53 Bangunan Kuno di Yogyakarta Berpotensi Berstatus BCB
A
A
A
YOGYAKARTA - Sedikitnya 53 bangunan kuno di Kota Yogyakarta berpotensi mendapat pengakuan sebagai bangunan cagar budaya (BCB). Namun Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setempat masih akan melakukan kajian teknis persyaratan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Eko Suryo Maharso mengatakan, 53 bangunan kuno yang berpotensi berstatus BCB berdasar hasil penelusuran Tim Ahli Cagar Budaya Kota Yogyakarta.
"Tersebar di lima kawasan cagar budaya di Kota Yogyakarta, yaitu di kawasan Keraton, Malioboro, Pakualaman, Kotabaru, dan Kotagede," kata Eko, Senin (26/9/2016).
Sejumlah persyaratan agar sebuah bangunan bisa ditetapkan sebagai BCB antara lain adalah sudah berusia tua, memiliki gaya arsitektur yang khas, menggunakan material yang khas, memiliki nilai sejarah, serta kesediaan pemilik bangunan.
"Tapi jika pemilik bangunan tidak berkenan bangunannya ditetapkan sebagai BCB, kami tidak akan memberikan status tersebut. Karena jika sudah berstatus BCB maka dilarang mengubah bentuk bangunan," jelasnya.
Selain itu, dalam satu bangunan tidak semuanya bisa masuk BCB. Tim ahli akan menilai tiap bagian bangunan karena bisa saja bagian depan tergolong BCB, tapi bagian lainnya tidak memenuhi syarat. Namun diakuinya, pemerintah hanya bisa melarang mengubah bentuk bangunan tanpa memberikan kompensasi kepada pemilik BCB. "Selama ini hanya ada pemberian insentif pembayaran pajak bumi dan bangunan."
Namun, jika ternyata dari hasil kajian diketahui bahwa bangunan tersebut bukan BCB, bangunan tidak akan diberi status apa pun. Hanya sebuah bangunan kuno biasa.
Saat ini, di Kota Yogyakarta tercatat ada 95 bangunan cagar budaya yang ditetapkan oleh kementerian dan Pemerintah DIY. Sedangkan bangunan warisan budaya sesuai keputusan wali kota Yogyakarta sebanyak 460 bangunan. "Kajian akan segera dilakukan dan ditargetkan pada akhir tahun ini sudah tuntas," pungkasnya.
Total dana keistimewaan yang diterima Kota Yogyakarta pada tahun ini mencapai Rp5,17 miliar. Rp4 miliar digunakan untuk urusan kebudayaan, sisanya terbagi untuk dua jenis urusan yaitu Rp800 juta untuk urusan pertanahan dan Rp370 juta untuk urusan tata ruang.
Sejumlah kegiatan di bidang kebudayaan yang akan dijalankan dengan memanfaatkan dana keistimewaan di antaranya adalah pelestarian warisan budaya dan cagar budaya sebesar Rp1,7 miliar, aktualisasi kesenian tradisional dan budaya kontemporer Rp1,04 miliar serta kegiatan promosi dan publikasi seni budaya Rp1,17 miliar. Kegiatan kebudayaan dimulai pada triwulan kedua dan ketiga.
Sedangkan tahun depan, Pemerintah Kota Yogyakarta mengusulkan dana keistimewaan sebesar Rp70 miliar. Salah satu rencana penggunaannya adalah untuk pembelian bangunan cagar budaya dan perbaikan pencahayaan di beberapa kawasan budaya.
Kepala Bappeda Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengakui porsi terbesar pemakaian danais yang diterima Kota Yogyakarta tahun 2016 untuk urusan kebudayaan.
Pemakaian danais dilakukan bertahap. Untuk triwulan pertama, fokus mengurusi penataan kawasan Malioboro. Triwulan kedua untuk kegiatan pelestarian warisan dan cagar budaya, serta promosi dan publikasi seni budaya. Di triwulan ketiga untuk kegiatan aktualisasi kesenian tradisional dan budaya kontemporer.
