RM Sosrokartono, Saksi Perjanjian Damai Rahasia Perang Dunia I

Sabtu, 12 Desember 2015 - 05:05 WIB
RM Sosrokartono, Saksi Perjanjian Damai Rahasia Perang Dunia I
RM Sosrokartono, Saksi Perjanjian Damai Rahasia Perang Dunia I
A A A
TIDAK banyak yang mengingat nama Raden Mas (RM) Panji Sosrokartono. Namanya kalah tenar dari adik kandungnya Raden Ajeng (RA) Kartini yang terkenal sebagai perintis kemerdekaan Indonesia dan pembela hak-hak asasi wanita.

Padahal tanpa dorongan Sosrokartono, Kartini akan tenggelam dalam feodalisme. RM Panji Sosrokartono merupakan tokoh penting yang berada di belakang Kartini dan memberinya inspirasi untuk menjadi tokoh emansipasi wanita.

Hal yang membuat pribadi dan sepak terjang Sosrokartono patut dicatat serta dikenang adalah kepandaiannya dalam berbahasa. Dia berhasil menguasai 36 bahasa, terdiri dari 26 bahasa asing dan 10 bahasa suku di tanah Nusantara.

Sosrokartono adalah anak Bupati Jepara RM Adipati Ario Sosroningrat. Dia lahir di Mayong pada Rabu Pahing 10 April 1877 M, dalam lingkungan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Sejak kecil, kepandaian Sosrokartono sudah tampak.

Tamat dari Eropesche Lagere School (ELS) di Jepara, Sosrokartono melanjutkan pendidikannya ke HBS di Semarang. Pada tahun 1898, dia meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda. Mula-mula, dia masuk di sekolah Teknik Tinggi di Leiden.

Mohammad Hatta dalam memoirnya mengatakan, saat tiba di Belanda untuk menempuh kuliah nama Sosrokartono sudah sangat terkenal. Dia merupakan intelektual Indonesia pertama yang menempuh pendidikan di luar negeri.

"Dia datang ke Nederland lama sebelum Perang Dunia dan belajar pada Oosterse Letteren, yaitu bahasa-bahasa Jawa, Melayu, dan lainnya. Dia lebih dahulu tamat dari fakultas itu dari Dr Husein Djajadiningrat," katanya, hal 118.

Meski dikenal dengan kepandaiannya, Sosrokartono tidak menyelesaikan disertasinya. Hal ini sempat membuat para kaum estisi yang terkenal seperti Mr Abendanon, Mr Van Deventer, Prof Snouck Hurgronje, Prof Hazeu dan lainnya untuk membantu.

Atas keprihatinannya itu, mereka bahkan sempat memanggil Sosrokartono untuk membicarakan masalah pendidikannya itu melalui jamuan makan bersama-sama. Sosrokartono memenuhi undangan makan bersama itu. Namun hal di luar dugaan terjadi.

Sesudah makan, salah seorang di antara mereka membuka pembicaraan, "Tuan Sosrokartono, kami mendengar tuan sekarang banyak mempunyai utang. Apabila tuan mau menyudahkan disertasi tuan, kami bersama akan membayar utang itu."

Mendengar pernyataan itu, Sosrokartono bukan bersenang hati. Hal ini sangat di luar perkiraan para kaum estisi itu. Dengan semangat nasionalisme yang menyala-nyala, jawaban Sosrokartono seperti membakar telinga dan wajah mereka.

"Maaf tuan-tuan yang terhormat, utang itu ialah satu-satunya harta saya. Harta saya yang satu-satunya itu akan tuan ambil lagi dari saya?" demikian jawaban Sosrokartono menutup mulut para pembesar etisi itu dan jamuan makan berakhir.

Sebenarnya persoalan utang yang Sosrokartono bukan masalah besar baginya. Kepandaiannya dalam menggunakan bahasa Inggris, Belanda, India, Cina, Jepang, Arab, Sanskerta, Rusia, Yunani, dan Latin membuat hidupnya cukup mudah.

