Misteri Kuda Sembrani Sultan Agung di Pantai Madasari
A
A
A
Dibalik keindahan Pantai Madasari yang terletak di Dusun Bulakbenda, Desa Masawah, Kecamatan Cimerak, menyimpan misteri yang hingga saat ini masih menjadi kepercayaan masyarakat setempat.
Legenda yang sangat dipercaya dan masih disakralkan dimana di tempat tersebut konon digunakan sebagai tempat singgahnya kuda sembrani milik Sultan Agung, yang kabur dari kandangnya di Kerajaan Mataram.
Madasari dulunya merupakan hutan belantara tempat persembunyian waktu jaman penjajahan Belanda, dulu daerah tersebut namanya Madang Nyari. Madang artinya makan dan Nyari artinya enak jadi artinya makan enak.
Namun setelah menjadi perkampungan, salah satu pendatang dari Suku Bugis bernama Daeng Danto merubah nama Madang Nyari menjadi Madasari. Mada artinya makanan dan Sari artinya Rasa, jadi artinya makanan yang memiliki rasa yang enak.
Berdasarkan cerita, Sultan Agung memiliki kuda sembrani atas dasar saran dan masukan salah satu abdi kerajaannya bernama Ki Bodo. Sebelumnya Ki Bodo diangkat menjadi abdi kerajaan berdasarkan saran para penasihat spiritual kerajaan kepada Sultan Agung sebagai syarat untuk memajukan perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya.
Setelah Ki Bodo diangkat menjadi abdi kerajaan diminta memberikan masukan dan saran oleh Sultan Agung, maka saat itu Ki Bodo memberi saran agar Sultan Agung memelihara kuda sembrani.
Kuda sembrani hanya ada di tanah Mekkah, maka saat Sultan Agung melaksanakan salat Jum’at di Mekah pulangnya sambil membawa kuda sembrani yang selanjutnya pemeliharaannya menjadi tanggung jawab penuh Ki Bodo.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan pakan kuda sembrani harus rumput yang tumbuh berasal dari Mekkah. Konon secara sembunyi-sembunyi dengan kesaktiannya Ki Bodo pun dengan jadwal yang telah ditentukan harus mengambil rumput ke Mekkah.
Sultan Agung sempat heran setelah beberapa hari membeli kuda sembrani tersebut karena Ki Bodo bisa memenuhi kebutuhan pakan rumput kuda kesayangannya itu. Namun waktu itu Sultan Agung tidak banyak bicara tentang keheranannya itu.
Suatu hari saat Sultan Agung hendak melaksanakan Salat Jumat di Mekkah, melihat salah satu tempat penampungan rumput yang ditutup oleh caping yang memiliki ciri khas Kerajaan Mataram.
Dalam hatinya Sultan Agung memiliki firasat kalau tempat penampungan rumput dan caping itu milik Ki Bodo yang sedang mengambil rumput di salah satu tempat. Sultan Agung kemudian memberi ciri pada caping dan wadah rumput itu.
Sesampainya di Kerajaan Mataram sepulang melaksanakan salat Jum’at di Mekah, Sultan Agung kemudian menuju tempat kandang kuda sembrani sambil melihat tempat wadah rumput dan caping untuk melihat ciri yang dia goreskan waktu di Mekkah.
Hasilnya membenarkan kalau caping dan wadah tempat rumput itu yang sebelumnya telah diberi ciri olehnya, maka dari situ Sultan Agung memiliki keyakinan kalau Ki Bodo merupakan salah satu orang yang memiliki kesaktian ilmu yang sebanding dengannya karena bisa pulang pergi dari kerajaan ke Mekkah dalam waktu singkat.
Selanjutnya dikisahkan kuda sembrani tersebut kabur dari kandangnya, padahal seluruh kandang telah diberi palang yang sangat ketat dan rapi sehingga diyakini kuda tersebut tidak mungkin bisa keluar dari kandangnya.
Namun kuda sembrani itu lari dari kandangnya dengan tidak ada satu orang pun yang dapat mengetahuinya entah kemana. Berdasarkan cerita para orangtua, kuda sembrani yang kabur dari Kerajaan Mataram menuju ke jalur pantai selatan pulau Jawa yaitu Madasari.
Salah satu warga setempat Ukan Suganda mengatakan, kuda sembrani sering menyetubuhi kuda betina yang dipelihara oleh warga disini.
"Konon dulu sering terjadi kuda betina hamil tanpa kuda jantan, lantaran disetubuhinya secara gaib oleh kuda sembrani jantan milik Sultan Agung,” papar Ukan.
Masyarakat di daerah Madasari, kata dia, rata-rata tidak ingin memelihara kuda jantan lantaran jika memelihara kuda jantan sering mati mengenaskan yang disebabkan oleh serangan kuda sembrani jantan milik Sultan Agung tersebut.
