Tumbuh sebagai Petarung Jalanan, Kini Jadi Penyalur Jasa Sekuriti
A
A
A
Berlatih silat sejak usia 4 tahun, Yakop Sutjipto tumbuh sebagai petarung jalanan. Pernah sukses sebagai pengusaha mobil, lalu terpuruk akibat narkoba. Ia kini merintis sukses sebagai penyalur jasa sekuriti.
Perawakannya tinggi besar. Lengannya bertato. Namun pembawaannya segar dan sehat. Begitu yang terlihat sepintas saat pertama kali bertemu dengan Yakop Sutjipto yang saat itu tengah sibuk mempersiapkan peresmian Batam Fighter Club (BFC).
Saat ditemui di lantai 2 kantornya yang terletak di Seipanas, ia sedang mengarahkan beberapa karyawannya. "Kantor saya ini baru diresmikan pada 6 September kemarin, sedangkan BFC sendiri sedang dipersiapkan legalitasnya dalam waktu dekat akan segera keluar," ungkapnya.
BFC yang dibentuknya merupakan wadah bagi para jawara-jawara di Batam tanpa harus melepaskan diri dari perguruannya. Bersamaan dengan peresmian kantornya, Yakop sempat membuat turnamen yang tidak hanya diikuti jawara dari Indonesia tapi juga dari negara tetangga semacam Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Meski belum lama dibuka, saat ini sudah hampir 100 fighter yang bergabung dengan Yakop. Mereka menyerahkan diri untuk dididik ala militer yang ketat ataupun memperdalam ilmu beladirinya. Meski dasar yang dimilikinya adalah pencak silat, Yakop tidak menutup kesempatan bagi fighter yang memiliki dasar beladiri lain seperti wushu, taekwondo, karate, muaythai, sampai jujitsu.
"Jika Anda pernah melihat street fighter atau petarung jalanan, mereka menggunakan banyak gaya dalam bertarung. Maka di sini tempatnya seperti itu, kami tidak hanya berpatok dalam satu gaya namun malah mengombinasikan semua gaya yang dimiliki fighter," katanya.
Maka, Yakop menyebut latihan beladiri yang dikembangkan di BFC adalah beladiri jenis simpel. Setiap orang yang mendaftar untuk ikut latihan di BFC selalu dititikberatkan dari segi nyali. Siapa saja yang sudah mendaftar di sana harus siap untuk diuji langsung, diturunkan ke ring untuk diadu dengan pendaftar lainnya atau dengan pelatih.
Tidak hanya melihat dari sisi bisnis, ayah tiga anak ini memiliki misi untuk mengenalkan dan mengembangkan budaya Indonesia lewat beladiri. Penggemar aktor laga Iko Uwais ini merasa memiliki tanggung jawab untuk turut menggugah dunia lewat beladiri.
"Beladiri yang dimiliki orang Indonesia itu sebenarnya indah dan layak dipandang di mata dunia," ucapnya.
Melalui beladiri ia juga ingin ikut menyumbangkan diri dari sisi pertahanan. Menurutnya, jika di Batam ini banyak jawara dari kalangan pemuda, tindakan kriminal bisa dikurangi. Minimal setiap orang mampu menjaga dirinya sendiri dari kemungkinan-kemungkinan tindak kriminalitas.
"Setiap orang yang ingin bergabung menjadi anggota di BFC selalu kami tanya apa output yang ingin dicapainya. Jika ia ingin menjadi sekuriti maka kami siap menjadikannya anggota binaan kami, targetnya memang sudah mulai masuk ke bodyguard dan pengawalan," lanjutnya.
Bicara tentang Batam Fighter Club tidak dapat dilepaskan dari Bandung Fighting Club yang merupakan cikal bakal berdirinya Batam Fighter Club. Awalnya, Yakop merupakan salah satu pembina di Bandung Fighting Club.
Dia kemudian berpikir untuk bisa membuat sebuah wadah bagi siapa saja yang ingin belajar beladiri tanpa harus meninggalkan perguruannya dan malah bisa mengombinasikan dengan beladiri lain selain yang berasal dari perguruannya.
