Pulang Mengajar, Guru di Jombang Ini Keliling Jual Kue dan Mainan
A
A
A
JOMBANG - Tingkat kesejahteraan guru ternyata belum merata. Di berbagai daerah, masih banyak guru yang harus bekerja serabutan demi menyambung hidup.
Di Jombang, Jawa Timur, seorang guru, Abdul Haris (44), terpaksa harus berjualan kue dan mainan keliling seusai mengajar di sekolah.
Sebab, gaji sebesar Rp400 ribu per bulan yang diterima Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bandung 1 di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setiap selesai mengajar, Abdul Haris tak lantas bisa beristirahat seperti guru-guru lain yang bergaji besar atau berstatus PNS. Di rumah orangtuanya, ia harus menyiapkan berbagai macam kue dan mainan yang sudah ia beli untuk dijajakan lagi ke warung-warung.
Agar dagangannya terjual, tak jarang Haris harus berkeliling hingga larut malam ke kabupaten-kabupaten lain di luar Jombang.
Meski sudah belasan tahun menjadi guru dan penjual mainan keliling, bukan hal mudah bagi Haris untuk menjalankan usaha ini. Tak jarang, kue-kue yang ia tawarkan ditolak oleh calon konsumen yang ia datangi.
Namun, tanpa putus asa, Abdul Haris yang menjadi guru honorer sejak 1997 itu terus berkeliling mendatangi warung-warung yang lainnya. Meski hasilnya tidak seberapa, namun bagi Haris cukup lumayan untuk menambah uang belanja di rumah.
Sebagai guru senior di sekolahnya, Abdul Haris mengaku bahwa gajinya sebesar Rp400 ribu itu sudah termasuk besar. Banyak guru honorer lain di sekolahnya yang gajinya hanya Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per bulan.
Abdul Haris berharap pemerintah tidak hanya memberi perhatian pada guru-guru yang sudah berstatus PNS. Menurutnya, guru yang berada di sekolah-sekolah swasta pun hendaknya juga dibantu kesejahteraannya.
"Sebab, meski di lembaga swasta, mereka juga memiliki tanggung jawab dan beban tugas yang sama untuk mendidik generasi penerus bangsa," kata Abdul Haris.
Di Jombang, Jawa Timur, seorang guru, Abdul Haris (44), terpaksa harus berjualan kue dan mainan keliling seusai mengajar di sekolah.
Sebab, gaji sebesar Rp400 ribu per bulan yang diterima Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Bandung 1 di Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Setiap selesai mengajar, Abdul Haris tak lantas bisa beristirahat seperti guru-guru lain yang bergaji besar atau berstatus PNS. Di rumah orangtuanya, ia harus menyiapkan berbagai macam kue dan mainan yang sudah ia beli untuk dijajakan lagi ke warung-warung.
Agar dagangannya terjual, tak jarang Haris harus berkeliling hingga larut malam ke kabupaten-kabupaten lain di luar Jombang.
Meski sudah belasan tahun menjadi guru dan penjual mainan keliling, bukan hal mudah bagi Haris untuk menjalankan usaha ini. Tak jarang, kue-kue yang ia tawarkan ditolak oleh calon konsumen yang ia datangi.
Namun, tanpa putus asa, Abdul Haris yang menjadi guru honorer sejak 1997 itu terus berkeliling mendatangi warung-warung yang lainnya. Meski hasilnya tidak seberapa, namun bagi Haris cukup lumayan untuk menambah uang belanja di rumah.
Sebagai guru senior di sekolahnya, Abdul Haris mengaku bahwa gajinya sebesar Rp400 ribu itu sudah termasuk besar. Banyak guru honorer lain di sekolahnya yang gajinya hanya Rp150 ribu hingga Rp200 ribu per bulan.
Abdul Haris berharap pemerintah tidak hanya memberi perhatian pada guru-guru yang sudah berstatus PNS. Menurutnya, guru yang berada di sekolah-sekolah swasta pun hendaknya juga dibantu kesejahteraannya.
"Sebab, meski di lembaga swasta, mereka juga memiliki tanggung jawab dan beban tugas yang sama untuk mendidik generasi penerus bangsa," kata Abdul Haris.
(zik)