Meski demikian, dia mengakui anggaran danais di tahun 2016 turun drastis dibanding yang diterima tahun 2015 sebesar Rp22 miliar. "Tahun ini pemanfaatan danais banyak dipegang Pemda DIY selaku pengguna anggaran. Kalau kami hanya sebagai kuasa pengguna saja."
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Eko Suryo Maharso mengatakan, 53 bangunan kuno yang berpotensi berstatus BCB berdasar hasil penelusuran Tim Ahli Cagar Budaya Kota Yogyakarta.
"Tersebar di lima kawasan cagar budaya di Kota Yogyakarta, yaitu di kawasan Keraton, Malioboro, Pakualaman, Kotabaru, dan Kotagede," kata Eko, Senin (26/9/2016).
Sejumlah persyaratan agar sebuah bangunan bisa ditetapkan sebagai BCB antara lain adalah sudah berusia tua, memiliki gaya arsitektur yang khas, menggunakan material yang khas, memiliki nilai sejarah, serta kesediaan pemilik bangunan.
"Tapi jika pemilik bangunan tidak berkenan bangunannya ditetapkan sebagai BCB, kami tidak akan memberikan status tersebut. Karena jika sudah berstatus BCB maka dilarang mengubah bentuk bangunan," jelasnya.
Selain itu, dalam satu bangunan tidak semuanya bisa masuk BCB. Tim ahli akan menilai tiap bagian bangunan karena bisa saja bagian depan tergolong BCB, tapi bagian lainnya tidak memenuhi syarat. Namun diakuinya, pemerintah hanya bisa melarang mengubah bentuk bangunan tanpa memberikan kompensasi kepada pemilik BCB. "Selama ini hanya ada pemberian insentif pembayaran pajak bumi dan bangunan."
Namun, jika ternyata dari hasil kajian diketahui bahwa bangunan tersebut bukan BCB, bangunan tidak akan diberi status apa pun. Hanya sebuah bangunan kuno biasa.
Saat ini, di Kota Yogyakarta tercatat ada 95 bangunan cagar budaya yang ditetapkan oleh kementerian dan Pemerintah DIY. Sedangkan bangunan warisan budaya sesuai keputusan wali kota Yogyakarta sebanyak 460 bangunan. "Kajian akan segera dilakukan dan ditargetkan pada akhir tahun ini sudah tuntas," pungkasnya.
Total dana keistimewaan yang diterima Kota Yogyakarta pada tahun ini mencapai Rp5,17 miliar. Rp4 miliar digunakan untuk urusan kebudayaan, sisanya terbagi untuk dua jenis urusan yaitu Rp800 juta untuk urusan pertanahan dan Rp370 juta untuk urusan tata ruang.
Sejumlah kegiatan di bidang kebudayaan yang akan dijalankan dengan memanfaatkan dana keistimewaan di antaranya adalah pelestarian warisan budaya dan cagar budaya sebesar Rp1,7 miliar, aktualisasi kesenian tradisional dan budaya kontemporer Rp1,04 miliar serta kegiatan promosi dan publikasi seni budaya Rp1,17 miliar. Kegiatan kebudayaan dimulai pada triwulan kedua dan ketiga.
Sedangkan tahun depan, Pemerintah Kota Yogyakarta mengusulkan dana keistimewaan sebesar Rp70 miliar. Salah satu rencana penggunaannya adalah untuk pembelian bangunan cagar budaya dan perbaikan pencahayaan di beberapa kawasan budaya.
Kepala Bappeda Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengakui porsi terbesar pemakaian danais yang diterima Kota Yogyakarta tahun 2016 untuk urusan kebudayaan.
Pemakaian danais dilakukan bertahap. Untuk triwulan pertama, fokus mengurusi penataan kawasan Malioboro. Triwulan kedua untuk kegiatan pelestarian warisan dan cagar budaya, serta promosi dan publikasi seni budaya. Di triwulan ketiga untuk kegiatan aktualisasi kesenian tradisional dan budaya kontemporer.
Meski demikian, dia mengakui anggaran danais di tahun 2016 turun drastis dibanding yang diterima tahun 2015 sebesar Rp22 miliar. "Tahun ini pemanfaatan danais banyak dipegang Pemda DIY selaku pengguna anggaran. Kalau kami hanya sebagai kuasa pengguna saja."
(zik)