Dandim Bantah Lakukan Intimidasi Petani Gabah
A
A
A
PALOPO - Komandan Kodim (Dandim) 1403 Sawerigading, Letkol Kav Cecep Tendi Sutandi, membantah tudingan yang menyebutkan TNI telah melakukan intimidasi dalam hal penjualan gabah petani di Luwu Raya.
Cecep menegaskan bahwa kabar yang menyebutkan personil TNI di lapangan melakukan pemaksaan kepada petani untuk menjual gabah mereka ke Bulog adalah tidak benar.
"Itu tidak benar, kami tidak pernah melakukan intervensi ke petani termasuk melarang petani di Luwu Raya untuk menjual ke pedagang yang dari luar Kuwu Raya, tegasnya, Senin, (6/6/2016) kemarin.
Dijelaskan bahwa keberadaan TNI di lingkungan petani hanya sebatas kegiatan pendamping dalam mensukseskan program swasembada pangan nasional.
"Ini perintah Pak Presiden yang pimpinan kami melakukan kerjasama berupa MoU antara TNI dan Kementerian Pertanian," ujarnya.
Terkait kabar diatas yang menyebutkan TNI telah memaksa petani di Luwu Raya untuk menjual gabah mereka ke Bulog, menurut Dandim tidak benar.
"Pihak kami hanya berusaha menstabilkan harga antara harga beli Bulog, pedagang di Luwu Raya dan pedagang dari luar Luwu Raya," jelasnya.
Lebih jauh disampaikan bahwa harga beli gabah oleh pemerintah dalam hal ini adalah Bulog saat ini Rp3.800. "Bulog tidak boleh membeli gabah petani kurang dari harga tersebut," katanya.
Sementara di lapangan harga yang dipatok oleh pedagang dari luar Luwu Raya mencapai Rp4.200. "Bulog pasti kewalahan termasuk pedagang lokal yang tidak mampu menjangkau harga Ro4.200 diatas," katanya.
Sementara kata Dandim, disisi lain, ketersediaan stok pangan pemerintah melalui Bulog harus ada dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Kalau Bulog kosong tiba-tiba ada bencana, dimana kita mau ambil beras, Bulog ini pemerintah, kapan saja kita bisa ambil beras di Bulog ketika dibutuhkan dalam keadaan mendesak," katanya.
Makanya kata dia, dalam beberapa waktu lalu dirinya mengambil kebijakan atas izin pimpinan TNI di pusat untuk mengatur alur perdagangan gabah di Luwu Raya.
"Tiga hari kami coba pantau dan batas pembeli dari luar Luwu Raya, hasilnya saat ini mulai membaik harga mulai normal dan membaik antara Bulog, pedagang lokal dan pedagang atau pembeli luar Luwu Raya," jelasnya.
Menurut cecep, bahwa ributnya persoalan harga gabah di Luwu Raya saat ini diakibatkan adanya oknum seperti tengkulak atau pengumpul gabah yang merasa terancam dengan mata pencaharian mereka.
"Pedagang ini sebenarnya dibuat rugi termasuk pemerintah, harga jual Rp4.200 itu oleh pedagang luar daerah tidak sampai ke petani, kalau tidak percaya silahkan di cek di lapangan, petani tetap menerima harga sama dengan Bulog Rp3.800, yang bermain adalah tengkulak atau pengepul," katanya.
Maka dari itu kata Cecep, pihaknya telah melakukan pendekatan secara persuasif.
"Penananganan tengkulak atau pengumpul memang sedikit sulit karena mereka ini saudara saudara kita juga, jadi salah satu cara adalah melakukan pendekatan-pendekatan secara persuasif, ini yang sementara kami lakukan," ujarnya.
Untuk diketahui, sejumlah informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa petani di Luwu Raya mengaku telah mendapat tindakan pemaksaan oleh pihak TNI di lapangan untuk tidak menjual gabah mereka ke pedagang yang memiliki harga beli lebih tinggi dari Bulog.
Bahkan kabar lain menyebutkan, TNI di Luwu Raya telah melakukan swiping di jalan dan melarang pedang gabah asal Sidrap dan daerah lainnya masuk di Luwu Raya untuk membeli gabah.
Bupati Luwu, H Andi Mudzakkar, bahkan mengaku keberatan dengan kebijakan TNI tersebut. Cakka sapaan akrab Bupati Luwu justeru menyalahkan Bulog yang tidak mampu bersaing dengan pedagang atau pengusaha gabah swasta.
"Petani tidak boleh dilarang, mereka ini mencari keuntungan yang lebih besar, saya rasa itu manusiawi dan itu hak mereka, harusnya Bulog mampu bekerja dan membangun kemitraan dengan baik dengan para petani bukan dengan melibatkan TNI untuk memaksakan masyarakat menjual gabah mereka ke Bulog," ujar Cakka.
Untuk diketahui, target serapan gabah perbulan di Luwu Raya sebanyak 50.000 ton. 50.000 ton gabah ini setara dengan 20.000 ton beras perbulannya di Luwu Raya. Hingga awal juni tahun ini capaian dari target serapan gabah diatas baru sekira 42 persen atau berkisar 21.000 ton gabah.