Berapa dana yang dibutuhkan untuk bisa bergabung ke BFC? Tergantung mau ambil kategori mana. Ada yang gratis dan ada yang bayar. Untuk kategori binaan gratis, syaratnya harus selalu bisa ikut dengan jadwal latihan yang ditentukan BFC. Seminggu minimal dua kali.
"Lalu ada kategori reguler, yang ini banyak yang berasal dari kalangan pekerja, sehingga mereka tidak bisa ikut jadwalnya BFC, mereka bisa menentukan jadwal sendiri. Biayanya untuk daftar Rp200 ribu dan per bulannya bayar Rp500 ribu," katanya.
Selain itu, juga ada kategori atlet. Untuk yang ini, anggota yang bagus malah akan direkrut sebagai karyawan yang bertugas untuk menjadi instruktur dan membantu kegiatan di BFC. Untuk kategori ini anggota malah akan dibayar secara layak oleh BFC.
Bergelut di bidang beladiri ini menjadi passion Yakop sejak kecil. Laki-laki yang dilahirkan di Tanjungpinang pada 1970 lalu ini kemudian bercerita tentang hijrah yang dilakukan orangtuanya ke Jakarta saat dia masih kecil.
Yakop kecil diajak tinggal di wilayah Tanjung Priok, kawasan yang terkenal dengan lingkungan kerasnya. "Sejak kecil saya sering berantem, seminggu itu paling tidak sekali berantem. Karena itu, sejak usia 4 tahun saya sudah bergabung di Padepokan Baja Inten untuk belajar silat," kenangnya.
Mempelajari beladiri diakuinya menjadi sangat penting karena ia harus bertahan menghadapi orang-orang yang mengusiknya. Di sana tidak bisa berpenampilan rapi dan bersepatu bagus kalau tidak mau ditodong.
Menjelang SMP, orangtuanya mengajaknya untuk ke Batam. Tak lama setelah tamat SMP, orangtuanya menghendaki ia sekolah di Bandung. "Tapi entah kenapa langkah kaki malah membawa saya kembali ke Priok," katanya sambil tertawa.
Saat SMA itulah ia kembali ke lingkungan keras, bergaul dengan preman sampai kemudian ia dijuluki kepala preman. Ia masih ingat sekali dahulu ke mana-mana tak pernah lepas dari pisau. Baginya pisau adalah senjata yang amat disukainya karena telah sering menyelamatkan nyawanya.
"Saya punya pisau lipat kesayangan yang biasanya saya kenakan di kalung, kemudian juga ada pisau yang saya sembunyikan di sepatu," katanya sambil menunjukkan posisi di atas mata kaki tempat ia dulu menyelipkan pisau.
Laki-laki yang pernah punya cita-cita jadi sarjana hukum ini dahulu sangat ingin bisa melanjutkan kuliah. Tapi apa daya, ia tak punya cukup dana. Untuk tidak melupakan cita-cita itu ia kini membuka kantor pengacara di samping ruangannya.
"Kalau saya tidak jadi sarjana hukum ya sudah tak apa, yang penting saya sekarang punya kantor pengacara dan saya tahu banyak tentang bidang itu," ujar laki-laki yang mengaku suka berdebat ini.
Setahun setelah tamat SMA ia kembali ke Batam. Waktu itu tahun1990. Ia lalu bekerja sebagai marketing mobil, pekerjaan itu membuatnya bertemu dengan banyak orang. Tak hanya menjualkan mobil orang, ia mulai bisa berdiri sendiri. Tahun 2000, Batam saat itu adalah kota yang terkenal dengan gemerlap dunia malam yang memikat, judi, narkoba jadi gaya hidup.
"Saya yang waktu itu masih jadi pedagang mobil, tak bisa menghindari dunia malam dan terjerat narkoba, apalagi saat itu saya mulai merasa hidup berlebih," katanya.
