Marah Tanahnya Dicaplok, Mantan Pangdam Bukit Barisan Gembok Sekolah
A
A
A
MEDAN - Mantan Panglima Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan (Pangdam I/BB), Mayjend (Purn) TNI Burhanuddin Siagian mengamuk dan menggembok Sekolah Cinta Budaya (Chong Wen) di Kompleks MMTC Jalan Williem Iskandar, Medan Estate, karena pemilik Yayasan menyerobot tanahnya, Senin (18/7/2016).
Akibat penggembokan itu, ratusan orangtua/wali murid yang hendak mengantarkan anaknya ke sekolah terebut tidak bisa masuk dan harus menunggu di depan pintu gerbang sekolah di tengah guyuran hujan deras.
Karena itu pula, para orangtua/wali murid tersebut nyaris bertindak anarkis dan berusaha merubuhkan pintu gerbang sekolah.
Namun, aparat kepolisian yang sejak pagi sudah berjaga-jaga di lokasi kejadian langsung membentuk pagar betis untuk menghalau massa.
"Pihak yayasan ini kemana perginya ya? Kok pintu gerbangnya tidak dibuka, padahal kondisinya hujan deras dan semua sudah pada basah kuyup, kalau anak-anak pada sakit apa pihak yayasan mau bertanggung jawab?" kata Aliong salah seorang wali murid sambil berteriak histeris.
Dia mengaku, seharusnya pihak Yayasan bertanggung jawab atas kondisi tersebut bukan malah membebani para orangtua murid, apalagi sampai mengorbankannya selama berjam-jam.
"Kami jangan dikorbankan, apapun yang terjadi dengan sekolah ini kami selaku orangtua dan wali tidak perlu tahu, yang kami tau anak kami harus bersekolah," ujarnya.
Selain Aliong, orangtua murid lainnya, Hendy mengaku sangat kecewa dengan pihak yayasan karena tidak cepat merespon permasalahan yang terjadi dengan lokasi sekolahnya. Sebab, dalam kondisi yang seperti sekarang ini para murid akan terganggu proses belajarnya.
"Kami bayar uang sekolah disini, tetapi kenapa proses belajarnya yang justru terganggu? Jangan kami dikorbankan karena permasalahan tanah ini, siapapun pemiliknya kami tidak mau tau yang penting anak kami sekolah," katanya.
Sementara Kapolresta Medan, Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwihananto yang berada di lokasi tidak bisa berbuat banyak, mantan Wadir Reskrimsus Polda Sumut itu hanya bisa mengungkapkan kata ‘tenang’ kepada para orangtua murid.
"Tenang ibu, tenang. Jangan buat keributan, pak Kapolda sedang bermusyawarah dengan pak Burhanuddin, kita berharap segera selesai," kata Mardiaz kepada para orangtua murid.
Sedangkan Kapolda Sumut, Irjend Pol Raden Budi Winarso yang juga berada di lokasi langsung berdiskusi dengan Mayjend (Purn) TNI Burhanuddin Siagian dan pihak yayasan Cinta Budaya yang diwakili Pau Kok.
Dalam kesempatan itu mantan Kadiv Propam Mabes Polri ini meminta agar pihak yayasan segera menyelesaikan permasalahan tanah tersebut.
"Pihak yayasan harus segera menyelesaikan permasalahan tanah ini, saya akan mediasi kedua belah pihak. Jika ada masalah kita selesaikan dengan cara baik-baik, panggil semua pihak yayasan dan mari membicarakan solusinya," kata Kapolda.
Pada kesempatan itu, Burhanuddin akhirnya memberikan ruang, para siswa sekolah tersebut akhirnya bisa belajar kembali karena Burhanuddin meminta kepada petugas jaga untuk membuka gemboknya.
Sebab, mantan orang nomor satu di Kodam I/BB itu mengakui tidak berniat untuk menghalangi pada murid tersebut untuk sekolah. Karena dirinya pernah menjadi pendidik selama 15 tahun.
"Saya sangat sayang anak-anak. Karena saya pernah menjadi pendidik di TNI selama 15 tahun, saya menggembok pintu gerbang itu hanya untuk melindungi tanah saya bukan mengintimidasi," kata dia.
Sebab, sambung dia, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di lokasi itu maka dirinyalah yang pertama kali terperiksa. Namun, selama ini etikad baik dari pihak yayasan tidak ada justru memfitnah dirinya.
"Selama ini saya sudah cukup bersabar, tetapi tidak ada niat baik. Yang ada malah saya yang di fitnah. Bayangkan, saya selaku mantan Pangdam saja diperlakukan tidak baik, bagaimana dengan masyarakat kecil lainnya? Apa mungkin mereka bisa berbuat seperti yang saya lakukan?" ujarnya.
Karena itu, tambah Burhanuddin, dirinya berharap adanya keseimbangan sosial untuk menyelesaikan persoalan itu.
