8 Serangan Teror yang Menewaskan Presiden Soekarno

Sabtu, 16 Januari 2016 - 05:05 WIB
8 Serangan Teror yang Menewaskan Presiden Soekarno
8 Serangan Teror yang Menewaskan Presiden Soekarno
A A A
SERANGAN terorisme di Indonesia memiliki riwayat yang cukup panjang. Pada tahun 1950-an, Presiden Soekarno juga pernah menjadi sasaran aksi terorisme mematikan. Namun tidak satupun serangan itu yang berhasil membunuhnya.

Dalam pidatonya di Istora Senayan, Jakarta, Presiden Soekarno menyatakan golongan Islam dan Nasrani hendak membunuhnya dengan serangkaian aksi terorisme. Mulai dari pelemparan granat hingga berbagai aksi penembakan.

"Empat kali aku hendak dibunuh oleh golongan Islam. Bukan oleh agama Islam, tidak, oleh peruncingan daripada golongan Islam," katanya, di hadapan Komando Aksi Mahasiswa (KAMI), pada 21 Desember 1965.

Salah satu serangan teroris oleh golongan Islam itu terjadi dua kali saat Idul Adha di Lapangan Istana Merdeka yang berada antara Istana Merdeka dan Istana Negara.

Saat serangan itu dilakukan, Soekarno sedang salat Idul Adha. Tiba-tiba, orang-orang dari DI/TII mengeluarkan pistol dan menembaknya dari jarak yang sangat dekat. Tembakan itu meleset dan mengenai Ketua DPR GR KH Zaiunul Arifin.

Sedang upaya pembunuhan oleh golongan Nasrani terjadi di Istana Presiden. Seorang pilot bernama Maukar dengan pesawat udara Fighter terbang di atas Istana Presiden dan memitraliur Istana. Serangan ini mengenai tempat biasa Soekarno duduk.

"Syukur alhamdullilah, saya dalam semua peristiwa itu dilindungi oleh Tuhan. Kalau tidak, tentu saya sudah mati terbunuh. Dan mungkin, akan saudara namakan Tragedi Nasional," sambung Soekarno dalam pidatonya.

Dalam pidato pelengkap Nawaksara, Soekarno mengungkapkan upaya pembunuhan terhadap dirinya melalui serangan terorisme terjadi lebih dari tujuh kali dan tidak ada yang berhasil. Berikut rangkaian serangan terorisme yang berhasil dihimpun.

1. Peristiwa Cikini

Peristiwa Cikini merupakan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang paling mematikan. Serangan teroris ini terjadi pada 30 November 1957 ketika Soekarno menghadiri pesta ulang tahun ke-15 Perguruan Cikini tempat putra-putrinya bersekolah.

Serangan teroris ini dilakukan dengan menggunakan granat tangan. Sebanyak 10 orang dinyatakan tewas, 48 anak-anak sekolah mengalami luka-luka. Salah seorang korban tewas adalah Inspektur Polisi I Oding Suhendar, anggota pengawal Presiden.

Presiden Soekarno selamat dalam peristiwa itu berkat kesigapan dan kecepatan ajudannya Mayor Sudarto. Dia bahkan tidak mengalami luka berarti. Peristiwa bersejarah ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Cikini.

Para pelaku teroris kemudian ditangkap dan diajukan ke depan pengadilan dan dihukum mati. Mereka terdiri dari empat orang pemuda, yaitu Saidon bun Muhammad, Tasrif bin Husein, Yusuf Islamil dan Moh Tasin bin Abubakar.

"Kutundukkan kepala mengenang korban-korban tidak berdosa dikuburkan ke dalam tanah. Aku mengingat sembilan orang anak dan seorang perempuan hamil yang kulihat sendiri jatuh tersungkur tidak bernyawa di dekatku," kenang Soekarno.

2. Peristiwa Maukar

Peristiwa Maukar adalah upaya pembunuhan terhadap Presiden Soerkano di Istana Presiden. Saat itu, pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar memberondong istana dengan kanon 23 mm. Peristiwa itu berlangsung di siang bolong, pada 9 Maret 1960.

Maukar adalah Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar menghantam pilar dan salah satunya jatuh tidak jauh dari meja kerja Soekarno. Saat kejadian, Soekarno tengah memimpin rapat di gedung sebelah Istana Presiden.

