Sidik Kasus La Nyalla, Jaksa Hanya Putar Cerita Lama

Senin, 11 April 2016 - 16:48 WIB
Sidik Kasus La Nyalla,...
Sidik Kasus La Nyalla, Jaksa Hanya Putar Cerita Lama
A A A
SURABAYA - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dinilai hanya mengulang-ulang fakta hukum lama dalam sidang praperadilan atas penetapan Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti. Sebelumnya La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penggunaan dana hibah Kadin Jatim untuk pembelian saham IPO Bank Jatim. Jaksa juga dinilai mengaburkan fakta hukum acara pidana terkait penetapan tersangka yang tidak prosedural.

Tim advokat Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, pembelaan jaksa yang disampaikan dalam kesimpulan tidak berdasar, baik dalam hal administrasi hukum maupun pokok perkara. Dalam hal administrasi hukum, La Nyalla tidak pernah diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka dalam perkara ini.

Ketua umum PSSI itu langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa diperiksa. Namun, jaksa membela diri bahwa La Nyalla sebelumnya pernah diperiksa sebagai saksi.

“Sekali lagi saya tegaskan, dalam perkara ini, La Nyalla belum pernah diperiksa. Ketika terbit Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-256/O.5/Fd.1/03/2016 tanggal 10 Maret 2016, lalu Sprindik Nomor: Print-291/O.5/Fd.1/03/2016 tanggal 16 Maret yang lalu disusul penetapan tersangka, Pak La Nyalla belum sekalipun diperiksa. Pemeriksaan terhadap Pak La Nyalla hanya pernah dilakukan saat penyidikan tahun lalu di mana kasusnya sudah inkracht. Ditambah lagi, Sprindik sebelumnya tentang perkara ini sudah dibatalkan oleh putusan sidang praperadilan Nomor: 11/Praper/2016/PN.Sby tanggal 7 Maret 2016. Itu fakta yang sangat gamblang, tidak usah dikaburkan,” ujar Adik dalam pernyataan tertulisnya seusai sidang praperadilan La Nyalla di PN Surabaya, Senin (11/4/2016). Sidang hari ini beragendakan kesimpulan oleh masing-masing pihak.

La Nyalla, sambung Adik, kemudian dipanggil oleh Kejati Jatim bersamaan dengan penetapan sebagai tersangka pada 16 Maret. Surat pemanggilan pemeriksaan dikeluarkan oleh Kejati jatim pada saat status La Nyalla sudah tersangka.

“Penetapan pemohon sebagai tersangka tanpa diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi/calon tersangka bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015,” ujar Adik.

Sebelumnya, saksi ahli Guru Besar Hukum UGM Prof Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan, putusan MK yang mengharuskan adanya pemeriksaan sebagai saksi/calon tersangka sebelum penetapan tersangka dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai terjadi unfair prejudice, atau persangkaan yang tidak wajar.

“Oleh karena itu seseorang ketika hendak dinyatakan sebagai tersangka dia mesti diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi. Tentunya keadaan-keadaan seperti tidak berlaku dalam hal tertangkap tangan. Tapi dalam perkara ini bukan kategori tertangkap tangan,” ujarnya.

Adik mencontohkan, putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor : 67/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel tanggal 4 Agustus 2015, dalam perkara permohonan praperadilan antara Dahlan Iskan melawan Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Cq Asisten Tindak Pidana Khusus, status tersangka Dahlan juga dibatalkan dengan pertimbangan bahwa mantan menteri BUMN itu ditetapkan sebagai tersangka tanpa diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi/calon tersangka.

Terkait pernyataan jaksa dalam kesimpulan yang menyatakan terdapat dugaan kesalahan pada kuitansi pengembalian dana hibah Kadin Jatim yang dipinjam sementara untuk pembelian saham Bank Jatim, Adik menyatakan hal tersebut sama sekali bukan bukti baru.

Dia menegaskan, fakta-fakta hukum seputar pembelian IPO Bank Jatim menggunakan dana hibah Kadin Jatim pada 2012 sudah terungkap dalam perkara terdahulu yang telah diputus oleh pengadilan pada 2015 dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah).

BPKP juga telah melakukan audit dana hibah Kadin Jatim tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014. Berdasarkan keterangan saksi ahli dari Kejati Jatim, yaitu auditor BPKP Bambang Nurcahyo, dalam persidangan praperadilan sebelumnya, dinyatakan bahwa pembelian saham IPO Bank Jatim juga merupakan temuan dalam perkara terdahulu.

Jumlah dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan yang dinyatakan audit BPKP sebagai kerugian negara telah dibayar dan dibebankan kepada dua pengurus Kadin Jatim yang telah menjadi terpidana pada penyidikan 2015, yaitu Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring.

“Saya sebenarnya enggan masuk ke pokok perkara karena ini sidang praperadilan. Tapi karena jaksa bilang bahwa perkara ini adalah pengembangan dari kasus terdahulu, saya harus tegaskan ke publik biar tidak dikaburkan fakta hukumnya. Apa yang disampaikan jaksa adalah fakta-fakta hukum lama yang sudah dipertimbangkan dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada 2015 dengan terpidana Diar dan Nelson. Soal pengembalian dana hibah yang dipinjam sementara untuk beli saham IPO Bank Jatim itu juga sudah ada di persidangan tahun lalu. Tidak ada yang baru. Sehingga ini bukan merupakan pengembangan kasus sebagaimana yang didalilkan oleh jaksa,” tegas Adik.

Menurut dia, tidak bisa kasus yang yang sudah berkekuatan hukum tetap, sudah ada terpidana, sudah tak ada kerugian negara, tapi diungkit-ungkit lagi. Ini yang oleh ahli hukum UI, Chudry Sitompul ditengarai ada kepentingan lain di luar kepentingan hukum.

"Pendapat itu sangat wajar, apalagi kejaksaan yang full power berhadapan dengan warga sipil. Padahal warga sipil harus dilindungi haknya untuk mendapat kepastian hukum. Tidak bisa dibikin semena-mena seperti ini dengan tujuan di luar hukum, apalagi agenda politik,” tandas Adik.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1691 seconds (0.1#10.140)