Cecep menegaskan bahwa kabar yang menyebutkan personil TNI di lapangan melakukan pemaksaan kepada petani untuk menjual gabah mereka ke Bulog adalah tidak benar.
"Itu tidak benar, kami tidak pernah melakukan intervensi ke petani termasuk melarang petani di Luwu Raya untuk menjual ke pedagang yang dari luar Kuwu Raya, tegasnya, Senin, (6/6/2016) kemarin.
Dijelaskan bahwa keberadaan TNI di lingkungan petani hanya sebatas kegiatan pendamping dalam mensukseskan program swasembada pangan nasional.
"Ini perintah Pak Presiden yang pimpinan kami melakukan kerjasama berupa MoU antara TNI dan Kementerian Pertanian," ujarnya.
Terkait kabar diatas yang menyebutkan TNI telah memaksa petani di Luwu Raya untuk menjual gabah mereka ke Bulog, menurut Dandim tidak benar.
"Pihak kami hanya berusaha menstabilkan harga antara harga beli Bulog, pedagang di Luwu Raya dan pedagang dari luar Luwu Raya," jelasnya.
Lebih jauh disampaikan bahwa harga beli gabah oleh pemerintah dalam hal ini adalah Bulog saat ini Rp3.800. "Bulog tidak boleh membeli gabah petani kurang dari harga tersebut," katanya.
Sementara di lapangan harga yang dipatok oleh pedagang dari luar Luwu Raya mencapai Rp4.200. "Bulog pasti kewalahan termasuk pedagang lokal yang tidak mampu menjangkau harga Ro4.200 diatas," katanya.
Sementara kata Dandim, disisi lain, ketersediaan stok pangan pemerintah melalui Bulog harus ada dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Kalau Bulog kosong tiba-tiba ada bencana, dimana kita mau ambil beras, Bulog ini pemerintah, kapan saja kita bisa ambil beras di Bulog ketika dibutuhkan dalam keadaan mendesak," katanya.
Makanya kata dia, dalam beberapa waktu lalu dirinya mengambil kebijakan atas izin pimpinan TNI di pusat untuk mengatur alur perdagangan gabah di Luwu Raya.
"Tiga hari kami coba pantau dan batas pembeli dari luar Luwu Raya, hasilnya saat ini mulai membaik harga mulai normal dan membaik antara Bulog, pedagang lokal dan pedagang atau pembeli luar Luwu Raya," jelasnya.
Menurut cecep, bahwa ributnya persoalan harga gabah di Luwu Raya saat ini diakibatkan adanya oknum seperti tengkulak atau pengumpul gabah yang merasa terancam dengan mata pencaharian mereka.
"Pedagang ini sebenarnya dibuat rugi termasuk pemerintah, harga jual Rp4.200 itu oleh pedagang luar daerah tidak sampai ke petani, kalau tidak percaya silahkan di cek di lapangan, petani tetap menerima harga sama dengan Bulog Rp3.800, yang bermain adalah tengkulak atau pengepul," katanya.
Maka dari itu kata Cecep, pihaknya telah melakukan pendekatan secara persuasif.
"Penananganan tengkulak atau pengumpul memang sedikit sulit karena mereka ini saudara saudara kita juga, jadi salah satu cara adalah melakukan pendekatan-pendekatan secara persuasif, ini yang sementara kami lakukan," ujarnya.
Untuk diketahui, sejumlah informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa petani di Luwu Raya mengaku telah mendapat tindakan pemaksaan oleh pihak TNI di lapangan untuk tidak menjual gabah mereka ke pedagang yang memiliki harga beli lebih tinggi dari Bulog.
Bahkan kabar lain menyebutkan, TNI di Luwu Raya telah melakukan swiping di jalan dan melarang pedang gabah asal Sidrap dan daerah lainnya masuk di Luwu Raya untuk membeli gabah.
Bupati Luwu, H Andi Mudzakkar, bahkan mengaku keberatan dengan kebijakan TNI tersebut. Cakka sapaan akrab Bupati Luwu justeru menyalahkan Bulog yang tidak mampu bersaing dengan pedagang atau pengusaha gabah swasta.
"Petani tidak boleh dilarang, mereka ini mencari keuntungan yang lebih besar, saya rasa itu manusiawi dan itu hak mereka, harusnya Bulog mampu bekerja dan membangun kemitraan dengan baik dengan para petani bukan dengan melibatkan TNI untuk memaksakan masyarakat menjual gabah mereka ke Bulog," ujar Cakka.
Untuk diketahui, target serapan gabah perbulan di Luwu Raya sebanyak 50.000 ton. 50.000 ton gabah ini setara dengan 20.000 ton beras perbulannya di Luwu Raya. Hingga awal juni tahun ini capaian dari target serapan gabah diatas baru sekira 42 persen atau berkisar 21.000 ton gabah.
(nag)