Petani Mogok Makan Tolak Bandara, Sultan Cuek
A
A
A
YOGYAKARTA - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mempersilahkan para petani menggelar aksi mogok makan untuk menolak pembangunan bandara.
"Ya silahkan, kan aksi itu tidak melanggar aturan yang ada," kata Sultan HB X di DPRD DIY sebelum rapat paripurna pada wartawan, Senin (26/10/2015).
Sultan mengaku rencana pembangunan bandara belum sampai pada translolasi. Begitu juga soal Ijin Pemanfaatan Lahan (IPL), masih dalam gugatan warga. "IPL saja masih digugat, tahapannya belum sampai translokasi," jelasnya.
Begitu juga dengan uang ganti rugi, belum ditentukan nominal untuk warga yang lahannya bakal terkena dampak pembangunan bandara. (Baca: Tolak Bandara, Petani Tidur di Jalan dan Mogok Makan)
Sementara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapperda) DIY, Tavip Rayanto mengungkapkan tidak bisa rencana pembangunan bandara terhenti hanya penolakan oleh sekelompok warga.
"Kalau ada beberapa orang menolak, kemudian kita ragu-ragu, ya engak jalan pembangunan bandara," jelasnya.
Dia menyebut pembangunan bandara baru di Yogyakarta ini untuk kepentingan yang luas. Sebab, bandara lama di Adisucipto Yogyakarta sudah tidak cukup daya tampungnya.
Meski dapat penolakan, dia mengaku pentingnya sosialisasi. Sebab, dengan pendekatan yang humanis diyakini mampu mengurai masalah yang rumit.
"Sosialisasi masih terus dilakukan, banyak tahapan yang harus diselesaikan satu persatu," jelasnya.
Pihaknya juga mengaku sudah memikirkan translokasi, atau lokasi baru bagi petani yang bakal terkena dampak pembangunan bandara. "Itu juga sudah kita pikirkan, tahapannya belum sampai sana," pungkasnya.
"Ya silahkan, kan aksi itu tidak melanggar aturan yang ada," kata Sultan HB X di DPRD DIY sebelum rapat paripurna pada wartawan, Senin (26/10/2015).
Sultan mengaku rencana pembangunan bandara belum sampai pada translolasi. Begitu juga soal Ijin Pemanfaatan Lahan (IPL), masih dalam gugatan warga. "IPL saja masih digugat, tahapannya belum sampai translokasi," jelasnya.
Begitu juga dengan uang ganti rugi, belum ditentukan nominal untuk warga yang lahannya bakal terkena dampak pembangunan bandara. (Baca: Tolak Bandara, Petani Tidur di Jalan dan Mogok Makan)
Sementara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapperda) DIY, Tavip Rayanto mengungkapkan tidak bisa rencana pembangunan bandara terhenti hanya penolakan oleh sekelompok warga.
"Kalau ada beberapa orang menolak, kemudian kita ragu-ragu, ya engak jalan pembangunan bandara," jelasnya.
Dia menyebut pembangunan bandara baru di Yogyakarta ini untuk kepentingan yang luas. Sebab, bandara lama di Adisucipto Yogyakarta sudah tidak cukup daya tampungnya.
Meski dapat penolakan, dia mengaku pentingnya sosialisasi. Sebab, dengan pendekatan yang humanis diyakini mampu mengurai masalah yang rumit.
"Sosialisasi masih terus dilakukan, banyak tahapan yang harus diselesaikan satu persatu," jelasnya.
Pihaknya juga mengaku sudah memikirkan translokasi, atau lokasi baru bagi petani yang bakal terkena dampak pembangunan bandara. "Itu juga sudah kita pikirkan, tahapannya belum sampai sana," pungkasnya.
(nag)