Apalagi pergaulannya dengan para bangsawan Belanda, Belgia, Austria, dan Prancis sangat rapat. Belum lagi penghasilannya sebagai koresponden surat kabar Amerika New Worl Herald cikal bakal The New York Herald Tribune sangat besar.

"Dengan gaji USD1.250 sebulan, dia dapat hidup sebagai seorang miliuner di Wina ini. Menurut cerita, dia hanya bergaul hanya dalam lingkungan bangsawan, menteri-menteri, dan kaum diplomat," tulis Hatta kemudian, di halaman 119.

Terpilihnya Sosrokartono menjadi wartawan New Worl Herald, di kota Wina, Ibu Kota Austria untuk meliput Perang Dunia I setelah melewati tes cukup berat. Dia harus bersaing dengan wartawan lain dari mancanegara.

Tes yang dihadapinya adalah memeras berita dalam bahasa Perancis yang panjangnya satu kolom menjadi berita yang terdiri atas kurang lebih 30 kata dan harus ditulis dalam empat bahasa, yaitu Inggris, Spanyol, Rusia dan Perancis.

Berkat kepandaiannya, Sosrokartono berhasil memeras berita itu menjadi 27 kata. Sedangkan para pelamar lainnya lebih dari 30 kata. Sebagai wartawan perang, tugas Sosrokartono sangat berbahaya dan nyawa menjadi taruhannya.

Agar mudah mendapat akses dan bisa lebih leluasa meliput perang, dia menerima pangkat mayor dari militer sekutu, tapi dia menolak dipersenjatai. Sosrokartono juga terpilih sebagai penerjemah tunggal blok Sekutu karena keahliannya berbahasa.

"Sosrokartono bukan hanya menguasai beberapa bahasa Tanah Air kita, bahasa modern serta Yunani dan Latin. Dia juga pandai bahasa Basken, suatu suku bangsa di Spanyol. Pernah dia menjadi juru bahasa dalam bahasa itu," sambung Hatta.

Saat pasukan sekutu melewati daerah suku Basque, ketika Perang Dunia I akan berakhir maka diadakan perundingan perdamaian rahasia antara pihak yang bertikai. Sebagai agen ganda, Sosrokartono menjadi saksi dalam pertemuan itu.

Bersama pihak yang bertikai, Sosrokartono yang menyamar ikut berunding naik kereta api yang kemudian berhenti di Hutan Compaigne, daerah Perancis Selatan. Di dalam kereta api, pihak yang bertikai melakukan perundingan damai rahasia.

Tentara yang menjaga ketat perundingan tidak mengetahui Sosrokartono adalah wartawan Perang Dunia I yang mendapat tugas khusus meliput perang. Apalagi wartawan hanya boleh mendekati tempat perundingan dalam radius 1 Km.

Semua hasil perundingan perdamaian rahasia di dalam kereta itu tidak boleh disiarkan, dan akan dikenakan embargo sampai perundingan yang resmi berlangsung. Namun rahasia itu akhirnya bocor ke media dan menimbulkan kegemparan di Eropa.

Penulisnya berita super besar saat itu adalah anonim, hanya menggunakan kode pengenal bintang tiga. Kode tersebut di kalangan wartawan Perang Dunia I sudah sangat dikenal sebagai kode wartawan perang RMP Sosrokartono.

Akibat dari tulisan itu adalah didirikannya Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) atas prakarsa Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson. Dari tahun 1919-1921, Sosrokartono terpilih sebagai kepala penerjemah semua bahasa anggota liga.

Untuk meraih jabatan tertinggi ahli bahasa itu, dia harus mengalahkan para ahli bahasa atau poliglot dari Eropa dan Amerika. Liga Bangsa-Bangsa ini kemudian berubah menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1921.

Setelah Perang Dunia I usai, Sosrokartono bekerja sebagai Atase Kebudayaan di Kedutaan Besar Perancis, di Belanda. Sampai suatu ketika, dia mendengar berita tentang sakitnya seorang anak kenalannya yang masih berusia 12 tahun.

Karena sakit yang diderita yang kunjung sembuh, Sosrokartono yang prihatin berusaha menolongnya. Dia menyentuh dahi anak itu dan keajaiban terjadi. Penyakit keras yang lama diderita sang anak tiba-tiba sembuh.

