan mengancam para pedagang tradisional, “pungkasnya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Blitar Molan mengatakan, akan segera melakukan evaluasi. Terkait soal perizinan, dia menegaskan, akan menggandeng organisasi perangkat daerah terkait lainnya.
“Kita akan melakukan evaluasi, terutama soal perizinan toko modern. Dengan begitu ke depan masalah serupa tidak akan terulang,” ujarnya.
(wib)