Pecat Dekan FISIP, Rektor UWKS Dilaporkan ke Dikti
A
A
A
SURABAYA - Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) Sri Harmadji yang memecat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Moch Fauzie Said dilaporkan ke Dikti. Pemecatan yang dilakukan dinilai tak sesuai dengan prosedur, karena bertentangan dengan Undang-undang (UU) No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.
Selain itu tidak sesuai dengan statuta UWKS tahun 2013, peraturan pemerintah No30 tentang disiplin pegawai negeri sipil, surat keputusan rektor UWKS tentang persyaratan dan tata cara pengsuulan, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian dekan dan wakil dekan.
“Dan surat itu bertentangan dengan etika komunikasi. Kami akan mengadukan persoalan ini ke instansi-instansi terkait, termasuk ke Kopertis wilayah VII,” ujar Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UWKS Astrid Damayanti Jumat (14/10/2016).
Sebelumnya pemecatan dilakukan atas usulan 10 dosen dari 25 dosen yang mengajar di FISIP UWKS. Dosen-dosen ini menilai, Dekan FISIP Moch Fauzie Said sebagai penggerak demonstrasi yang ada di UWKS dan berakibat buruk bagi kampus.
Selain itu, dekan juga dinilai tidak bisa memajukan fakultas selama menjabat. Bahkan, kebersihan juga menjadi alasan untuk melakukan pemecatan dekan.
Atas usulan ini, Rektor memutuskan untuk memanggil dekan dalam suatu pertemuan tanggal 5 September 2016. Namun, dekan tidak diperkenankan untuk membawa wakil dekan sebagai pendamping. Dalam pertemuan itu, dekan dihujat karena dinilai gagal memimpin fakultas untuk menjadi lebih baik.
“Saya mau ikut tidak diperkenankan, inikan janggal seharusnya saya diperbolehkan ikut,” kata Astrid Damayanti. Astrid menuturkan, dalam pertemuan itu ternyata dekan yang akan membeberkan program kemajuan fakultas justru diadili.
Dari hasil pertemuan tersebut, diputuskan kalau dekan diberhentikan dengan surat keputusan bernomor 122 tahun 2016 yang berisi, pemberhentian saudara Dr Moch Fauzie Said M.Si dari jabatan sebahai Dekan FISIP masa bakti 2014-2018.
Dengan munculnya surat tersebut, lanjut dia, dekan melakukan perlawanan dengan menolak pemecatan dengan nomor surat 231/FISIP/UWKS/X/2016 yang ditandatangani Fauzie secara langsung. Bahkan, saat ini dekan sedang melaporkan rektor ke Dikti.
Guru Besar FISIP UWKS, Prof Dr Ali Ahsan Mustofa mengaku sangat heran dengan proses pemecatan yang dilakukan rektor. Menurut dia, ada kejanggalan dalam proses-prosesnya. Seharusnya, proses pemecatan dilakukan melalui cara-cara yang benar, misalnya rapat antar guru besar, kemudian rapat komite etik, dan membahas kesalahan-kesalahan yang dilakukan dekan.
“Kalau ini kan tiba-tiba dipecat, lha...kami ya kaget. Ini rektor maunya seperti apa, jelas ada yang aneh,” katanya.
Yang lebih mengherankan, rektor ini berani mengeluarkan kebijakan-kebijakan selama memimpin. Padahal, rektor ini kabarnya tidak memiliki NIDK (Nomor Induk Dosen Khusus). NIDK, lanjut dia merupakan aturan pemerintah yang harus dipenuhi dosen saat menjabat sebagai rektor maupun sebagai pengajar. “Yang lebih parah ada pelanggaran statuta. Kami sedang mengkaji serius,” jelasnya.
Sementara Koordinator Kopertis wilayah VII, Suprapto mengaku sangat kaget dengan konflik yang ada di UWKS. Menurut dia, persoalan-persoalan tersebut harus segera diselesaikan dengan baik, supaya tidak mengganggu proses belajar-mengajar mahasiswa yang menuntut ilmu dikampus tersebut.
“Kami ingin persoalan-persoalan di kampus UWKS segera di selesaikan, kasihan mahasiswa,” katanya. Suprapto menuturkan, jika kepentingan mahasiswa terganggu, Kopertis akan turun tangan. Dalam aturan yang ada, persoalan yang bersifat non akademik merupakan kebijakan yayasan, mereka harus menyelesaikan dengan cepat.
Namun, jika persoalan sudah merambah pada akademik aau administrasi kampus maka mereka (kampus) akan berurusan dengan Kopertis. Untuk itu, persoalan-persoalan yang muncul jangan sampai berimbas kepada mahasiswa. “Kami akan tangani persoalan administrasi. Ini seperti persoalan belajar-mengajar, kami tidak menangani persoalan pemilihan rektor,” ungkap dia.
