Jejak Soekarno-Hatta di Makkah dan Arafah Harumkan Indonesia
A
A
A
Soekarno dan Mohammad Hatta adalah dua pemimpin Indonesia yang memiliki reputasi dunia. Sumbangan keduanya bagi umat Islam, utamanya bagi umat Muslim yang menjalankan ibadah haji, sangat besar dan masih bisa dirasakan saat ini.
Seperti diceritakan oleh anak pertama Mohammad Hatta, Meutia Farida Swasono dalam buku kenangan yang berjudul Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan. Cerita tersebut dimulai saat Bung Hatta menunaikan ibadah haji pada tahun 1952.
Bung Hatta yang memperhatikan keadaan di sekitar Kakbah, kemudian menyarankan kepada pemimpin Saudi Arabia yang saat itu mendampinya menjalankan ibadah haji, agar memindahkan toko-toko dagangan yang berada di sekitar Masjidil Haram.
Toko-toko itu, sebelum dipindahkan tampak sangat menganggu konsentrasi orang-orang yang sedang menjalankan ibadah, karena terletak persis di sekitar Masjidil Haram dan sangat mencolok mata. Saat ini, toko-toko itu sudah tidak ada lagi.
Sejak usul Bung Hatta tersebut, toko-toko itu segera dipindahkan dari sekeliling Masjidil Haram, hingga orang-orang yang menunaikan ibadah haji saat inipun bisa lebih berkonsentrasi, tanpa terganggu dengan pemandangan toko-toko tersebut.
Manfaat ini bukan hanya dirasakan oleh umat Muslim di Indonesia yang sedang menjalankan ibadah haji, melainkan juga umat Muslim di Dunia yang sedang menunaikan ibadah haji di Makkah. Inilah salah satu sumbangan terbesar Hatta.
Sumbangan lainnya adalah saat Bung Hatta akan melakukan sai. Ibadah sai merupakan salah satu rukun umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik tujuh kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan sebaliknya.
Kedua bukit yang satu sama lainnya berjarak sekitar 405 meter. Saat itu, Hatta melihat orang yang akan melakukan sai sangat banyak. Sementara orang-orang yang berjalan kaki dari arah bukit Shafa ke bukit Marwa sering bertubrukan.
Menurut Hatta, hal itu harus segera diselesaikan oleh pemerintah Arab Saudi. Untuk mencegah terjadinya tubrukan itu, Bung Hatta mengusulkan kepada pemimpin Saudi Arabia yang menemaninya agar segera dibuatkan jalur pemisah di tengah-tengah.
Atas usul dari Bung Hatta itulah, maka di tengah-tengah tempat ibadah sai dibuatkan jalur pemisah untuk orang-orang yang berjalan dari arah bukit Shafa ke bukit Marwa, dengan mereka yang berjalan dan berlari dari arah sebaliknya.
Kini, setelah pembatas itu dibuat, orang-orang yang melaksanakan ibadah sai terlihat lebih teratur. Sedang di tengah jalur pemisah itu dibuatkan jalan untuk kereta dorong bagi mereka yang tidak kuat berjalan kaki melakukan ibadah sai.
Sementara Soekarno, yang menunaikan ibadah haji beberapa tahun setelah Hatta, yakni pada tahun 1955, juga menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah Arab Saudi, utamanya agar peribadatan haji bisa menjadi lebih aman dan nyaman.
Saat itu, Soekarno mengusulkan kepada pemerintah Arab Saudi agar memperbesar Masjidil Haram. Sebagai seorang insinyur, Soekarno melihat, bangunan Masjidil Haram masih bisa diperbesar dan menampung lebih banyak jamaah haji yang datang.
Setelah mendengarkan penjelasan Soekarno, pemerintah Arab Saudi akhirnya mau memperbesar Masjidil Haram seperti yang ada seperti sekarang ini. Sumbangan Soekarno lainnya yang hingga kini masih bisa disaksikan adalah pohon Soekarno.
Dalam buku yang dihimpun Tim Media Center Haji (MCH) yang berisi tentang catatan haji jurnalis di Tanah Suci disebutkan, saat Soekarno menunaikan ibadah haji, dia mengusulkan dua hal kepada Raja Fahd, satunya adalah penghijauan Padang Arafah.
Setibanya di Tanah Air, Soekarno mengirimkan ribuan bibit pohon mimba ke Arab Saudi. Ternyata, pohon itu tumbuh subur merindangi banyak titik di Arafah. Belakangan, keberhasilan itu disebarkan juga ke Madinah dan Jeddah.
Pohon ini memiliki banyak manfaat, terutama dalam mengurangi suhu panas para jamaah haji dalam melaksanakan wukuf. Pohon ini juga banya ditanam dekat lokasi-lokasi yang akan ditempati tenda-tenda jamaah haji dari seluruh dunia untuk wukuf.
Saat kini, pohon Soekarno masih bisa dilihat, baik di jalan-jalan utama Padang Arafah, dan banyak titik di kawasan Arab Saudi. Pohon-pohon itu, bukan hanya melindungi para jamaah haji, tetapi juga rakyat Arab Saudi dari terik matahari.
Demikian jejak Soekarno-Hatta di Makkah dan Arafah mengharumkan nama Indonesia. Sampai di sini ulasan singkat mengenai jejak peninggalan Soekarno-Hatta di Makkah dan Arafah. Semoga bermanfaat.
Sumber Tulisan
* Meutia Farida Swasono, Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan, Penerbit Sinar Harapan bekerjasama dengan Penerbit Universitas Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, 1980.