Laki-laki yang pernah dikenal sebagai 'Raja Mobil' di Batam ini pernah mengalami kehancuran dan keterpurukan hidup. Bisnisnya bangkrut karena ia tak mampu mengontrol emosi. Sejak menjadi pengguna narkoba ia menjadi pemalas dan berpikiran pendek. Rumah tangganya sempat hancur, anak-anaknya yang sangat disayangi bahkan meninggalkannya.
"Kalau diingat-ingat lagi, rasanya sangat sia-sia. Teman-teman yang seangkatan saya semuanya minimal sudah punya showroom, mereka masih jualan mobil, nah saya yang tawarkan sekarang malah sekuriti," ujarnya.
Laki-laki yang pernah sukses di bisnis otomotif itu mulai menjadi pecandu. "Cukup lama terpuruk, namun akhirnya keluarga yang menjadi faktor pendorong saya harus mulai berubah," katanya.
Tidak mudah untuk bisa kembali ke jalan yang benar. Apalagi sesekali ia harus menemani relasinya untuk ke tempat hiburan malam, namun ia sudah bertekad untuk tidak lagi menggunakan narkoba. Bahkan sekarang ia selalu menolak untuk diajak ke tempat-tempat yang akrab dengan narkoba.
"Berhenti narkoba untuk jenis sabu sudah lama, kalau ineks murni baru dua tahunan, untuk pergi ke diskotek walaupun hanya menemani relasi pelan-pelan saya sudah bisa nolak," ujarnya.
Kini, Yakop aktif di Gerakan Anti Narkoba Nasional (Gannas). Di kantornya maupun di BFC ia mewanti-wanti anggotanya untuk tidak menggunakan narkoba jenis apa pun. Dari mulai pintu masuk sampai ke ruangannya di lantai 2 di mana-mana terlihat tulisan No Smoking. Ia memang melarang para anggotanya merokok di kantornya, jika ketahuan akan langsung dipecat.
"Kalau mau merokok ya silakan di luar saja," katanya.
Saat ini ia hanya berharap para satpam yang dibinanya bisa sesuai dengan keinginannya. Maka, selain mendapat latihan beladiri yang rutin mereka juga harus menjalani latihan ala militer yang ketat. Untuk sarana latihan ia telah menyediakan tempat di depan kantornya lengkap dengan berbagai alat dan fasilitas.
Perawakannya tinggi besar. Lengannya bertato. Namun pembawaannya segar dan sehat. Begitu yang terlihat sepintas saat pertama kali bertemu dengan Yakop Sutjipto yang saat itu tengah sibuk mempersiapkan peresmian Batam Fighter Club (BFC).
Saat ditemui di lantai 2 kantornya yang terletak di Seipanas, ia sedang mengarahkan beberapa karyawannya. "Kantor saya ini baru diresmikan pada 6 September kemarin, sedangkan BFC sendiri sedang dipersiapkan legalitasnya dalam waktu dekat akan segera keluar," ungkapnya.
BFC yang dibentuknya merupakan wadah bagi para jawara-jawara di Batam tanpa harus melepaskan diri dari perguruannya. Bersamaan dengan peresmian kantornya, Yakop sempat membuat turnamen yang tidak hanya diikuti jawara dari Indonesia tapi juga dari negara tetangga semacam Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Meski belum lama dibuka, saat ini sudah hampir 100 fighter yang bergabung dengan Yakop. Mereka menyerahkan diri untuk dididik ala militer yang ketat ataupun memperdalam ilmu beladirinya. Meski dasar yang dimilikinya adalah pencak silat, Yakop tidak menutup kesempatan bagi fighter yang memiliki dasar beladiri lain seperti wushu, taekwondo, karate, muaythai, sampai jujitsu.
"Jika Anda pernah melihat street fighter atau petarung jalanan, mereka menggunakan banyak gaya dalam bertarung. Maka di sini tempatnya seperti itu, kami tidak hanya berpatok dalam satu gaya namun malah mengombinasikan semua gaya yang dimiliki fighter," katanya.