Dalam pembelaannya, Maukar membantah berusaha membunuh Soekarno. Dia menyatakan aksinya hanya sekadar peringatan. Saat menembak Istana Presiden, dia mengaku tidak melihat bendera kuning dikibarkan yang berarti Presiden ada di Istana.

Akibat aksi terorisme itu, Maukar diseret ke pangadilan dan dijatuhi hukuman penjara selama delapan tahun.

Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr H Moehammad Jasin dalam memoarnya mengatakan, serangan Maukar untuk membunuh Presiden dan seluruh peserta sidang DPA yang menurut perkiraannya sedang bersantap siang di ruang makan Istana Presiden.

Namun perhitungan itu meleset, karena sidang DPA kali ini diadakan pada bulan puasa dan tidak ada hidangan makan siang. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Maukar.

3. Peristiwa Rajamandala

Masih pada tahun 1960-an, tepatnya pada April 1960, aksi terorisme kembali menyerang Presiden Soekarno saat Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia.

Dalam kunjungan itu, Kruschev menyempatkan diri untuk mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Saat berada di Jawa Barat, Presiden Soekarno mendampingi Kruschev sepanjang perjalanan. Ketika berada di Jembatan Rajamandala keduanya diserang.

Beruntung, dalam serangan itu kedua pemimpin dunia ini berhasil menyelamatkan diri akibat kesigapan para pengawal Presiden. Belakangan diketahui, para penyerang adalah anggota DI/TII. Peristiwa ini dikenal dengan Peristiwa Rajamandala.

4. Granat Makassar

Serangan terorisme yang nyaris merengut nyawanya itu juga terjadi Makassar. Upaya pembunuhan ini berlangsung pada malam hari, saat Presiden Soekarno menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin, Jalan Cendrawasih, pada 7 Januari 1962.

Tiba-tiba, seseorang melemparkan granat ke arah iring-iringan mobil Presiden. Namun granat meledak mengenai mobil lain hingga mengalami kerusakan parah.

Menurut Soekarno, dalam peristiwa ini ada korban jiwa dari anak-anak dan orang-orang lain. Pada 15 Januari 1962, dua warga negara Belanda ditangkap atas serangan itu.

5. Penembakan Idul Adha

Aksi terorisme terhadap Presiden Soekarno juga terjadi saat salat Idul Adha, di Masjid Baiturahim, pada 14 Mei 1962. Pelaku teroris menembak dari jarak dekat, empat shaf di belakang Soekarno. Namun tembakan itu tidak mengenai Soekarno.

Sebaliknya, tembakan itu mengenai Ketua DPR GR KH Zainul Arifin dari Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi imam salat. Pelaku penembakan adalah Haji Bachrum. Oleh pengadilan, Bachrum divonis hukuman mati. Namun Soekarno memberikan grasi kepadanya.

6. Serangan Mortir Kahar Muzakar

Serangan mortir oleh anak buah Kahar Muzakar terjadi saat Presiden Sekarno sedang melakukan kunjungan kerja ke Makassar, pada 1960-an. Saat mobil keluar Lapangan Terbang Mandai, tiba-tiba mortir ditembakkan ke mobil yang tumpangi Soekarno.

Serangan mortir meleset dan meledak dekat mobil yang ditumpangi Soekarno. Tidak ada korban jiwa dalam serangan ini. Soekarno selamat. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan serangan mortir Kahar Muzakar.

7. Granat Cimanggis

Percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno selanjutnya terjadi pada Desember 1964 saat rombongan Presiden Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta.

Dalam perjalanan itu, rombongan Presiden jalan beriring-iringan. Tiba-tiba, seseorang dengan gerak-gerik seperti maling melihat ke arah Soekarno dan Soekarno memandangnya.

Saat sepersekian detik saling pandang itu, kenaraan yang ditumpangi Soekarno telah melintas jauh di luar batas pelemparan. Saat situasi seperti itulah, orang tersebut melempar granat dan Soekarno selamat.

8. Teror Mental Orde Baru

Teror mental Orde Baru ini tidak pernah diungkapkan Soekarno. Namun justru serangan inilah yang dinilai paling berhasil dalam menghancurkan Soekarno sampai dia meninggal dunia.

