Tabuhan Gamelan Kiai Guntur Madu Awali Tradisi Sekaten

Senin, 05 Desember 2016 - 17:59 WIB
Tabuhan Gamelan Kiai Guntur Madu Awali Tradisi Sekaten
Tabuhan Gamelan Kiai Guntur Madu Awali Tradisi Sekaten
A A A
SOLO - Suara gamelan Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari milik Keraton Kasunanan Surakarta menandai dimulainya acara tradisi Sekaten di Kota Solo, Senin (5/12/2016) siang. Gending Rambu dari gamelan Kiai Guntur Madu yang ditabuh di halaman Masjid Agung Solo mengawali prosesi Sekaten yang dilanjutkan Gending Rangkung dari gamelan Kiai Guntur Sari.

Sebelum acara Sekaten dimulai, gamelan Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari dikeluarkan dari tempat penyimpanan gamelan Keraton Surakarta sekitar pukul 09.00 WIB. Kedua gamelan lalu dibawa menuju halaman Masjid Agung Surakarta guna dilakukan serah terima dengan pengurus masjid setempat. Sekitar pukul 13.00 WIB, prosesi Ungeling Gangsa (gamelan ditabuh) dimulai.

“Prosesi Ungeling Gangsa diawali dengan datangnya utusan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang memberi perintah pada para abdi dalem pradangga untuk menabuh gamelan,” ujar Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Pangeran (KP) Winarno Kusumo di sela-sela acara, Senin (5/12/2016) siang.

Yang pertama ditabuh adalah Gamelan Kiai Guntur Madu dengan Gending Rambu. Setelah selesai dilanjutkan Gending Rangkung dari Kiai Guntur Sari. Ketika bunyi pertama gamelan Kiai Guntur Madu ditabuh, ratusan pengunjung yang sudah menanti sejak pagi langsung berebut janur yang dipasang di Bangsal Pradangga, tempat gamelan diletakkan.

Mayoritas pengunjung yang merupakan ibu-ibu, usai berebut janur lalu mengunyah daun sirih sembari mendengarkan irama gamelan.

Kedua gending yang dimainkan saat Sekaten merupakan baku dan berlangsung sejak zaman Sunan Kalijaga di Kerajaan Demak. Sekaten merupakan tradisi dalam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad yang pada tanggal 12 Mulud di tahun Jawa.

Prosesi Sekaten berlangsung H-7 sebelum dan H+7 setelah hari kelahiran Nabi Muhammad. Sekaten sendiri berasal dari kata Syahadatain atau dua kalimat Syahadat.

Mengenai keberadaan gamelan yang ditabuh dalam Sekaten, pada zaman Sultan Agung di Kerajaan Mataram adalah Kiai Guntur Sari. Kemudian sebagian gamelan dibawa ke Keraton Yogyakarta ketika ada perjanjian Giyanti. Setelah itu, Raja Keraton Surakarta Paku Buwono IV membuat satu gamelan lagi yang diberi nama Kiai Guntur Madu.

Gamelan Kiai Guntur Madu dibunyikan lebih dahulu karena dibuat lebih besar dan tebal. “Kiai Guntur Madu juga disebut gamelan Sekaten Gedhe atau Kiai Nogo Jenggot,” ungkapnya.

Selama tujuh hari ke depan, gamelan Sekaten akan ditabuh secara bergantian hingga tengah malam. Ada pun jumlah penabuh masing-masing gamelan sebanyak 22 orang, termasuk pemimpinnya atau yang biasa disebut tindih.

Gamelan berhenti ditabuh hanya saat waktu salat saja. Khusus hari Jumat, gamelan baru mulai ditabuh setelah waktu Salat Ashar. Dalam tradisi itu, ada sejumlah barang identik dengan sekaten.

Diantaranya pecut (cambuk) yang dimaknai adalah makin ke atas atau makin dekat dengan Tuhan maka semakin taat. Kemudian telur asin atau bahasa Jawa disebut endog amal dimaknai orang hidup harus rajin beramal. Kemudian daun dan kapur sirih yang dikunyah agar awet muda.

“Dalam sirih ada anti biotik yang menyehatkan tubuh dan awet muda. Termasuk bibirnya bisa merah asli tanpa lipstik,” urainya. Serta celengan (tempat menyimpan uang dari tanah liat) agar manusia hidup harus semangat menabung.

Sri Hartini (56) salah satu pengunjung mengaku setiap tahun datang saat pembukaan sekaten. Saat Sekaten, dirinya berdoa agar keluarga selalu sehat dan banyak rezeki.

“Saya juga makan makanan yang biasa ada saat Sekaten. Seperti cabuk rambak, telur asin dan wedang ronde,” tandasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6380 seconds (0.1#10.140)