Pria Bertato Pelaku Pencabulan Menangis di Kantor Polisi
Selasa, 09 Mei 2017 - 16:44 WIB

Pria Bertato Pelaku Pencabulan Menangis di Kantor Polisi
A
A
A
TANJUNG PINANG - MP (32), pelaku pencabulan di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, menangis histeris di kantor polisi, Selasa (9/5/2017). Pria bertato di sekujur tubuhnya itu membantah mencabuli balita berinisial LTY (3).
Pencabulan dilakukan pelaku saat korban sedang bermain, Minggu (7/5/2017) dini hari. Saat itu, ibu korban berinisial LM sedang berdagang menjual lontong di sekitar lokasi, sedangkan korban berkeliaran sendiri. Melihat korban sendirian, pelaku memanfaatkan situasi. Kemudian, pelaku langsung mengajak korban ke tempat sepi. Di tempat sepi pelaku langsung melampiaskan nafsu bejatnya kepada korban.
Setelah kejadian, korban langsung menangis kesakitan saat berjumpa dengan ibu kandungnya. Korban langsung menjelaskan yang dialaminya kepada ibunya. Mendengar kejadian itu, ibu korban langsung mengadu ke Satpol PP yang sedang bertugas.
Mendapat informasi itu, petugas Satpol PP langsung mencari keberadaan pelaku. Petugas kemudian berhasil menangkap pria bertato itu. Saat ditangkap petugas, pelaku tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Sambil menangis, MP mengatakan, tidak melakukan pencabulan kepada korban. Dia tidak terima dituduh sebagai pelaku pencabulan. "Bunuh saja saya atau buang ke laut, saya tidak ada mencabuli dia (korban). Gosip itu kalau saya mencabulinya. Saya heran anaknya (korban) pertama tidak mengakui (dicabuli), tapi ditanya kedua kali baru mengakui," ujar MP, sambil bercucuran air mata di hadapan polisi.
Kapolsek Tanjung Pinang Kota AKP Edy Supandi mengatakan, berdasarkan keterangan dari korban, pelaku telah melakukan pencabulan. "Setelah diperiksa ada tanda-tanda lebam di sekitar kemaluan korban," ujar Edy di ruangan kerjanya
Menurut Edy, saat ini pihaknya masih mendalami kasus tersebut dan menunggu hasil visum dari rumah sakit. Saat inipelaku sudah berada di sel tahanan guna pemeriksaan lebih lanjut.
Akibat perbuatannya, MP dijerat Pasal 82 Jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Pelaku terancam minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara," ujarnya.
Pencabulan dilakukan pelaku saat korban sedang bermain, Minggu (7/5/2017) dini hari. Saat itu, ibu korban berinisial LM sedang berdagang menjual lontong di sekitar lokasi, sedangkan korban berkeliaran sendiri. Melihat korban sendirian, pelaku memanfaatkan situasi. Kemudian, pelaku langsung mengajak korban ke tempat sepi. Di tempat sepi pelaku langsung melampiaskan nafsu bejatnya kepada korban.
Setelah kejadian, korban langsung menangis kesakitan saat berjumpa dengan ibu kandungnya. Korban langsung menjelaskan yang dialaminya kepada ibunya. Mendengar kejadian itu, ibu korban langsung mengadu ke Satpol PP yang sedang bertugas.
Mendapat informasi itu, petugas Satpol PP langsung mencari keberadaan pelaku. Petugas kemudian berhasil menangkap pria bertato itu. Saat ditangkap petugas, pelaku tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Sambil menangis, MP mengatakan, tidak melakukan pencabulan kepada korban. Dia tidak terima dituduh sebagai pelaku pencabulan. "Bunuh saja saya atau buang ke laut, saya tidak ada mencabuli dia (korban). Gosip itu kalau saya mencabulinya. Saya heran anaknya (korban) pertama tidak mengakui (dicabuli), tapi ditanya kedua kali baru mengakui," ujar MP, sambil bercucuran air mata di hadapan polisi.
Kapolsek Tanjung Pinang Kota AKP Edy Supandi mengatakan, berdasarkan keterangan dari korban, pelaku telah melakukan pencabulan. "Setelah diperiksa ada tanda-tanda lebam di sekitar kemaluan korban," ujar Edy di ruangan kerjanya
Menurut Edy, saat ini pihaknya masih mendalami kasus tersebut dan menunggu hasil visum dari rumah sakit. Saat inipelaku sudah berada di sel tahanan guna pemeriksaan lebih lanjut.
Akibat perbuatannya, MP dijerat Pasal 82 Jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Pelaku terancam minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara," ujarnya.
(zik)