“Hingga saat ini, rata-rata orang sini memelihara kuda betina, karena jika memelihara kuda jantan banyak yang mati mengenaskan tidak wajar,” pungkas Ukan.
Legenda yang sangat dipercaya dan masih disakralkan dimana di tempat tersebut konon digunakan sebagai tempat singgahnya kuda sembrani milik Sultan Agung, yang kabur dari kandangnya di Kerajaan Mataram.
Madasari dulunya merupakan hutan belantara tempat persembunyian waktu jaman penjajahan Belanda, dulu daerah tersebut namanya Madang Nyari. Madang artinya makan dan Nyari artinya enak jadi artinya makan enak.
Namun setelah menjadi perkampungan, salah satu pendatang dari Suku Bugis bernama Daeng Danto merubah nama Madang Nyari menjadi Madasari. Mada artinya makanan dan Sari artinya Rasa, jadi artinya makanan yang memiliki rasa yang enak.
Berdasarkan cerita, Sultan Agung memiliki kuda sembrani atas dasar saran dan masukan salah satu abdi kerajaannya bernama Ki Bodo. Sebelumnya Ki Bodo diangkat menjadi abdi kerajaan berdasarkan saran para penasihat spiritual kerajaan kepada Sultan Agung sebagai syarat untuk memajukan perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya.
Setelah Ki Bodo diangkat menjadi abdi kerajaan diminta memberikan masukan dan saran oleh Sultan Agung, maka saat itu Ki Bodo memberi saran agar Sultan Agung memelihara kuda sembrani.
Kuda sembrani hanya ada di tanah Mekkah, maka saat Sultan Agung melaksanakan salat Jum’at di Mekah pulangnya sambil membawa kuda sembrani yang selanjutnya pemeliharaannya menjadi tanggung jawab penuh Ki Bodo.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan pakan kuda sembrani harus rumput yang tumbuh berasal dari Mekkah. Konon secara sembunyi-sembunyi dengan kesaktiannya Ki Bodo pun dengan jadwal yang telah ditentukan harus mengambil rumput ke Mekkah.
Sultan Agung sempat heran setelah beberapa hari membeli kuda sembrani tersebut karena Ki Bodo bisa memenuhi kebutuhan pakan rumput kuda kesayangannya itu. Namun waktu itu Sultan Agung tidak banyak bicara tentang keheranannya itu.
Suatu hari saat Sultan Agung hendak melaksanakan Salat Jumat di Mekkah, melihat salah satu tempat penampungan rumput yang ditutup oleh caping yang memiliki ciri khas Kerajaan Mataram.
Dalam hatinya Sultan Agung memiliki firasat kalau tempat penampungan rumput dan caping itu milik Ki Bodo yang sedang mengambil rumput di salah satu tempat. Sultan Agung kemudian memberi ciri pada caping dan wadah rumput itu.
Sesampainya di Kerajaan Mataram sepulang melaksanakan salat Jum’at di Mekah, Sultan Agung kemudian menuju tempat kandang kuda sembrani sambil melihat tempat wadah rumput dan caping untuk melihat ciri yang dia goreskan waktu di Mekkah.
Hasilnya membenarkan kalau caping dan wadah tempat rumput itu yang sebelumnya telah diberi ciri olehnya, maka dari situ Sultan Agung memiliki keyakinan kalau Ki Bodo merupakan salah satu orang yang memiliki kesaktian ilmu yang sebanding dengannya karena bisa pulang pergi dari kerajaan ke Mekkah dalam waktu singkat.
Selanjutnya dikisahkan kuda sembrani tersebut kabur dari kandangnya, padahal seluruh kandang telah diberi palang yang sangat ketat dan rapi sehingga diyakini kuda tersebut tidak mungkin bisa keluar dari kandangnya.
Namun kuda sembrani itu lari dari kandangnya dengan tidak ada satu orang pun yang dapat mengetahuinya entah kemana. Berdasarkan cerita para orangtua, kuda sembrani yang kabur dari Kerajaan Mataram menuju ke jalur pantai selatan pulau Jawa yaitu Madasari.
Salah satu warga setempat Ukan Suganda mengatakan, kuda sembrani sering menyetubuhi kuda betina yang dipelihara oleh warga disini.
"Konon dulu sering terjadi kuda betina hamil tanpa kuda jantan, lantaran disetubuhinya secara gaib oleh kuda sembrani jantan milik Sultan Agung,” papar Ukan.
Masyarakat di daerah Madasari, kata dia, rata-rata tidak ingin memelihara kuda jantan lantaran jika memelihara kuda jantan sering mati mengenaskan yang disebabkan oleh serangan kuda sembrani jantan milik Sultan Agung tersebut.
“Hingga saat ini, rata-rata orang sini memelihara kuda betina, karena jika memelihara kuda jantan banyak yang mati mengenaskan tidak wajar,” pungkas Ukan.
(sms)