Siswa di SMKN 6 Malang Bisa Bayar SPP Pakai Sampah
A
A
A
MALANG - SMK Negeri 6 Kota Malang, Jawa Timur menerima sampah yang dikumpulkan siswanya untuk membayar SPP. Hal ini merupakan salah satu inovasi untuk mengurangi sampah di lingkungan. Kepala SMKN 6 Malang Dwi Lestari mengatakan, sistem pembayaran SPP dengan menggunakan sampah ini mulai diberlakukan di SMKN 6 kota Malang sejak tiga bulan lalu.
“Caranya setiap sampah yang dikumpulkan siswa ini ditimbang dan dicatat ke dalam buku. Setiap siswa akan memiliki buku catatan sendiri berupa buku tabungan berisi saldo rupiah dari sampah yang telah dikumpulkannya,” kata Dwi, Jumat (7/10/2016).
Dari buku tabungan tersebut, kata dia, siswa akan mendapat bayaran sesuai sampah yang telah dikumpulkan. Sehingga dari bayaran tersebut uang yang telah terkumpul bisa digunakan untuk membayar SPP dan keperluan sekolah yang lainnya.
“Tapi jika bayaran sampah mereka tidak mencukupi untuk membayar SPP siswa hanya tinggal membayar selisih antara SPP dengan bayaran yang didapat,” ujar Dwi.
Sistem pembayaran baru ini, lanjut dia, disambut baik oleh para siswa mereka mengaku senang lantaran bisa meringankan beban orang tua mereka. Mereka juga lebih semangat untuk mengumpulkan sampah di rumah mereka.
Ide awal untuk menggunakan sistem ini, kata Dwi, lantaran setiap bulan 40% dari 2.600 siswa SMKN 6 mengajukan keringanan biaya sekolah. Situasi ini semakin meningkat saat menjelang kenaikan kelas.
Untuk meringankan beban sekolah akhirnya diberlakukan sistem pembayaran SPP dengan sampah. Selain untuk menanamkan jiwa cinta lingkungan sistem ini juga untuk menanamkan gemar menabung kepada siswa.
Namun sistem ini tidak wajib diikuti oleh seluruh siswa boleh saja memilih menggunakan sistem ini atau membayar dengan uang tunai. “Setiap 1 kilogram sampah dihargai Rp2.800 dan ternyata terobosan ini berhasil kini lingkungan sekolah bersih karena sampah sangat berharga dan diburu siswa, “ ujar kepala sekolah ini.
Dalam menerapkan sistem ini, lanjut Dwi, SMKN 6 Kota Malang bekerja sama dengan Bank Sampah Kota Malang untuk menampung sampah-sampah yang dikumpulkan para siswa.
"Lagi nabung sampah, buat bayar sekolah, … mengurangi beban orang tua ... Sampah cari di sekitar rumah, " kata Arya Aditama Setiawan seorang siswa.
“Caranya setiap sampah yang dikumpulkan siswa ini ditimbang dan dicatat ke dalam buku. Setiap siswa akan memiliki buku catatan sendiri berupa buku tabungan berisi saldo rupiah dari sampah yang telah dikumpulkannya,” kata Dwi, Jumat (7/10/2016).
Dari buku tabungan tersebut, kata dia, siswa akan mendapat bayaran sesuai sampah yang telah dikumpulkan. Sehingga dari bayaran tersebut uang yang telah terkumpul bisa digunakan untuk membayar SPP dan keperluan sekolah yang lainnya.
“Tapi jika bayaran sampah mereka tidak mencukupi untuk membayar SPP siswa hanya tinggal membayar selisih antara SPP dengan bayaran yang didapat,” ujar Dwi.
Sistem pembayaran baru ini, lanjut dia, disambut baik oleh para siswa mereka mengaku senang lantaran bisa meringankan beban orang tua mereka. Mereka juga lebih semangat untuk mengumpulkan sampah di rumah mereka.
Ide awal untuk menggunakan sistem ini, kata Dwi, lantaran setiap bulan 40% dari 2.600 siswa SMKN 6 mengajukan keringanan biaya sekolah. Situasi ini semakin meningkat saat menjelang kenaikan kelas.
Untuk meringankan beban sekolah akhirnya diberlakukan sistem pembayaran SPP dengan sampah. Selain untuk menanamkan jiwa cinta lingkungan sistem ini juga untuk menanamkan gemar menabung kepada siswa.
Namun sistem ini tidak wajib diikuti oleh seluruh siswa boleh saja memilih menggunakan sistem ini atau membayar dengan uang tunai. “Setiap 1 kilogram sampah dihargai Rp2.800 dan ternyata terobosan ini berhasil kini lingkungan sekolah bersih karena sampah sangat berharga dan diburu siswa, “ ujar kepala sekolah ini.
Dalam menerapkan sistem ini, lanjut Dwi, SMKN 6 Kota Malang bekerja sama dengan Bank Sampah Kota Malang untuk menampung sampah-sampah yang dikumpulkan para siswa.
"Lagi nabung sampah, buat bayar sekolah, … mengurangi beban orang tua ... Sampah cari di sekitar rumah, " kata Arya Aditama Setiawan seorang siswa.
(sms)