Selain itu tidak sesuai dengan statuta UWKS tahun 2013, peraturan pemerintah No30 tentang disiplin pegawai negeri sipil, surat keputusan rektor UWKS tentang persyaratan dan tata cara pengsuulan, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian dekan dan wakil dekan.
“Dan surat itu bertentangan dengan etika komunikasi. Kami akan mengadukan persoalan ini ke instansi-instansi terkait, termasuk ke Kopertis wilayah VII,” ujar Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UWKS Astrid Damayanti Jumat (14/10/2016).
Sebelumnya pemecatan dilakukan atas usulan 10 dosen dari 25 dosen yang mengajar di FISIP UWKS. Dosen-dosen ini menilai, Dekan FISIP Moch Fauzie Said sebagai penggerak demonstrasi yang ada di UWKS dan berakibat buruk bagi kampus.
Selain itu, dekan juga dinilai tidak bisa memajukan fakultas selama menjabat. Bahkan, kebersihan juga menjadi alasan untuk melakukan pemecatan dekan.
Atas usulan ini, Rektor memutuskan untuk memanggil dekan dalam suatu pertemuan tanggal 5 September 2016. Namun, dekan tidak diperkenankan untuk membawa wakil dekan sebagai pendamping. Dalam pertemuan itu, dekan dihujat karena dinilai gagal memimpin fakultas untuk menjadi lebih baik.
“Saya mau ikut tidak diperkenankan, inikan janggal seharusnya saya diperbolehkan ikut,” kata Astrid Damayanti. Astrid menuturkan, dalam pertemuan itu ternyata dekan yang akan membeberkan program kemajuan fakultas justru diadili.
Dari hasil pertemuan tersebut, diputuskan kalau dekan diberhentikan dengan surat keputusan bernomor 122 tahun 2016 yang berisi, pemberhentian saudara Dr Moch Fauzie Said M.Si dari jabatan sebahai Dekan FISIP masa bakti 2014-2018.
Dengan munculnya surat tersebut, lanjut dia, dekan melakukan perlawanan dengan menolak pemecatan dengan nomor surat 231/FISIP/UWKS/X/2016 yang ditandatangani Fauzie secara langsung. Bahkan, saat ini dekan sedang melaporkan rektor ke Dikti.
Guru Besar FISIP UWKS, Prof Dr Ali Ahsan Mustofa mengaku sangat heran dengan proses pemecatan yang dilakukan rektor. Menurut dia, ada kejanggalan dalam proses-prosesnya. Seharusnya, proses pemecatan dilakukan melalui cara-cara yang benar, misalnya rapat antar guru besar, kemudian rapat komite etik, dan membahas kesalahan-kesalahan yang dilakukan dekan.
“Kalau ini kan tiba-tiba dipecat, lha...kami ya kaget. Ini rektor maunya seperti apa, jelas ada yang aneh,” katanya.
Yang lebih mengherankan, rektor ini berani mengeluarkan kebijakan-kebijakan selama memimpin. Padahal, rektor ini kabarnya tidak memiliki NIDK (Nomor Induk Dosen Khusus). NIDK, lanjut dia merupakan aturan pemerintah yang harus dipenuhi dosen saat menjabat sebagai rektor maupun sebagai pengajar. “Yang lebih parah ada pelanggaran statuta. Kami sedang mengkaji serius,” jelasnya.
Sementara Koordinator Kopertis wilayah VII, Suprapto mengaku sangat kaget dengan konflik yang ada di UWKS. Menurut dia, persoalan-persoalan tersebut harus segera diselesaikan dengan baik, supaya tidak mengganggu proses belajar-mengajar mahasiswa yang menuntut ilmu dikampus tersebut.
“Kami ingin persoalan-persoalan di kampus UWKS segera di selesaikan, kasihan mahasiswa,” katanya. Suprapto menuturkan, jika kepentingan mahasiswa terganggu, Kopertis akan turun tangan. Dalam aturan yang ada, persoalan yang bersifat non akademik merupakan kebijakan yayasan, mereka harus menyelesaikan dengan cepat.
Namun, jika persoalan sudah merambah pada akademik aau administrasi kampus maka mereka (kampus) akan berurusan dengan Kopertis. Untuk itu, persoalan-persoalan yang muncul jangan sampai berimbas kepada mahasiswa. “Kami akan tangani persoalan administrasi. Ini seperti persoalan belajar-mengajar, kami tidak menangani persoalan pemilihan rektor,” ungkap dia.
(sms)