Kejadian itu membuat orang-orang yang tengah hadir di sana terheran-heran, termasuk para dokter yang gagal menyembuhkan penyakit anak itu. Seorang ahli psychiatrie dan hypnose mengatakan, Sosrokartono mempunyai daya pesoonalijke magneetisme.

Tanpa disadari, ungkapan ahli itu masuk ke relung kalbu Sosrokartono. Dia lalu memutuskan untuk menghentikan pekerjaannya di Jenewa dan pergi ke Paris untuk belajar psychometrie dan psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di kota itu.

Malang bagi Sosrokartono, dia tidak diterima sepenuh hati di perguruan tinggi itu karena kuliahnya dahulu adalah bahasa dan sastra. Namun dia diterima sebagai toehoorder dengan alasan kampus itu untuk hanya untuk lulusan medisch dokter.

Dengan perasaan sedih campur marah, Sosrokartono akhirnya kembali ke Tanah Air yang telah ditinggalkan selama 29 tahun. Di Indonesia, Sosrokartono mendirikan perpustakaan dengan nama Darussalam yang artinya Rumah Kedamaian.

Darussalam menempati bekas gedung Taman Siswa Bandung. Sosrokartono diminta menempati gedung itu oleh RM Soerjodipoetro, adik Ki Hajar Dewantara untuk menjadi pimpinan Nationale Middelbare School milik Taman Siswa.

Di perpustakaan ini tokoh pergerakan Indonesia sering berkumpul. Di antaranya adalah Ir Soekarno yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia pertama. Soekarno bahkan mengajar di sekolah itu bersama Dr Samsi dan Soenarjo SH.

Selain menjadikan tempat itu untuk sarana pendidikan, Sosrokartono juga menjadikan Rumah Kedamaian sebagai tempat untuk mengobati rakyat Indonesia. Pengobatan yang dilakukan Sosrokartono sangat di luar kebiasaan dokter-dokter Eropa.

Sastrawan Indonesia Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Panggil Aku Kartini Saja mengungkapkan keahlian Sosrokartono dalam mengobati masyarakat yang sakit lebih dekat kepada praktik seorang spiritualis ketimbang dengan seorang dokter.

Pram mengutip kesaksian seorang dokter Belanda di CBZ (Kini RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta) pada 1930 yang menyaksikan Sosrokartono menyembuhkan wanita melahirkan yang menurut para dokter tak tertolong lagi hanya dengan air putih saja.

Selain dengan air putih, metode penyembuhan Sosrokartono juga terkenal dengan Alif, dan wejangan-wejangan hidup dalam bahasa Jawa. Ajaran-ajaran spiritualis Sosrokartono masih terjaga hingga kini.

Pada 1942, kesehatan Sosrokartono mengalami penurunan tajam. Separuh badannya lumpuh, dia terserang penyakit stroke dan tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Pada 1952, Sosrokartono mangkat, tanpa meninggalkan istri dan anak.

Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi tentang sosok Sosrokartono, perintis wartawan perang yang namanya telah diakui dunia sebagai saksi pertemuan rahasia damai yang mengakhiri Perang Dunia I. Semoga bermanfaat.

Sumber Tulisan
Mohammad Hatta, Memoir, Tintamas, Cetakan Kedua 1982.
Satrio Arismunandar, Jurnalis Perang dari Raden MasSosrokartono sampai Peter Arnett, dikutip dalam laman Academia.
Arie Wibowo, Raden Mas Sosrokartono Untuk Wanita Indonesia, dikutip dalam My Mind http://danangariwibowo86.blogspot.co.id.
Retsa Insania, Sejarah Drs RMP Sosrokartono, dikutip dalam laman http://retsainsantia.blogspot.co.id.
Xendro, RM Panji Sosrokartono, dikutip dalam Dua Buah Lautan Bertemu, xendro.wordpress.com.
Sosro Kartono, dikutip dalam laman Indonesia, wikipedia.org.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5825 seconds (0.1#10.140)