Intensitas Gempa di DIY Meningkat
A
A
A
YOGYAKARTA - Intensitas gempa tektonik yang dirasakan warga DIY meningkat dalam tiga bulan terakhir. Sejak Agustus sampai terjadi gempa berkekuatan 5,6 skala richter (SR) pada Rabu 11 November petang, tercatat sudah terjadi gempa 15 kali.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Toni Agus Wijaya mengatakan, intensitas gempa meningkat, baik gempa yang berpusat di darat maupun laut. "Tapi skalanya relatif kecil, antara 2-5 skala richter," katanya, Kamis (12/11/2015).
Menurut Toni, dari 15 kali gempa sejak Agustus sampai Rabu 11 November yang terbesar adalah gempa kemarin, dengan kekuatan 5,6 SR. Gempa kemarin dirasakan cukup kuat khususnya di bagian selatan DIY.
"Di Bantul dirasakan skala 5 mmi, artinya benda-benda yang digantung bergoyang kencang dan menggagetkan orang," ungkapnya.
Toni mengungkapkan, berdasarkan catatan BMKG, sejak gempa yang terjadi pada Rabu petang, tidak ada gempa susulan.
"Karakter gempa berbeda. Memang dimungkinkan ke depan ada gempa susulan, tapi umumnya skalanya kecil," kata dia.
Menurut dia, meski dalam intensitas gempa meningkat, namun hal itu tidak memicu terjadi tanah longsor. Memsuki musim hujan, ancaman tanah longsor berpotensi terjadi, terlebih DIY sebelumnya mengalami musim kemarau panjang.
"Potensi longsor terjadi saat musim hujan, karena kemarau panjang sehingga terjadi retakan tanah. Longsor tidak terkait dengan gempa, karena retakan di permukaan sedangkan gempa di dalam," paparnya.
Toni mengatakan, gempa adalah peristiwa wajar di DIY. Pasalnya DIY terletak di dekat sumber gempa tektonik yakni laut selatan atau Samudera Hindia yang merupakan daerah subduksi atau pertemuan dua lempeng tektonik utama.
Selain itu, di daratan DIY juga terdapat patahan atau sesar. "Gempa di daratan biasanya skalanya lebih kecil," imbuhnya.
Dia mengatakan, gempa tektonik merupakan gejalan alam yang tidak memiliki karakter tertentu sehingga tidak bisa diprediksi, berbeda dengan gempa vulkanik.
"Gempa tektonik adalah peristiwa yang tiba-tiba, berupa pelepasan energi yang terkumpul di lempeng bebatuan," timpalnya.
Namun, Toni mengimbau kepada warga DIY tidak perlu cemas dan khawatir yang berlebihan.
"Karena DIY dekat dengan sumber gempa, cara yang baik adalah hidup harmonis dengan gempa, caranya mengetahui apa itu gempa, penyelamatannya gimana dan lainnya," ujar Toni.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta I Gusti Made Agung Nandaka mengatakan, intensitas gempa tektonik yang meningkat selama ini belum ada pengaruhnya dengan aktivitas Gunung Merapi. "Statusnya masih seperti dulu, tidak ada perubahan. Masih landai," katanya.
Menurut dia, gempa tektonik akan berpengaruh terhadap Gunung Merapi jika kondisinya sudah siap erupsi. "Kalau sudah siap, mungkin (gempa tektonik) memberi pengaruh. Tapi kan sampai saat ini Merapi belum siap," ungkapnya.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Toni Agus Wijaya mengatakan, intensitas gempa meningkat, baik gempa yang berpusat di darat maupun laut. "Tapi skalanya relatif kecil, antara 2-5 skala richter," katanya, Kamis (12/11/2015).
Menurut Toni, dari 15 kali gempa sejak Agustus sampai Rabu 11 November yang terbesar adalah gempa kemarin, dengan kekuatan 5,6 SR. Gempa kemarin dirasakan cukup kuat khususnya di bagian selatan DIY.
"Di Bantul dirasakan skala 5 mmi, artinya benda-benda yang digantung bergoyang kencang dan menggagetkan orang," ungkapnya.
Toni mengungkapkan, berdasarkan catatan BMKG, sejak gempa yang terjadi pada Rabu petang, tidak ada gempa susulan.
"Karakter gempa berbeda. Memang dimungkinkan ke depan ada gempa susulan, tapi umumnya skalanya kecil," kata dia.
Menurut dia, meski dalam intensitas gempa meningkat, namun hal itu tidak memicu terjadi tanah longsor. Memsuki musim hujan, ancaman tanah longsor berpotensi terjadi, terlebih DIY sebelumnya mengalami musim kemarau panjang.
"Potensi longsor terjadi saat musim hujan, karena kemarau panjang sehingga terjadi retakan tanah. Longsor tidak terkait dengan gempa, karena retakan di permukaan sedangkan gempa di dalam," paparnya.
Toni mengatakan, gempa adalah peristiwa wajar di DIY. Pasalnya DIY terletak di dekat sumber gempa tektonik yakni laut selatan atau Samudera Hindia yang merupakan daerah subduksi atau pertemuan dua lempeng tektonik utama.
Selain itu, di daratan DIY juga terdapat patahan atau sesar. "Gempa di daratan biasanya skalanya lebih kecil," imbuhnya.
Dia mengatakan, gempa tektonik merupakan gejalan alam yang tidak memiliki karakter tertentu sehingga tidak bisa diprediksi, berbeda dengan gempa vulkanik.
"Gempa tektonik adalah peristiwa yang tiba-tiba, berupa pelepasan energi yang terkumpul di lempeng bebatuan," timpalnya.
Namun, Toni mengimbau kepada warga DIY tidak perlu cemas dan khawatir yang berlebihan.
"Karena DIY dekat dengan sumber gempa, cara yang baik adalah hidup harmonis dengan gempa, caranya mengetahui apa itu gempa, penyelamatannya gimana dan lainnya," ujar Toni.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta I Gusti Made Agung Nandaka mengatakan, intensitas gempa tektonik yang meningkat selama ini belum ada pengaruhnya dengan aktivitas Gunung Merapi. "Statusnya masih seperti dulu, tidak ada perubahan. Masih landai," katanya.
Menurut dia, gempa tektonik akan berpengaruh terhadap Gunung Merapi jika kondisinya sudah siap erupsi. "Kalau sudah siap, mungkin (gempa tektonik) memberi pengaruh. Tapi kan sampai saat ini Merapi belum siap," ungkapnya.
(sms)