* Randi Renggana, Jangan Panggil Saya Haji, Catatan Haji Jurnalis di Tanah Suci, Penerbit Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka, Cetakan Pertama, 2014.
Seperti diceritakan oleh anak pertama Mohammad Hatta, Meutia Farida Swasono dalam buku kenangan yang berjudul Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan. Cerita tersebut dimulai saat Bung Hatta menunaikan ibadah haji pada tahun 1952.
Bung Hatta yang memperhatikan keadaan di sekitar Kakbah, kemudian menyarankan kepada pemimpin Saudi Arabia yang saat itu mendampinya menjalankan ibadah haji, agar memindahkan toko-toko dagangan yang berada di sekitar Masjidil Haram.
Toko-toko itu, sebelum dipindahkan tampak sangat menganggu konsentrasi orang-orang yang sedang menjalankan ibadah, karena terletak persis di sekitar Masjidil Haram dan sangat mencolok mata. Saat ini, toko-toko itu sudah tidak ada lagi.
Sejak usul Bung Hatta tersebut, toko-toko itu segera dipindahkan dari sekeliling Masjidil Haram, hingga orang-orang yang menunaikan ibadah haji saat inipun bisa lebih berkonsentrasi, tanpa terganggu dengan pemandangan toko-toko tersebut.
Manfaat ini bukan hanya dirasakan oleh umat Muslim di Indonesia yang sedang menjalankan ibadah haji, melainkan juga umat Muslim di Dunia yang sedang menunaikan ibadah haji di Makkah. Inilah salah satu sumbangan terbesar Hatta.
Sumbangan lainnya adalah saat Bung Hatta akan melakukan sai. Ibadah sai merupakan salah satu rukun umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik tujuh kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan sebaliknya.
Kedua bukit yang satu sama lainnya berjarak sekitar 405 meter. Saat itu, Hatta melihat orang yang akan melakukan sai sangat banyak. Sementara orang-orang yang berjalan kaki dari arah bukit Shafa ke bukit Marwa sering bertubrukan.
Menurut Hatta, hal itu harus segera diselesaikan oleh pemerintah Arab Saudi. Untuk mencegah terjadinya tubrukan itu, Bung Hatta mengusulkan kepada pemimpin Saudi Arabia yang menemaninya agar segera dibuatkan jalur pemisah di tengah-tengah.
Atas usul dari Bung Hatta itulah, maka di tengah-tengah tempat ibadah sai dibuatkan jalur pemisah untuk orang-orang yang berjalan dari arah bukit Shafa ke bukit Marwa, dengan mereka yang berjalan dan berlari dari arah sebaliknya.
Kini, setelah pembatas itu dibuat, orang-orang yang melaksanakan ibadah sai terlihat lebih teratur. Sedang di tengah jalur pemisah itu dibuatkan jalan untuk kereta dorong bagi mereka yang tidak kuat berjalan kaki melakukan ibadah sai.
Sementara Soekarno, yang menunaikan ibadah haji beberapa tahun setelah Hatta, yakni pada tahun 1955, juga menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah Arab Saudi, utamanya agar peribadatan haji bisa menjadi lebih aman dan nyaman.
Saat itu, Soekarno mengusulkan kepada pemerintah Arab Saudi agar memperbesar Masjidil Haram. Sebagai seorang insinyur, Soekarno melihat, bangunan Masjidil Haram masih bisa diperbesar dan menampung lebih banyak jamaah haji yang datang.
Setelah mendengarkan penjelasan Soekarno, pemerintah Arab Saudi akhirnya mau memperbesar Masjidil Haram seperti yang ada seperti sekarang ini. Sumbangan Soekarno lainnya yang hingga kini masih bisa disaksikan adalah pohon Soekarno.
Dalam buku yang dihimpun Tim Media Center Haji (MCH) yang berisi tentang catatan haji jurnalis di Tanah Suci disebutkan, saat Soekarno menunaikan ibadah haji, dia mengusulkan dua hal kepada Raja Fahd, satunya adalah penghijauan Padang Arafah.
Setibanya di Tanah Air, Soekarno mengirimkan ribuan bibit pohon mimba ke Arab Saudi. Ternyata, pohon itu tumbuh subur merindangi banyak titik di Arafah. Belakangan, keberhasilan itu disebarkan juga ke Madinah dan Jeddah.
Pohon ini memiliki banyak manfaat, terutama dalam mengurangi suhu panas para jamaah haji dalam melaksanakan wukuf. Pohon ini juga banya ditanam dekat lokasi-lokasi yang akan ditempati tenda-tenda jamaah haji dari seluruh dunia untuk wukuf.
Saat kini, pohon Soekarno masih bisa dilihat, baik di jalan-jalan utama Padang Arafah, dan banyak titik di kawasan Arab Saudi. Pohon-pohon itu, bukan hanya melindungi para jamaah haji, tetapi juga rakyat Arab Saudi dari terik matahari.
Demikian jejak Soekarno-Hatta di Makkah dan Arafah mengharumkan nama Indonesia. Sampai di sini ulasan singkat mengenai jejak peninggalan Soekarno-Hatta di Makkah dan Arafah. Semoga bermanfaat.
Sumber Tulisan
* Meutia Farida Swasono, Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan, Penerbit Sinar Harapan bekerjasama dengan Penerbit Universitas Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, 1980.
* Randi Renggana, Jangan Panggil Saya Haji, Catatan Haji Jurnalis di Tanah Suci, Penerbit Ruang Kata Imprint Kawan Pustaka, Cetakan Pertama, 2014.
(san)