Mahasiswi dan Pelajar Mayoritas Pasien di Klinik Aborsi Ilegal
A
A
A
MEDAN - Pasien praktek aborsi ilegal Budi Mulia yang digerebek Polisi di Jalan Medan-Binjai, Kilometer (Km) 13,5 Desa Seisemayang, Kabupaten Deliserdang, kebanyakan mahasiswi dan pelajar. Hal ini berdasarkan pengamatan warga setempat selama bertahun tahun klinik tersebut beroperasi.
M Banjarnahor seorang warga mengatakan, klinik Budi Mulia itu berdiri kurang lebih 15 tahun lalu. Namun, sejak lima tahun terakhir, klinik Budi Mulia dengan Nomor izin RA .0201.10.1459 itu mendadak besar. Pasiennya pun langsung membludak berasal dari kaula muda (wanita). Dan sejak saat itu pemilik klinik langsung merenovasi dan memperbesar tempat prakteknya hingga tiga ruko berlantai tiga.
“Berkembangnya klinik ini sejak lima tahun lalu. Mereka (pemilik) langsung membangun tiga ruko dengan tiga lantai. Panjangnya pun langsung bertambah, begitu juga dengan ruang persalinannya,” ujarnya.
Tetapi, sambung dia, warga sekitar tidak mengetahui persis apa yang sudah dilakukan kedua dokter itu di dalam kliniknya. Sebab, satupun pasiennya tidak ada yang pernah bercerita kepada warga sekitar. Kecuali para perawat dan bidan yang sering bercerita saat membeli makanan di warung.
“Perawat dan bidan itu pernah memang cerita, tetapi tidak ada yang berani melaporkan kejadian itu ke polisi karena takut,” sebut dia.
Senada dengan M Banjar Nahor, warga lainnya Ana mengakui, selama ini banyak pasien klinik tersebut berstatus mahasiswi dan istri muda bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Rata-rata pasien klinik itu wanita muda memang, ada diantaranya masih mahasiswi, istri berusia muda bahkan pelajar setingkat SMA tetapi sudah hamil dan digugurkan di tempat itu,” kata dia.
Menurut dia, terbongkarnya praktek aborsi ilegal itu tidak terlepas dari banyaknya perawat dan bidan yang bercerita di warungnya saat belanja makanan. Sebab, sehari-harinya dia bekerja menjual nasi tak jauh dari lokasi kejadian.
“Para pegawai itu yang cerita kalau beli nasi ke warung. Kadang dibilangnya yang aborsi itu anak wanita muda, mahasiswi bahkan pelajar SMA,” ungkap dia.
Meski begitu, masih kata dia, warga sekitar tidak mengetahui dimana tempat pembuangan janin setelah aborsi. “Kalau itu kami tidak tau dimana mereka (pelaku) membuangnya. Yang aku tau ada septic tank dibuat tepat di depan klinik itu dua lokasi. Tempatnya pun sangat besar,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk tarif sekali melakukan aborsi, pengelola meminta sekitar Rp5 juta.
“Tarifnya Rp5 juta bang, itu yang pernah diceritakan para pegawainya sebelum digerebek,”ucap dia.
Sementara, Kepala Dusun (Kadus) 10, Desa Seisemayang, Abdul Somat mengaku, tidak mengetahui adanya praktek aborsi ilegal tersebut. “Saya tidak tau pak, yang aku tau klini Budi Mulia ini menerima pasien yang sakit dan persalinan. Diluar itu saya tidak mengetahui apapun,” kata Somat.
Terpisah, Kasubdit III/Jahtanras Polda Sumut, AKBP Faisal Napitupulu mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap Barang-bukti (BB) berupa janin yang diamankan dari Septic Tank klinik tersebut. “Janin yang diamankan itu saat ini masih diperiksa di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Medan,” kata Faisal.
Meski begitu, sambung dia, untuk sementara waktu pihaknya masih belum meningkatkan status ke tujuh orang saksi yang diamankan dari lokasi. “Ke tujuh orang itu statusnya masih saksi karena masih dalam pemeriksaan,” kata dia.
