Lagi, Pekerja Proyek Podomoro Tewas Terjatuh dari Lantai 10
A
A
A
MEDAN - Mega proyek Podomoro City Deli kembali menelan korban jiwa. Kali ini seorang pekerja dinyatakan tewas setelah terjatuh dari lantai 10, di Jalan Putri Hijau Medan.
Sejak proyek tersebut mulai dibangun, sedikitnya sudah delapan orang pekerja dinyatakan tewas dalam bangunan tersebut. Peristiwa pertama terjadi pada 25 Agustus 2014. Dua pekerja dinyatakan tewas setelah terjatuh dari lantai 10.
Kemudian, pada 8 Juni 2015 dua pekerja tewas tertimpa material bangunan. Lalu, pada Jumat 4 Desember 2015 tiga pekerja kembali jatuh dari lantai delapan, dan langsung meninggal dunia di tempat kejadian.
Peristiwa selanjutnya terjadi pada hari ini. Diduga, para pekerja yang tewas adalah tumbal dari proyek itu. Korban ke-10 adalah Antoni Hutagalung, warga Jakarta.
Setelah itu, pada Sabtu 5 Desember 2015, tiga pekerja tewas setelah lantai yang dipijaknya amblas, dan korban terjerembab jatuh dari ketinggian 36 meter. Meski kecelakaan kerja sudah terjadi secara berulang-ulang, tidak ada proses hukum.
Kapolsekta Medan Barat Kompol Viktor Ziliwu ketika dikonfirmasi terkesan menutupi dan berpura-pura tidak mengetahui adanya peristiwa itu. “Saya belum tahu, saya cek dulu,” katanya singkat, Rabu (30/3/2016).
Begitu juga saat ditanya apa penyebab kematian korban apakah ada unsur kelalaian, sehingga melanggar hukum pidana, mantan Wakasat Reskrim Polresta Medan ini malah menyebut korban tewas karena sakit.
“Penyebab kematiannya karena sakit. Meski begitu, kami masih melakukan penyelidikan atas kasus itu,” terangnya.
Sementara itu, kerabat korban Benny Hutagalung mengatakan, korban tewas di Rumah Sakit (RS) setelah menjalani perawatan medis. “Tadi saya dapat kabar dari pihak proyek. Katanya Antoni meninggal,” terangnya.
Menurut Beni, saat dia melihat jasad korban, di bagian wajah tampak dipenuhi lumuran darah. Bahkan, dari bagian telinga juga mengeluarkan darah segar.
“Saya enggak tahu pasti kejadiannya bagaimana. Ini mau kami bawa ke Tarutung,” ungkap Beni buru-buru membawa jenazah korban.
Apalagi sejumlah preman berusaha dan menghalangi pihak keluarga untuk tidak memberi keterangan apapun kepada awak media yang melakukan peliputan. Alhasil, seorang wartawan TVRI Davies sempat dianiaya dan dipukul saat meliput di RS Malahayati.
Akibat pemukulan itu, kameranya menjadi rusak. “Saya dihalangi saat hendak mengambil gambar di RS Malahayati, mereka meminta agar saya pergi. Karena aku tak menghiraukan mereka, tanganku dipukul sehingga kameraku terjatuh,” jelasnya.
Meski begitu, dia (Davie) berusaha memberikan pengertian pada preman tersebut. Namun, pelaku malah makin emosi dan kembali melakukan penganiayaan dengan menendangnya dari belakang.
“Saya ditendang, dibentak, dan menuduh saya sebagai pengacau rencana mereka (pelaku),” sebutnya.
Sedangkan sejumlah pekerja lainnya yang tidak bersedia disebutkan namanya juga mengaku, korban terjatuh bukan di saat bekerja, tetapi saat berada di kamar kosnya, di Jalan Gaharu, Medan.
“Kalau informasi yang beredar di proyek, dia (korban) tewas karena terjatuh di kamar mandi kamar kosnya,” katanya singkat.
Sementara itu, dari informasi yang dapat dikumpulkan di lapangan, diperkirakan proyek itu masih akan menelan korban jiwa. “Lokasi proyek itu menyimpan misteri, mungkin akan ada lagi tumbal berikutnya," kata M Sihombing, salah satu warga Medan.
Menurut dia, proyek tersebut sudah mengganggu penghuni dan telah merusak tempat tinggal arwah leluhur yang pada penjajahan Jepang banyak warga yang dikuburkan secara massal di kawasan itu.
