Pelaku Kekerasan terhadap Anak Didominasi Ibu
A
A
A
SEMARANG - Pelaku kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orang dekat bukan isapan jempol belaka. Dari hasil riset, pelaku kekerasan terhadap anak bahkan dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri.
Fakta ini berdasarkan survei yang dilakukan Pusat Studi Gender dan Anak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Negeri Semarang (Unnes).
"Kami melakukan riset di Pemalang dan Klaten dengan 1.199 responden. Pelaku kekerasan terhadap anak ternyata mayoritas adalah ibu di lingkungan rumah," ungkap kepala LP2M Unnes, Evi Widowati di sela-sela acara kampanye Stop Kekerasan Terhadap Anak, Jumat (20/11/2015).
Survei itu, sebut Evi, dilakukan pada tahun 2013. Responden berasal dari berbagai kalangan dan usia, mulai anak-anak, tokoh masyarakat hingga bapak atau ibu.
Riset itu, kata Evi, dilakukan bersama Yayasan Setara, Yayasan Bahtera yang dikoordinasikan Bapeda dan Badan Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jawa Tengah.
"Dari total responden itu, akibat kekerasan psikhis (anak) 36 persen adalah sakit hati, tertekan, depresi, dendam dan murung. Contoh pelaku kekerasan psikhis terbesar 34 persen adalah ibu. Bentuknya, membentak, menghina kemampuan, mengejek dan lainnya," lanjutnya.
Salah satu penyebab ibu menjadi pelaku dominan kekerasan anak karena perannya. Di lingkungan rumah, ibu mempunyai lebih banyak waktu untuk bertemu dengan anak- anaknya.
Padahal, sebut dia, 1 bentakan pada anak mampu membunuh 1 miliar sel otak siap tumbuh, 1 cubitan, pukulan atau jeweran mampu membunuh lebih dari 10 miliar sel otak saat itu juga.
"Sebaliknya, 1 pujian atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 triliun sel otak saat itu juga," pungkasnya.
Fakta ini berdasarkan survei yang dilakukan Pusat Studi Gender dan Anak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Negeri Semarang (Unnes).
"Kami melakukan riset di Pemalang dan Klaten dengan 1.199 responden. Pelaku kekerasan terhadap anak ternyata mayoritas adalah ibu di lingkungan rumah," ungkap kepala LP2M Unnes, Evi Widowati di sela-sela acara kampanye Stop Kekerasan Terhadap Anak, Jumat (20/11/2015).
Survei itu, sebut Evi, dilakukan pada tahun 2013. Responden berasal dari berbagai kalangan dan usia, mulai anak-anak, tokoh masyarakat hingga bapak atau ibu.
Riset itu, kata Evi, dilakukan bersama Yayasan Setara, Yayasan Bahtera yang dikoordinasikan Bapeda dan Badan Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jawa Tengah.
"Dari total responden itu, akibat kekerasan psikhis (anak) 36 persen adalah sakit hati, tertekan, depresi, dendam dan murung. Contoh pelaku kekerasan psikhis terbesar 34 persen adalah ibu. Bentuknya, membentak, menghina kemampuan, mengejek dan lainnya," lanjutnya.
Salah satu penyebab ibu menjadi pelaku dominan kekerasan anak karena perannya. Di lingkungan rumah, ibu mempunyai lebih banyak waktu untuk bertemu dengan anak- anaknya.
Padahal, sebut dia, 1 bentakan pada anak mampu membunuh 1 miliar sel otak siap tumbuh, 1 cubitan, pukulan atau jeweran mampu membunuh lebih dari 10 miliar sel otak saat itu juga.
"Sebaliknya, 1 pujian atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 triliun sel otak saat itu juga," pungkasnya.
(nag)