Dia menjelaskan, kedua dokter yang diamankan itu untuk sementara waktu dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 pasal 194 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan KUHPidana Pasal 299 Jo Pasal 346 Jo Pasal 348 dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
“Selain Janin yang masih dalam penelitian, kita juga mengamankan sejumlah barang bukti lain seperti peralatan opname, buku tamu, jarum suntik, obat-obatan serta nama-nama pasien,”tandasnya.
M Banjarnahor seorang warga mengatakan, klinik Budi Mulia itu berdiri kurang lebih 15 tahun lalu. Namun, sejak lima tahun terakhir, klinik Budi Mulia dengan Nomor izin RA .0201.10.1459 itu mendadak besar. Pasiennya pun langsung membludak berasal dari kaula muda (wanita). Dan sejak saat itu pemilik klinik langsung merenovasi dan memperbesar tempat prakteknya hingga tiga ruko berlantai tiga.
“Berkembangnya klinik ini sejak lima tahun lalu. Mereka (pemilik) langsung membangun tiga ruko dengan tiga lantai. Panjangnya pun langsung bertambah, begitu juga dengan ruang persalinannya,” ujarnya.
Tetapi, sambung dia, warga sekitar tidak mengetahui persis apa yang sudah dilakukan kedua dokter itu di dalam kliniknya. Sebab, satupun pasiennya tidak ada yang pernah bercerita kepada warga sekitar. Kecuali para perawat dan bidan yang sering bercerita saat membeli makanan di warung.
“Perawat dan bidan itu pernah memang cerita, tetapi tidak ada yang berani melaporkan kejadian itu ke polisi karena takut,” sebut dia.
Senada dengan M Banjar Nahor, warga lainnya Ana mengakui, selama ini banyak pasien klinik tersebut berstatus mahasiswi dan istri muda bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Rata-rata pasien klinik itu wanita muda memang, ada diantaranya masih mahasiswi, istri berusia muda bahkan pelajar setingkat SMA tetapi sudah hamil dan digugurkan di tempat itu,” kata dia.
Menurut dia, terbongkarnya praktek aborsi ilegal itu tidak terlepas dari banyaknya perawat dan bidan yang bercerita di warungnya saat belanja makanan. Sebab, sehari-harinya dia bekerja menjual nasi tak jauh dari lokasi kejadian.
“Para pegawai itu yang cerita kalau beli nasi ke warung. Kadang dibilangnya yang aborsi itu anak wanita muda, mahasiswi bahkan pelajar SMA,” ungkap dia.
Meski begitu, masih kata dia, warga sekitar tidak mengetahui dimana tempat pembuangan janin setelah aborsi. “Kalau itu kami tidak tau dimana mereka (pelaku) membuangnya. Yang aku tau ada septic tank dibuat tepat di depan klinik itu dua lokasi. Tempatnya pun sangat besar,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk tarif sekali melakukan aborsi, pengelola meminta sekitar Rp5 juta.
“Tarifnya Rp5 juta bang, itu yang pernah diceritakan para pegawainya sebelum digerebek,”ucap dia.
Sementara, Kepala Dusun (Kadus) 10, Desa Seisemayang, Abdul Somat mengaku, tidak mengetahui adanya praktek aborsi ilegal tersebut. “Saya tidak tau pak, yang aku tau klini Budi Mulia ini menerima pasien yang sakit dan persalinan. Diluar itu saya tidak mengetahui apapun,” kata Somat.
Terpisah, Kasubdit III/Jahtanras Polda Sumut, AKBP Faisal Napitupulu mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap Barang-bukti (BB) berupa janin yang diamankan dari Septic Tank klinik tersebut. “Janin yang diamankan itu saat ini masih diperiksa di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Medan,” kata Faisal.
Meski begitu, sambung dia, untuk sementara waktu pihaknya masih belum meningkatkan status ke tujuh orang saksi yang diamankan dari lokasi. “Ke tujuh orang itu statusnya masih saksi karena masih dalam pemeriksaan,” kata dia.
Dia menjelaskan, kedua dokter yang diamankan itu untuk sementara waktu dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 pasal 194 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan KUHPidana Pasal 299 Jo Pasal 346 Jo Pasal 348 dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
“Selain Janin yang masih dalam penelitian, kita juga mengamankan sejumlah barang bukti lain seperti peralatan opname, buku tamu, jarum suntik, obat-obatan serta nama-nama pasien,”tandasnya.
(sms)