“Dulu itu kan kuburan massal. Saya percaya dengan itu, makanya saya menyatakan yang mungkin bagi sebagian orang tidak percaya,” pungkasnya.
Sejak proyek tersebut mulai dibangun, sedikitnya sudah delapan orang pekerja dinyatakan tewas dalam bangunan tersebut. Peristiwa pertama terjadi pada 25 Agustus 2014. Dua pekerja dinyatakan tewas setelah terjatuh dari lantai 10.
Kemudian, pada 8 Juni 2015 dua pekerja tewas tertimpa material bangunan. Lalu, pada Jumat 4 Desember 2015 tiga pekerja kembali jatuh dari lantai delapan, dan langsung meninggal dunia di tempat kejadian.
Peristiwa selanjutnya terjadi pada hari ini. Diduga, para pekerja yang tewas adalah tumbal dari proyek itu. Korban ke-10 adalah Antoni Hutagalung, warga Jakarta.
Setelah itu, pada Sabtu 5 Desember 2015, tiga pekerja tewas setelah lantai yang dipijaknya amblas, dan korban terjerembab jatuh dari ketinggian 36 meter. Meski kecelakaan kerja sudah terjadi secara berulang-ulang, tidak ada proses hukum.
Kapolsekta Medan Barat Kompol Viktor Ziliwu ketika dikonfirmasi terkesan menutupi dan berpura-pura tidak mengetahui adanya peristiwa itu. “Saya belum tahu, saya cek dulu,” katanya singkat, Rabu (30/3/2016).
Begitu juga saat ditanya apa penyebab kematian korban apakah ada unsur kelalaian, sehingga melanggar hukum pidana, mantan Wakasat Reskrim Polresta Medan ini malah menyebut korban tewas karena sakit.
“Penyebab kematiannya karena sakit. Meski begitu, kami masih melakukan penyelidikan atas kasus itu,” terangnya.
Sementara itu, kerabat korban Benny Hutagalung mengatakan, korban tewas di Rumah Sakit (RS) setelah menjalani perawatan medis. “Tadi saya dapat kabar dari pihak proyek. Katanya Antoni meninggal,” terangnya.
Menurut Beni, saat dia melihat jasad korban, di bagian wajah tampak dipenuhi lumuran darah. Bahkan, dari bagian telinga juga mengeluarkan darah segar.
“Saya enggak tahu pasti kejadiannya bagaimana. Ini mau kami bawa ke Tarutung,” ungkap Beni buru-buru membawa jenazah korban.
Apalagi sejumlah preman berusaha dan menghalangi pihak keluarga untuk tidak memberi keterangan apapun kepada awak media yang melakukan peliputan. Alhasil, seorang wartawan TVRI Davies sempat dianiaya dan dipukul saat meliput di RS Malahayati.
Akibat pemukulan itu, kameranya menjadi rusak. “Saya dihalangi saat hendak mengambil gambar di RS Malahayati, mereka meminta agar saya pergi. Karena aku tak menghiraukan mereka, tanganku dipukul sehingga kameraku terjatuh,” jelasnya.
Meski begitu, dia (Davie) berusaha memberikan pengertian pada preman tersebut. Namun, pelaku malah makin emosi dan kembali melakukan penganiayaan dengan menendangnya dari belakang.
“Saya ditendang, dibentak, dan menuduh saya sebagai pengacau rencana mereka (pelaku),” sebutnya.
Sedangkan sejumlah pekerja lainnya yang tidak bersedia disebutkan namanya juga mengaku, korban terjatuh bukan di saat bekerja, tetapi saat berada di kamar kosnya, di Jalan Gaharu, Medan.
“Kalau informasi yang beredar di proyek, dia (korban) tewas karena terjatuh di kamar mandi kamar kosnya,” katanya singkat.
Sementara itu, dari informasi yang dapat dikumpulkan di lapangan, diperkirakan proyek itu masih akan menelan korban jiwa. “Lokasi proyek itu menyimpan misteri, mungkin akan ada lagi tumbal berikutnya," kata M Sihombing, salah satu warga Medan.
Menurut dia, proyek tersebut sudah mengganggu penghuni dan telah merusak tempat tinggal arwah leluhur yang pada penjajahan Jepang banyak warga yang dikuburkan secara massal di kawasan itu.
“Dulu itu kan kuburan massal. Saya percaya dengan itu, makanya saya menyatakan yang mungkin bagi sebagian orang tidak percaya,” pungkasnya.
(san)