Mendagri Tjahjo Kumolo Pertegas Pencopotan Bupati OI
A
A
A
PALEMBANG - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan penonaktifan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviandi merupakan penonaktifan tetap. Pernyataan ini merujuk pada beberapa pendapat tokoh dan pengamat politik Sumsel belum lama ini.
Saat ditemui usai menghadiri apel siaga Kathula di lokasi Pabrik PT OKI Pulp and Paper, Menteri Tjahjo yang juga membawa langsung SK Penonaktifan menyatakan jika penonaktifan bupati OI yang dilakukan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, bersifat tetap atau mutlak. Sehingga, secara otomatis jabatan bupati di isi oleh wakil bupati.
“Jelas harus lepas jabatan bupatinya. Bupati dicoret namanya dan naik mengantikan oleh Wakil Bupati. Pemberhentiannya bersifat tetap,” ujarnya, kepada wartawan, Kamis (24/3/2016).
Dia mengatakan, sejak kasus dugaan penggunaan narkoba yang melibatkan Bupati OI ditulis menjadi kasus penyelidikan oleh BNN, maka terdapat status hukum administrasi jabatan yang langsung diproses pihaknya.
Surat penahanan menjadi dasar hukum guna memproses pelanggaran etika jabatan yang dilakukan oleh bersangkutan. “Jadi sejak ada surat BNN, kepala surat dan nomor surat, maka bisa diproses akan jabatannya,” sambung politikus PDI Perjuangan ini.
Hal berbeda jika pejabat yang bersangkutan tersandung masalah hukum, seperti halnya korupsi. Pada kasus-kasus pidana, memang harus menunggu status tersangka guna memproses hukum administrasi jabatannya.
“Berbeda jika kasus korupsi, pejabat yang bersangkutan harus jadi tersangka dulu. Kasus yang ini (penggunaan narkoba) berbeda dari kasus dugaan pidana,” jelasnya.
Sementara itu, langkah penonaktifan Bupati OI oleh Kemendagri dibenarkan oleh Pengamat Tata Negara Mahmud MD. Beberapa waktu lalu, saat mengisi kuliah umum dalam Muswil ICMI Sumsel, Mahmud menilai keputusan Kemendagri sudah tepat.
Keputusan penonaktifan lebih didasarkan pada pendekatan pelanggaran disiplin dan etika seorang pejabat. Pelanggaran disiplin dan etika yang melekat pada pejabat dapat dilakukan tanpa menunggu proses pengadilan pidana.
“Hukum administrasi memperbolehkan, karena pendekatannya pelanggaran etika seorang pejabat. Keterlibatan seorang pejabat dengan narkoba dinilai menjadi pelanggaran etika. Berarti pendekatannya tidak harus menunggu keputusan hukum pidanannya,” terang mantan Ketua MK ini.
Dia pun mengatakan, dalam hukum administrasi negara, jika mekanisme pelantikan kepala daerah sudah dijalankan maka jabatan yang melekat ialah sah. Jika bupati gugur jabatan, maka aturannya harus mengangkat wakil bupati.
"Baru kemudian, wakil bupati mencari dan menangkat wakil bupati untuk dirinya. Sehingga saat bupati bermasalah, maka tidak perlu dan tidak harus pemilihan ulang,” tegasnya.
Dia juga berpendapat permasalahan yang menyeret kepala daerah bukan kesalahan dari sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia. Sistem pemilihan sudah lebih baik saat ini. Namun masih banyak pemimpin daerah yang melanggar aturan negara.
“Jadi kesalahan bukan pada syarat kepala daerah. Tes kesehatan itu, bicara teknologi kedokteran saja bukan berarti harus merubah sistem seluruhnya,” katanya.
Saat ditemui usai menghadiri apel siaga Kathula di lokasi Pabrik PT OKI Pulp and Paper, Menteri Tjahjo yang juga membawa langsung SK Penonaktifan menyatakan jika penonaktifan bupati OI yang dilakukan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, bersifat tetap atau mutlak. Sehingga, secara otomatis jabatan bupati di isi oleh wakil bupati.
“Jelas harus lepas jabatan bupatinya. Bupati dicoret namanya dan naik mengantikan oleh Wakil Bupati. Pemberhentiannya bersifat tetap,” ujarnya, kepada wartawan, Kamis (24/3/2016).
Dia mengatakan, sejak kasus dugaan penggunaan narkoba yang melibatkan Bupati OI ditulis menjadi kasus penyelidikan oleh BNN, maka terdapat status hukum administrasi jabatan yang langsung diproses pihaknya.
Surat penahanan menjadi dasar hukum guna memproses pelanggaran etika jabatan yang dilakukan oleh bersangkutan. “Jadi sejak ada surat BNN, kepala surat dan nomor surat, maka bisa diproses akan jabatannya,” sambung politikus PDI Perjuangan ini.
Hal berbeda jika pejabat yang bersangkutan tersandung masalah hukum, seperti halnya korupsi. Pada kasus-kasus pidana, memang harus menunggu status tersangka guna memproses hukum administrasi jabatannya.
“Berbeda jika kasus korupsi, pejabat yang bersangkutan harus jadi tersangka dulu. Kasus yang ini (penggunaan narkoba) berbeda dari kasus dugaan pidana,” jelasnya.
Sementara itu, langkah penonaktifan Bupati OI oleh Kemendagri dibenarkan oleh Pengamat Tata Negara Mahmud MD. Beberapa waktu lalu, saat mengisi kuliah umum dalam Muswil ICMI Sumsel, Mahmud menilai keputusan Kemendagri sudah tepat.
Keputusan penonaktifan lebih didasarkan pada pendekatan pelanggaran disiplin dan etika seorang pejabat. Pelanggaran disiplin dan etika yang melekat pada pejabat dapat dilakukan tanpa menunggu proses pengadilan pidana.
“Hukum administrasi memperbolehkan, karena pendekatannya pelanggaran etika seorang pejabat. Keterlibatan seorang pejabat dengan narkoba dinilai menjadi pelanggaran etika. Berarti pendekatannya tidak harus menunggu keputusan hukum pidanannya,” terang mantan Ketua MK ini.
Dia pun mengatakan, dalam hukum administrasi negara, jika mekanisme pelantikan kepala daerah sudah dijalankan maka jabatan yang melekat ialah sah. Jika bupati gugur jabatan, maka aturannya harus mengangkat wakil bupati.
"Baru kemudian, wakil bupati mencari dan menangkat wakil bupati untuk dirinya. Sehingga saat bupati bermasalah, maka tidak perlu dan tidak harus pemilihan ulang,” tegasnya.
Dia juga berpendapat permasalahan yang menyeret kepala daerah bukan kesalahan dari sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia. Sistem pemilihan sudah lebih baik saat ini. Namun masih banyak pemimpin daerah yang melanggar aturan negara.
“Jadi kesalahan bukan pada syarat kepala daerah. Tes kesehatan itu, bicara teknologi kedokteran saja bukan berarti harus merubah sistem seluruhnya,” katanya.
(san)