Eks Gafatar Sebut Hidup di Kalimantan Lebih Menjanjikan

Rabu, 03 Februari 2016 - 05:17 WIB
Eks Gafatar Sebut Hidup...
Eks Gafatar Sebut Hidup di Kalimantan Lebih Menjanjikan
A A A
GUNUNGKIDUL - Raut muka lelah menyelimuti ibu-ibu dan anak asal Gunungkidul sepulang dari Youth center, Sleman.

Mereka nampak bingung setelah dipulangkan dari Mempawah, Kalimantan Barat akibat bergabung dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

15 warga baik tua muda dan anak-anak pun harus masuk ke penampungan sementara di Balai Latihan Kerja (BLK) Siraman, Wonosari.

Mereka pun hanya bisa mengikuti instruksi dari tim koordinasi penerimaan Gafatar Gunungkidul untuk mengikuti acara seremonial yang dilakukan langsung pejabat bupati Gunungkidul.

Harapan mereka bisa kembali ke desa dan hidup bersama kembali dengan warga desa, seakan tidak membuat mereka tersentuh dan menerima dengan semangat untuk bangkit meniti kehidupan baru.

Indah, salah satu ibu dengan dua anak mengaku bingung akan melakukan usaha apa ketika kembali ke desanya.

Untuk sementara, dirinya akan kembali ke rumah orang tuanya di Gamping Sleman karena tidak memiliki lahan lagi di kecamatan Ponjong, tempat dirinya bersama suaminya hidup.

"Saya berangkat bulan November, setelah saya keluar dari pegawai koperasi salah satu SMK di Yogya," tuturnya.

Di Mempawah,dia bersama suaminya membuat roti dan bertani. Kehidupan yang baik suasana yang damai dan rukun menjadikan dia bersama suaminya memiliki semangat hidup.

"Sebentar lagi kita semua akan menikmati panen padi, namun terlanjur dibakar orang dan kita dipulangkan," ucapnya sambil mengajak anaknya bercengkerama di ruangan penerimaan Gafatar di BLK Wonosari.

Dia pun masih belum bisa membuat rencana hidup baru setelah harapan hidup yang baik di Mempawah dengan suasana yang tentram dan jauh dari hiruk pikuk perbedaan kasta antara si miskin dan si kaya, tiba-tiba hancur dengan pembakaran.

Terlebih lagi hidup kembali harus dibangun bersama suaminya yang sudah tidak memiliki modal lagi. "Kita semua tinggal di komplek rumah panggung, sebentar lagi akan dibangun sekolah dan juga surau," lanjut dia.

Hal senada dituturkan Suparti, eks Gafatar Asal Gedangsari. Sebelum keberangkatannya tiga bulan yang lalu ke Mempawah, dia sempat pamit dengan lingkungan sekitar termausk RT dan Kepala Dukuh.

Bersama suami dan anaknya, dia mengaku akan transmigrasi mandiri dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) di Mempawah.

Informasi Mempawah pun diterima dari internet dan informasi beberapa orang yang sudah tinggal di sana. "Jadi kami berangkat ke sana," ucapnya.

Di tempat yang baru, dia mengaku sangat senang. Bagaimana tidak, lahannya sangat subur, meskipun harus diolah untuk tanaman sayuran terlebih dahulu sebelum ditanami padi.

"Kalau di sini tanahnya berbatu di sana sangat mudah untuk menggarap lahan. Apalagi dengan menjual motor bisa untuk membeli lahan," kata dia sambil berjalan menuju tempat tidur yang disediakan Pemkab Gunungkidul.

Yang kemudian dirinya merasa tentram, di sana membeli lahan dengan subsidi silang antar mereka yang memiliki uang lebih dengan warga miskin.

Terlebih juga dapur umum disediakan dan mereka makan bersama dalam suasana gembira. Upaya membangun surau (Masjid) baru dalam tahap perencanaan.

Begitu juga dengan sekolah untuk anak-anak mereka yang sudah dirintis. "Air minum di sana snagat bagus, air dari sungai yang warnaya hitam diolah menjadi air siap minum. Suku Dayak sangat suka dan sudah meminta menyalurkan air dengan pipa," tutur ibu dua anak ini.

Penjabat bupati Gunungkidul Budi Antono mengatakan sebanyak 15 warga dipulangkan kembali ke Gunungkidul. Dia berharap, para warga eks Gafatar ini tetap tabah dan siap kembali ke desa masing-masing.

Selama di penampungan dan selebihnya, mereka akan mendapatkan jatah hidup selama satu bulan. "Kita akan lakukan pembinaan selama dipenampungan. Masyarakat juga sudah siap menerima mereka kembali sebagai bagian dari warga masyarakat," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9201 seconds (0.1#10.140)