Kejati Sulsel Diminta Terbuka soal Mobil Dinas Lexus LX 570 Senilai Rp3 Miliar
A
A
A
MAKASSAR - Misteri asal mobil dinas Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Lexus LX 570 belum terkuak. Pihak pemberi mobil mewah senilai Rp3,015 miliar itu belum diketahui sementara, Pemprov Sulsel secara tegas telah membantah.
Pihak Kejati Sulsel yang ingin dikonfirmasi juga sudah tidak ingin berkomentar. Pantauan KORAN SINDO, Lexus LX 570 itu sejak Senin, 3 April tidak lagi terparkir di space mobil milik Kajati Sulsel.
Mobil itu tidak tampak lalu lalang di area Kejati lantaran empunya, Kepala Kejati Sulsel, Jan Samuel Maringka sedang ke luar negeri tepatnya ke Korea Selatan mewakili Jaksa Agung dalam sebuah forum kejaksaan se Asia Pasifik.
“Saya akan ke Korea. Di sana saya akan berbicara dalam forum kejaksaan se Asia Pasifik,” ungkap Jan kepada KORAN SINDO sebelum keberangkatan nya ke Korea Selatan beberapa waktu yang lalu.
Sementara itu Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib mendesak Kejati Sulsel mengungkap secara terbuka, detail dan status mobil mewah tersebut.
Hal ini, kata dia, penting agar masyarakat tidak lantas berburuk sangka dan antara lembaga satu dengan lainnya tidak saling tuding menuding.
“Kejati harus terbuka, mobil dinas itu berasal dari siapa. Kalau memang berasal dari Pemprov harus tegas,” tukas Muthalib.
Muthalib menuturkan, dampak apabila Kejati terus bungkam maka kepercayaan publik terhadap Kejati yang selama ini mulai terbangun baik akan terkikis.
Belum lagi hubungan dengan Pemprov pasti akan terganggu sebab keberadaan mobil Lexus itu juga dikait-kaitkan dengan pemerintah daerah.
Direktur Riset dan Data ACC Sulawesi, Wiwin Suwandi mengurai alasan peminjaman mobil tidak masuk akal.
“Tidak ada kantor kejaksaan yang dibuat di gunung, bukit tak beraspal. Akses ke kantor kejaksaan di wilayah Sulsel mudah ditempuh, bahkan dengan kendaraan sekelas Innova atau Avanza,” tegas Wiwin.
Peminjaman mobil mewah itu juga lanjutnya memperlihatkan bahwa Kejati telah terang-terangan melanggar etika penegakan hukum.
Peminjaman itu akan menimbulkan konflik kepentingan dalam penegakan hukum kasus Tipikor, khususnya yang melibatkan Pemprov Sulsel.
Kejati dinilai ACC telah gagap memahami status dan independensinya. Hal ini karena Kejati tidak bisa membedakan bahwa dirinya bukan bagian dari struktur birokrasi pemprov, tetapi merupakan institusi yang berdiri sendiri, lepas dari rezim Pemda.
Karena berdiri sendiri, maka alokasi anggaran kejaksaan, berbasis APBN yang hierarki artinya anggaran kejaksaan sudah diatur dalam APBN setiap tahun.
Alokasinya dari anggaran Kejaksaan Agung yang disebarkan ke kejaksaan-kejaksaan di daerah.
“Kalau butuh mobil dinas ya minta sama Kejagung. Bukan dengan cara mengemis dari Pemprov, itu memalukan sekali. Dan lagu jika itu memang berasal dari Pemprov maka Kejati telah mengacaukan sistem penganggaran Pemda berbasis layanan publik. Alokasi anggaran Pemprov itu diperuntukan bagi kebutuhan pemprov, nomenklaturnya begitu. Keliru sekali kalau dibelokkan untuk kepentingan lain yang tidak terkait dengan kebutuhan pemprov,” pungkas Wiwin.
Pihak Kejati Sulsel yang ingin dikonfirmasi juga sudah tidak ingin berkomentar. Pantauan KORAN SINDO, Lexus LX 570 itu sejak Senin, 3 April tidak lagi terparkir di space mobil milik Kajati Sulsel.
Mobil itu tidak tampak lalu lalang di area Kejati lantaran empunya, Kepala Kejati Sulsel, Jan Samuel Maringka sedang ke luar negeri tepatnya ke Korea Selatan mewakili Jaksa Agung dalam sebuah forum kejaksaan se Asia Pasifik.
“Saya akan ke Korea. Di sana saya akan berbicara dalam forum kejaksaan se Asia Pasifik,” ungkap Jan kepada KORAN SINDO sebelum keberangkatan nya ke Korea Selatan beberapa waktu yang lalu.
Sementara itu Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Muthalib mendesak Kejati Sulsel mengungkap secara terbuka, detail dan status mobil mewah tersebut.
Hal ini, kata dia, penting agar masyarakat tidak lantas berburuk sangka dan antara lembaga satu dengan lainnya tidak saling tuding menuding.
“Kejati harus terbuka, mobil dinas itu berasal dari siapa. Kalau memang berasal dari Pemprov harus tegas,” tukas Muthalib.
Muthalib menuturkan, dampak apabila Kejati terus bungkam maka kepercayaan publik terhadap Kejati yang selama ini mulai terbangun baik akan terkikis.
Belum lagi hubungan dengan Pemprov pasti akan terganggu sebab keberadaan mobil Lexus itu juga dikait-kaitkan dengan pemerintah daerah.
Direktur Riset dan Data ACC Sulawesi, Wiwin Suwandi mengurai alasan peminjaman mobil tidak masuk akal.
“Tidak ada kantor kejaksaan yang dibuat di gunung, bukit tak beraspal. Akses ke kantor kejaksaan di wilayah Sulsel mudah ditempuh, bahkan dengan kendaraan sekelas Innova atau Avanza,” tegas Wiwin.
Peminjaman mobil mewah itu juga lanjutnya memperlihatkan bahwa Kejati telah terang-terangan melanggar etika penegakan hukum.
Peminjaman itu akan menimbulkan konflik kepentingan dalam penegakan hukum kasus Tipikor, khususnya yang melibatkan Pemprov Sulsel.
Kejati dinilai ACC telah gagap memahami status dan independensinya. Hal ini karena Kejati tidak bisa membedakan bahwa dirinya bukan bagian dari struktur birokrasi pemprov, tetapi merupakan institusi yang berdiri sendiri, lepas dari rezim Pemda.
Karena berdiri sendiri, maka alokasi anggaran kejaksaan, berbasis APBN yang hierarki artinya anggaran kejaksaan sudah diatur dalam APBN setiap tahun.
Alokasinya dari anggaran Kejaksaan Agung yang disebarkan ke kejaksaan-kejaksaan di daerah.
“Kalau butuh mobil dinas ya minta sama Kejagung. Bukan dengan cara mengemis dari Pemprov, itu memalukan sekali. Dan lagu jika itu memang berasal dari Pemprov maka Kejati telah mengacaukan sistem penganggaran Pemda berbasis layanan publik. Alokasi anggaran Pemprov itu diperuntukan bagi kebutuhan pemprov, nomenklaturnya begitu. Keliru sekali kalau dibelokkan untuk kepentingan lain yang tidak terkait dengan kebutuhan pemprov,” pungkas Wiwin.
(sms)