"Saya berharap tidak ada ketimpangan dalam hal ini, semua harus sama diperlakukan dimata hukum, aku yakin diluar saya masih banyak orang yang merasakan hal yang sama dengan saya. Ini tidak boleh terjadi pada siapa pun. Intinya, saya hanya mempertahankan hak saya saja,' pungkasnya.
Akibat penggembokan itu, ratusan orangtua/wali murid yang hendak mengantarkan anaknya ke sekolah terebut tidak bisa masuk dan harus menunggu di depan pintu gerbang sekolah di tengah guyuran hujan deras.
Karena itu pula, para orangtua/wali murid tersebut nyaris bertindak anarkis dan berusaha merubuhkan pintu gerbang sekolah.
Namun, aparat kepolisian yang sejak pagi sudah berjaga-jaga di lokasi kejadian langsung membentuk pagar betis untuk menghalau massa.
"Pihak yayasan ini kemana perginya ya? Kok pintu gerbangnya tidak dibuka, padahal kondisinya hujan deras dan semua sudah pada basah kuyup, kalau anak-anak pada sakit apa pihak yayasan mau bertanggung jawab?" kata Aliong salah seorang wali murid sambil berteriak histeris.
Dia mengaku, seharusnya pihak Yayasan bertanggung jawab atas kondisi tersebut bukan malah membebani para orangtua murid, apalagi sampai mengorbankannya selama berjam-jam.
"Kami jangan dikorbankan, apapun yang terjadi dengan sekolah ini kami selaku orangtua dan wali tidak perlu tahu, yang kami tau anak kami harus bersekolah," ujarnya.
Selain Aliong, orangtua murid lainnya, Hendy mengaku sangat kecewa dengan pihak yayasan karena tidak cepat merespon permasalahan yang terjadi dengan lokasi sekolahnya. Sebab, dalam kondisi yang seperti sekarang ini para murid akan terganggu proses belajarnya.
"Kami bayar uang sekolah disini, tetapi kenapa proses belajarnya yang justru terganggu? Jangan kami dikorbankan karena permasalahan tanah ini, siapapun pemiliknya kami tidak mau tau yang penting anak kami sekolah," katanya.
Sementara Kapolresta Medan, Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwihananto yang berada di lokasi tidak bisa berbuat banyak, mantan Wadir Reskrimsus Polda Sumut itu hanya bisa mengungkapkan kata ‘tenang’ kepada para orangtua murid.
"Tenang ibu, tenang. Jangan buat keributan, pak Kapolda sedang bermusyawarah dengan pak Burhanuddin, kita berharap segera selesai," kata Mardiaz kepada para orangtua murid.
Sedangkan Kapolda Sumut, Irjend Pol Raden Budi Winarso yang juga berada di lokasi langsung berdiskusi dengan Mayjend (Purn) TNI Burhanuddin Siagian dan pihak yayasan Cinta Budaya yang diwakili Pau Kok.
Dalam kesempatan itu mantan Kadiv Propam Mabes Polri ini meminta agar pihak yayasan segera menyelesaikan permasalahan tanah tersebut.
"Pihak yayasan harus segera menyelesaikan permasalahan tanah ini, saya akan mediasi kedua belah pihak. Jika ada masalah kita selesaikan dengan cara baik-baik, panggil semua pihak yayasan dan mari membicarakan solusinya," kata Kapolda.
Pada kesempatan itu, Burhanuddin akhirnya memberikan ruang, para siswa sekolah tersebut akhirnya bisa belajar kembali karena Burhanuddin meminta kepada petugas jaga untuk membuka gemboknya.
Sebab, mantan orang nomor satu di Kodam I/BB itu mengakui tidak berniat untuk menghalangi pada murid tersebut untuk sekolah. Karena dirinya pernah menjadi pendidik selama 15 tahun.
"Saya sangat sayang anak-anak. Karena saya pernah menjadi pendidik di TNI selama 15 tahun, saya menggembok pintu gerbang itu hanya untuk melindungi tanah saya bukan mengintimidasi," kata dia.
Sebab, sambung dia, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di lokasi itu maka dirinyalah yang pertama kali terperiksa. Namun, selama ini etikad baik dari pihak yayasan tidak ada justru memfitnah dirinya.
"Selama ini saya sudah cukup bersabar, tetapi tidak ada niat baik. Yang ada malah saya yang di fitnah. Bayangkan, saya selaku mantan Pangdam saja diperlakukan tidak baik, bagaimana dengan masyarakat kecil lainnya? Apa mungkin mereka bisa berbuat seperti yang saya lakukan?" ujarnya.
Karena itu, tambah Burhanuddin, dirinya berharap adanya keseimbangan sosial untuk menyelesaikan persoalan itu.
"Saya berharap tidak ada ketimpangan dalam hal ini, semua harus sama diperlakukan dimata hukum, aku yakin diluar saya masih banyak orang yang merasakan hal yang sama dengan saya. Ini tidak boleh terjadi pada siapa pun. Intinya, saya hanya mempertahankan hak saya saja,' pungkasnya.
(nag)