Maka, Yakop menyebut latihan beladiri yang dikembangkan di BFC adalah beladiri jenis simpel. Setiap orang yang mendaftar untuk ikut latihan di BFC selalu dititikberatkan dari segi nyali. Siapa saja yang sudah mendaftar di sana harus siap untuk diuji langsung, diturunkan ke ring untuk diadu dengan pendaftar lainnya atau dengan pelatih.
Tidak hanya melihat dari sisi bisnis, ayah tiga anak ini memiliki misi untuk mengenalkan dan mengembangkan budaya Indonesia lewat beladiri. Penggemar aktor laga Iko Uwais ini merasa memiliki tanggung jawab untuk turut menggugah dunia lewat beladiri.
"Beladiri yang dimiliki orang Indonesia itu sebenarnya indah dan layak dipandang di mata dunia," ucapnya.
Melalui beladiri ia juga ingin ikut menyumbangkan diri dari sisi pertahanan. Menurutnya, jika di Batam ini banyak jawara dari kalangan pemuda, tindakan kriminal bisa dikurangi. Minimal setiap orang mampu menjaga dirinya sendiri dari kemungkinan-kemungkinan tindak kriminalitas.
"Setiap orang yang ingin bergabung menjadi anggota di BFC selalu kami tanya apa output yang ingin dicapainya. Jika ia ingin menjadi sekuriti maka kami siap menjadikannya anggota binaan kami, targetnya memang sudah mulai masuk ke bodyguard dan pengawalan," lanjutnya.
Bicara tentang Batam Fighter Club tidak dapat dilepaskan dari Bandung Fighting Club yang merupakan cikal bakal berdirinya Batam Fighter Club. Awalnya, Yakop merupakan salah satu pembina di Bandung Fighting Club.
Dia kemudian berpikir untuk bisa membuat sebuah wadah bagi siapa saja yang ingin belajar beladiri tanpa harus meninggalkan perguruannya dan malah bisa mengombinasikan dengan beladiri lain selain yang berasal dari perguruannya.
Berapa dana yang dibutuhkan untuk bisa bergabung ke BFC? Tergantung mau ambil kategori mana. Ada yang gratis dan ada yang bayar. Untuk kategori binaan gratis, syaratnya harus selalu bisa ikut dengan jadwal latihan yang ditentukan BFC. Seminggu minimal dua kali.
"Lalu ada kategori reguler, yang ini banyak yang berasal dari kalangan pekerja, sehingga mereka tidak bisa ikut jadwalnya BFC, mereka bisa menentukan jadwal sendiri. Biayanya untuk daftar Rp200 ribu dan per bulannya bayar Rp500 ribu," katanya.
Selain itu, juga ada kategori atlet. Untuk yang ini, anggota yang bagus malah akan direkrut sebagai karyawan yang bertugas untuk menjadi instruktur dan membantu kegiatan di BFC. Untuk kategori ini anggota malah akan dibayar secara layak oleh BFC.
Bergelut di bidang beladiri ini menjadi passion Yakop sejak kecil. Laki-laki yang dilahirkan di Tanjungpinang pada 1970 lalu ini kemudian bercerita tentang hijrah yang dilakukan orangtuanya ke Jakarta saat dia masih kecil.
Yakop kecil diajak tinggal di wilayah Tanjung Priok, kawasan yang terkenal dengan lingkungan kerasnya. "Sejak kecil saya sering berantem, seminggu itu paling tidak sekali berantem. Karena itu, sejak usia 4 tahun saya sudah bergabung di Padepokan Baja Inten untuk belajar silat," kenangnya.
Mempelajari beladiri diakuinya menjadi sangat penting karena ia harus bertahan menghadapi orang-orang yang mengusiknya. Di sana tidak bisa berpenampilan rapi dan bersepatu bagus kalau tidak mau ditodong.
Menjelang SMP, orangtuanya mengajaknya untuk ke Batam. Tak lama setelah tamat SMP, orangtuanya menghendaki ia sekolah di Bandung. "Tapi entah kenapa langkah kaki malah membawa saya kembali ke Priok," katanya sambil tertawa.