Serangan teror mental Orde Baru berlangsung sejak 7 Maret 1967 ketika Ketua MPRS Jenderal Abdul Haris Nasution membuat Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang mencabut kekuasaan pemerintahan dari tangan Presiden Soekarno.

Untuk mengantikan posisi Soekarno, maka diangkatlah Jenderal Soeharto yang memegang Supersemar sebagai pejabat Presiden sampai MPR hasil pemilihan umum mengangkatnya menjadi Presiden penuh.

Sejak ketetapan MPRS itu dikeluarkan, Soekarno malah ditahan berpindah-pindah tempat dan terakhir di Wisma Yaso dengan perlakuan yang sangat buruk dan menghina martabatnya sebagai mantan Presiden dan proklamator kemerdekaan.

Kendati tidak berada di balik terali besi, tetapi kehidupan Soekarno seperti di dalam penjara. Soekarno tidak boleh mendapat kunjungan dari sahabatnya. Pihak keluarga dan anak-anaknya harus mendapatkan izin istimewa jika ingin bertemu.

Tempat penahanan Soekarno juga dibiarkan menjadi sangat kotor. Seprei tempat tidurnya tidak pernah dicuci dan kelihatan kumal. Televisinya juga diambil. Soekarno benar-benar dibuat menjadi sangat kesepian.

Akibat tekanan mental itu, Soekarno mengidap berbagai penyakit, terutama ginjal. Tetapi pengobatan yang didapatkannya kurang layak, dia hanya dimasukkan dalam RS Tentara Gatot Soebroto yang perawatannya tidak memadai.

Ketika penyakitnya semakin parah dan memprihatinkan, Fatmawati menelpon Nyonya Supeni dan minta tolong dicarikan obat dan mesin pencuci darah karena rumah sakit tidak bisa menyediakan alat-alat tersebut.

Nyonya Supeni langsung menelpon keponakannya di Singapura agar mencarikan obat dan alat yang diperlukan untuk kesehatan Soekarno dan segera mengirimnya ke Jakarta.

Meskipun pesanan itu langsung dikirimkan, namun pada keesokan harinya, pada 21 Juni 1970, pukul 07.00 Wib, Soekarno telah meninggal dunia. Peristiwa teror mental Orde Baru inilah yang berhasil menghabisi Soekarno, bukan granat apalagi peluru.

Setahun sebelum Soekarno meninggal, Bung Hatta telah berpesan kepada Penuntut Umum Subandrio, Durmawel agar segera membawa Soekarno ke pengadilan sesuai dengan Pasal 6 Tap MPRS No.XXXIII.

Pasal itu berbunyi, penyelesaian hukum yang menyangkut Dr Ir Soekarno dilakukan dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden.

Namun Soeharto tidak pernah melaksanakan ketetapan itu. "Bila Soekarno meninggal tanpa membawanya ke pengadilan, saya khawatir para pengikutnya menuduh pemerintah sengaja membunuh dia," tulis Hatta dalam Memoirnya.

Kekhawatiran Hatta akhirnya menjadi nyata. Soekarno wafat tanpa pernah diberikan kesempatan atas tuduhan terhadap dirinya. Demikian ulasan singkat Cerita Pagi ini diakhiri, semoga memberikan manfaat.

Sumber Tulisan
*Maulwi Saelan, Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66: Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa, Transmedia Pustaka, Cetakan Ketiga, 2008.
*Edi Sedyawati, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1987.
*M Jasin, Memoar Jasin sang Polisi Pejuang, Meluruskan Sejarah Kepolisian Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Pertama, Jakarta 2010.
*Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia, Balai Pustaka, 2008.
*Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir, Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang Mendahului Zamannya, Kompas, 2011.
*Budi Setiyono dan Bonnie Triyana, Revolusi Belum Selesai, Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara, Serambi, Cetakan 1, Januari 2014.
*Upaya pembunuhan terhadap Soekarno, dikutip dalam laman Wikipedia Indonesia.


PILIHAN

Menyingkap Rahasia Pembantaian Massal 1965-1966
Peran Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno 1965-1967
Kebohongan Tari Harum Bunga Gerwani di Lubangbuaya
Nahdlatul Ulama, Politik Santri dan Geger 1965-1966
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5664 seconds (0.1#10.140)