Minat Warga Yogya Ikut Transmigrasi Rendah
A
A
A
YOGYAKARTA - Meski tergolong kawasan perkotaan, tapi ternyata Kota Yogyakarta tiap tahun rutin mengirimkan warganya untuk transmigrasi ke luar daerah. Namun dari kuota tahunan yang diberikan terkadang tak terisi penuh.
Penyebabnya klasik, warga perkotaan enggan beralih hidup menjadi seorang petani di lokasi transmigrasi.
Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta, Irianto Edi Purnomo mengatakan, sulitnya merubah cara pandang warga agar mau berprofesi sebagai petani mengakibatkan Kota Yogyakarta tergolong paling rendah mengikuti program transmigrasi dibanding empat kabupaten lain di DIY.
Padahal di lokasi transmigrasi, warga peserta memperoleh lahan garapan dan rumah tinggal. "Kehidupan warga Yogyakarta yang jarang bertani jadi tidak mau mengikuti program ini," kata Edi, Sabtu (13/8/2016).
Meski rendah minat warga, tahun ini Dinsosnakertrans tetap mengirim transmigran sebanyak empat kepala keluarga (KK).
Mereka akan mengikuti program transmigrasi di Kabupaten Gorontalo. Rencananya, Dinsosnakertrans akan kembali memberangkatkan 15 KK untuk mengikuti program transmigrasi di Kalimantan dan Sulawesi.
"Nantinya 15 KK akan disebar ke dua wilayah, yaitu Bulungan, Kalimantan Utara, dan Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara,” kata Kepala Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Hadi Muhtar.
Pemda DIY tahun ini memiliki kuota 30 KK bagi warga lima kabupaten/kota di DIY untuk transmigrasi ke sejumlah daerah yang ditentukan. Dari jumlah tersebut, kuota 19 KK diantaranya merupakan jatah untuk Kota Yogyakarta.
Sedangkan untuk tahun 2017, Pemkot Yogyakarta telah diberi penawaran untuk mengirimkan warganya mengikuti program transmigrasi ke Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat.
"Program transmigrasi difasilitasi Temda DIY. Tapi kita juga mengecek lokasi tujuan transmigrasi untuk memastikan keadaan di sana," jelas Hadi.
Dia menambahkan, bagi KK yang bersedia mengikuti program transmigrasi akan diberi rumah, tanah garapan seluas satu setengah hektar, dan uang saku Rp5 juta. Selain itu, tanah yang ditempati dan digarap akan diberikan kepada transmigran di tahun kedua sejak menempati lokasi tersebut.
"Sekarang memang agak lama, dulu enam bulan sertifikat langsung diproses. Kalau cepat begitu, ditakutkan sewaktu sertifikat jadi malah ditinggal pergi," pungkasnya.
Penyebabnya klasik, warga perkotaan enggan beralih hidup menjadi seorang petani di lokasi transmigrasi.
Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta, Irianto Edi Purnomo mengatakan, sulitnya merubah cara pandang warga agar mau berprofesi sebagai petani mengakibatkan Kota Yogyakarta tergolong paling rendah mengikuti program transmigrasi dibanding empat kabupaten lain di DIY.
Padahal di lokasi transmigrasi, warga peserta memperoleh lahan garapan dan rumah tinggal. "Kehidupan warga Yogyakarta yang jarang bertani jadi tidak mau mengikuti program ini," kata Edi, Sabtu (13/8/2016).
Meski rendah minat warga, tahun ini Dinsosnakertrans tetap mengirim transmigran sebanyak empat kepala keluarga (KK).
Mereka akan mengikuti program transmigrasi di Kabupaten Gorontalo. Rencananya, Dinsosnakertrans akan kembali memberangkatkan 15 KK untuk mengikuti program transmigrasi di Kalimantan dan Sulawesi.
"Nantinya 15 KK akan disebar ke dua wilayah, yaitu Bulungan, Kalimantan Utara, dan Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara,” kata Kepala Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Hadi Muhtar.
Pemda DIY tahun ini memiliki kuota 30 KK bagi warga lima kabupaten/kota di DIY untuk transmigrasi ke sejumlah daerah yang ditentukan. Dari jumlah tersebut, kuota 19 KK diantaranya merupakan jatah untuk Kota Yogyakarta.
Sedangkan untuk tahun 2017, Pemkot Yogyakarta telah diberi penawaran untuk mengirimkan warganya mengikuti program transmigrasi ke Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat.
"Program transmigrasi difasilitasi Temda DIY. Tapi kita juga mengecek lokasi tujuan transmigrasi untuk memastikan keadaan di sana," jelas Hadi.
Dia menambahkan, bagi KK yang bersedia mengikuti program transmigrasi akan diberi rumah, tanah garapan seluas satu setengah hektar, dan uang saku Rp5 juta. Selain itu, tanah yang ditempati dan digarap akan diberikan kepada transmigran di tahun kedua sejak menempati lokasi tersebut.
"Sekarang memang agak lama, dulu enam bulan sertifikat langsung diproses. Kalau cepat begitu, ditakutkan sewaktu sertifikat jadi malah ditinggal pergi," pungkasnya.
(nag)