Ketua RT Jadi Tersangka Oleh Mabes Polri, Kompolnas Diminta Jadi Mediator
A
A
A
SEMARANG - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Semarang meminta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk jadi mediator damai atas kasus pengancaman dengan tersangka Ketua RT2/RW2, Kelurahan Karangayu, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Ong Budiono.
Peradi berpandangan, pada kasus yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Mabes Polri itu akan mempunyai dampak sosial luar biasa.
"Dampak sosialnya bisa jadi permusuhan antar warga, juga 31 warga lain yang ikut tanda tangan semuanya bisa jadi tersangka," ungkap Ketua Peradi Semarang, Theodorus Yosep Parera, di Semarang, Selasa (15/11/2016).
Sebanyak 31 warga lain yang ikut tanda tangan bisa jadi tersangka, sebut Yosep, karena sesuai dengan rumusan Pasal 336 KUHP, di mana pengancaman dilakukan bersama-sama.
Walaupun ancaman belum terwujud, namun jika surat sudah diterima pihak yang diancam, maka unsur pidana itu sudah terpenuhi.
Peradi Semarang, kata Yosep, telah berkirim surat pada Senin 14 November 2016 ke Kompolnas teregister nomor 14/PRD/XI/2016.
Di surat itu juga disebut prosedur hukum yang diambil kepolisian sudah benar dan patut diapresiasi.
"Kami minta Kompolnas jadi mediator damai di Bareskrim, antara pelapor dan terlapor. Locus dan tempus delicti perkara ini, semua pihak ada di Semarang. Jadi kami minta Kompolnas juga berkomunikasi dengan Bareskrim agar perkara ini dipindah ke Polrestabes Semarang untuk dihentikan," lanjut Yosep.
Penghentian ini sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Polisi bisa menerbitkan SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan ataupun jika sudah dilimpahkan ke kejaksaan, jaksa juga bisa menerbitkan SKPP atau Surat Keterangan Penghentian Penyidikan.
Selain berkirim surat ke Kompolnas, Peradi juga menyurati Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi. Isinya permintaan agar Wali Kota turun tangan pada perkara ini, serta terus memonitor birokrasi pemerintahan terendah di tingkatan RT/RW.
"Persoalan ini muncul karena persoalan birokrasi yang tidak bagus, seharusnya penyelesaian bisa berjenjang dari tingkatan terendah ke atas dan seterusnya," papar Yosep.
Dihubungi terpisah, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, mengatakan pihaknya akan mempelajari kasus tersebut.
"Kami harus cek dulu, apakah suratnya sudah kami terima atau belum. Harus kami pelajari dulu kasusnya, kalau surat tersebut sampai kepada kami ya," tulis Poengky via pesan WhatsApp yang diterima KORAN SINDO.
Untuk diketahui, Ong Budiono dilaporkan salah satu warganya, Setiadi Hadinata gara-gara menolak membayar iuran selama 2 tahun senilai Rp6,5 juta.
Setiadi merasa diancam dan diperas oleh Ong Budiono sehingga melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Budi sapaan Ong Budiono-telah ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri dengan sangkaan pengancaman dan pemerasan dan melanggar (Pasal 369 KUHP dan Pasal 336 KUHP).
Penetapan Budi sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam surat S.Pgl/2019 Subdit- I/VI/2016/Dit Tipidum.
Persoalan ini menuai keprihatinan warga. Mereka menyayangkan kasus yang terjadi di lingkungan RT sampai ditangani Mabes Polri.
Peradi berpandangan, pada kasus yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Mabes Polri itu akan mempunyai dampak sosial luar biasa.
"Dampak sosialnya bisa jadi permusuhan antar warga, juga 31 warga lain yang ikut tanda tangan semuanya bisa jadi tersangka," ungkap Ketua Peradi Semarang, Theodorus Yosep Parera, di Semarang, Selasa (15/11/2016).
Sebanyak 31 warga lain yang ikut tanda tangan bisa jadi tersangka, sebut Yosep, karena sesuai dengan rumusan Pasal 336 KUHP, di mana pengancaman dilakukan bersama-sama.
Walaupun ancaman belum terwujud, namun jika surat sudah diterima pihak yang diancam, maka unsur pidana itu sudah terpenuhi.
Peradi Semarang, kata Yosep, telah berkirim surat pada Senin 14 November 2016 ke Kompolnas teregister nomor 14/PRD/XI/2016.
Di surat itu juga disebut prosedur hukum yang diambil kepolisian sudah benar dan patut diapresiasi.
"Kami minta Kompolnas jadi mediator damai di Bareskrim, antara pelapor dan terlapor. Locus dan tempus delicti perkara ini, semua pihak ada di Semarang. Jadi kami minta Kompolnas juga berkomunikasi dengan Bareskrim agar perkara ini dipindah ke Polrestabes Semarang untuk dihentikan," lanjut Yosep.
Penghentian ini sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Polisi bisa menerbitkan SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan ataupun jika sudah dilimpahkan ke kejaksaan, jaksa juga bisa menerbitkan SKPP atau Surat Keterangan Penghentian Penyidikan.
Selain berkirim surat ke Kompolnas, Peradi juga menyurati Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi. Isinya permintaan agar Wali Kota turun tangan pada perkara ini, serta terus memonitor birokrasi pemerintahan terendah di tingkatan RT/RW.
"Persoalan ini muncul karena persoalan birokrasi yang tidak bagus, seharusnya penyelesaian bisa berjenjang dari tingkatan terendah ke atas dan seterusnya," papar Yosep.
Dihubungi terpisah, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, mengatakan pihaknya akan mempelajari kasus tersebut.
"Kami harus cek dulu, apakah suratnya sudah kami terima atau belum. Harus kami pelajari dulu kasusnya, kalau surat tersebut sampai kepada kami ya," tulis Poengky via pesan WhatsApp yang diterima KORAN SINDO.
Untuk diketahui, Ong Budiono dilaporkan salah satu warganya, Setiadi Hadinata gara-gara menolak membayar iuran selama 2 tahun senilai Rp6,5 juta.
Setiadi merasa diancam dan diperas oleh Ong Budiono sehingga melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Budi sapaan Ong Budiono-telah ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri dengan sangkaan pengancaman dan pemerasan dan melanggar (Pasal 369 KUHP dan Pasal 336 KUHP).
Penetapan Budi sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam surat S.Pgl/2019 Subdit- I/VI/2016/Dit Tipidum.
Persoalan ini menuai keprihatinan warga. Mereka menyayangkan kasus yang terjadi di lingkungan RT sampai ditangani Mabes Polri.
(sms)