Saat SMA itulah ia kembali ke lingkungan keras, bergaul dengan preman sampai kemudian ia dijuluki kepala preman. Ia masih ingat sekali dahulu ke mana-mana tak pernah lepas dari pisau. Baginya pisau adalah senjata yang amat disukainya karena telah sering menyelamatkan nyawanya.
"Saya punya pisau lipat kesayangan yang biasanya saya kenakan di kalung, kemudian juga ada pisau yang saya sembunyikan di sepatu," katanya sambil menunjukkan posisi di atas mata kaki tempat ia dulu menyelipkan pisau.
Laki-laki yang pernah punya cita-cita jadi sarjana hukum ini dahulu sangat ingin bisa melanjutkan kuliah. Tapi apa daya, ia tak punya cukup dana. Untuk tidak melupakan cita-cita itu ia kini membuka kantor pengacara di samping ruangannya.
"Kalau saya tidak jadi sarjana hukum ya sudah tak apa, yang penting saya sekarang punya kantor pengacara dan saya tahu banyak tentang bidang itu," ujar laki-laki yang mengaku suka berdebat ini.
Setahun setelah tamat SMA ia kembali ke Batam. Waktu itu tahun1990. Ia lalu bekerja sebagai marketing mobil, pekerjaan itu membuatnya bertemu dengan banyak orang. Tak hanya menjualkan mobil orang, ia mulai bisa berdiri sendiri. Tahun 2000, Batam saat itu adalah kota yang terkenal dengan gemerlap dunia malam yang memikat, judi, narkoba jadi gaya hidup.
"Saya yang waktu itu masih jadi pedagang mobil, tak bisa menghindari dunia malam dan terjerat narkoba, apalagi saat itu saya mulai merasa hidup berlebih," katanya.
Laki-laki yang pernah dikenal sebagai 'Raja Mobil' di Batam ini pernah mengalami kehancuran dan keterpurukan hidup. Bisnisnya bangkrut karena ia tak mampu mengontrol emosi. Sejak menjadi pengguna narkoba ia menjadi pemalas dan berpikiran pendek. Rumah tangganya sempat hancur, anak-anaknya yang sangat disayangi bahkan meninggalkannya.
"Kalau diingat-ingat lagi, rasanya sangat sia-sia. Teman-teman yang seangkatan saya semuanya minimal sudah punya showroom, mereka masih jualan mobil, nah saya yang tawarkan sekarang malah sekuriti," ujarnya.
Laki-laki yang pernah sukses di bisnis otomotif itu mulai menjadi pecandu. "Cukup lama terpuruk, namun akhirnya keluarga yang menjadi faktor pendorong saya harus mulai berubah," katanya.
Tidak mudah untuk bisa kembali ke jalan yang benar. Apalagi sesekali ia harus menemani relasinya untuk ke tempat hiburan malam, namun ia sudah bertekad untuk tidak lagi menggunakan narkoba. Bahkan sekarang ia selalu menolak untuk diajak ke tempat-tempat yang akrab dengan narkoba.
"Berhenti narkoba untuk jenis sabu sudah lama, kalau ineks murni baru dua tahunan, untuk pergi ke diskotek walaupun hanya menemani relasi pelan-pelan saya sudah bisa nolak," ujarnya.
Kini, Yakop aktif di Gerakan Anti Narkoba Nasional (Gannas). Di kantornya maupun di BFC ia mewanti-wanti anggotanya untuk tidak menggunakan narkoba jenis apa pun. Dari mulai pintu masuk sampai ke ruangannya di lantai 2 di mana-mana terlihat tulisan No Smoking. Ia memang melarang para anggotanya merokok di kantornya, jika ketahuan akan langsung dipecat.
"Kalau mau merokok ya silakan di luar saja," katanya.
Saat ini ia hanya berharap para satpam yang dibinanya bisa sesuai dengan keinginannya. Maka, selain mendapat latihan beladiri yang rutin mereka juga harus menjalani latihan ala militer yang ketat. Untuk sarana latihan ia telah menyediakan tempat di depan kantornya lengkap dengan berbagai alat dan fasilitas.
(zik)