Penolak Bandara Kulon Progo Mogok Makan 15 Hari
A
A
A
KULON PROGO - Warga penolak pembangunan bandara baru di Kulon Progo yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) menggelar aksi mogok makan di halaman DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta. Aksi tersebut akan berlangsung selama 15 hari atau sampai 2 November 2015.
Sebelum aksi mogok makan, WTT bersama sejumlah aktivis mahasiswa menggelar unjuk rasa di halaman kantor wakil rakyat yang berada di
Jalan Malioboro Yogyakarta. Mereka membawa spanduk yang intinya bertuliskan pembangunan bandara tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Saat aksi berlangsung, DPRD DIY sedang ada agenda Rapat Paripurna sehingga tidak ada legislator yang menemuinya. Setelah negoisasi berlangsung alot, lima perwakilan pengunjuk rasa ditemui sejumlah anggota DPRD DIY. Dalam rapat tersebut, WTT meminta kepada DPRD DIY untuk mendukung aksi mereka.
"Sebelas ribu petani dan petani penggarap akan kehilangan lahan produksi akibat pembangunan bandara. Tolong pikirkan itu wakil
rakyat," kata Ketua WTT Wartono di Ruang Transit DPRD DIY, Senin (19/10/2015).
Martono mengatakan, aksi mogok makan 15 hari ini merupakan bentuk penolakan pembangunan bandara di area produktif di Kulon Progo. "Wilayah yang akan dibangun bandara tersebut merupakan lahan subur. Dari kita memasok buah-buahan di area pasar di DIY. Sebagai petani,
kami bisa hidup dan menghidupi keluarga," paparnya.
Dia mengakui, aksi mogok makan ini merupakan pertaruhan nyawa. Tidak kuat 15 hari, berarti nyawanya terancam. "Kami mempertaruhkan nyawa untuk lahan produktif sebagai sumber penghidupan. Kami meminta pemerintah tidak membangun bandara di lahan produktif yang ada. Kami bukannya antipembangunan, namun tolong cari lahan lain yang tak produktif," paparnya.
Humas WTT Agus Subianto berharap aksi mogok makan ini melahirkan empati dan simpati kepada warga yang terdampak bandara. "Kami akan membangun tenda di sini (DPRD DIY) untuk aksi mogok makan. Kami berharap ada yang peduli," pintanya.
Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan, Pimpinan DPRD DIY tidak punya kewenangan untuk melarang atau mengizinkan menggelar aksi mogok makan di DPRD DIY.
"Aksi mogok makan itu merupakan bentuk aspirasi, hak setiap setiap warga negara. Tapi kami tidak punya kewenangan menolak atau mengizinkan," kata dia.
Politikus PAN ini mengungkapkan, yang punya kewenangan adalah kepolisian. Sesuai UU menyampaikan pendapat, aksi harus memberitahukan
kepada kepolisian. "Kalau kepolisian mengizinkan, silakan aksi di sini, karena DPRD DIY adalah ruang publik."
Anggota DPRD DIY Anwar Hamid menambahkan, sah-sah saja menggelar aksi, termasuk aksi mogok makan. Namun, sebaiknya aksi mogok makan tidak dilakukan. "Maaf, kalau bapak-bapak Islam sebenarnya tidak ada tuntunan aksi mogok makan," katanya.
Mantan Wakil Bupati Kulon Progo ini mengungkapkan, justru mogok makan itu bertentangan dengan tuntunan Islam. "Dalam Islam itu tidak diperbolehkan menyengsarakan diri sendiri. Mogok makan itu bagian dari menyengsarakan diri sendiri."
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mengatakan, DPRD DIY tidak punya kewenangan dalam mencampuri proses hukum seputar pembangunan bandara.
Justru sebaiknya semua pihak menghormati proses hukum tersebut. "Saat Pemda kalah di-PTUN, kita menghargai hukum itu. Saat MA berpendapat lain, sebaiknya juga tetap menghormati proses hukum."
Eko mengajak semua pihak, khususnya WTT, untuk berdialog mencari solusi terbaik. "Yang penting tidak ada istilah 'pokoke'. Semua perlu dialog dan berembuk, kami meyakini ada solusinya," kata Ketua Fraksi PDIP DPRD DIY.
Di bagian lain, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto mengatakan, proses hukum terkait bandara baru di Kulon Progo sudah selesai dengan turunnya kasasi MA. "Dari aspek hukum, sudah selesai," katanya.
Menurut dia, meski saat ini masih ada pihak yang belum sepakat, tidak akan mengganggu proses pembangunan. "Masak demi 10 orang pembangunan mundur. Kita beri penjelasan tentang pentingnya bandara baru," ujarnya.
Tavip mengatakan, terhadap pihak yang masih menolak tetap akan dilakukan proses sosialisasi. Pihak yang setuju maupun tidak setuju pembangunan bandara baru di Kulon Progo tetap akan diakomodir. Termasuk untuk WTT, dirinya mencontohkan seperti dengan pemberdayaan masyarakat.
Sebelum aksi mogok makan, WTT bersama sejumlah aktivis mahasiswa menggelar unjuk rasa di halaman kantor wakil rakyat yang berada di
Jalan Malioboro Yogyakarta. Mereka membawa spanduk yang intinya bertuliskan pembangunan bandara tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Saat aksi berlangsung, DPRD DIY sedang ada agenda Rapat Paripurna sehingga tidak ada legislator yang menemuinya. Setelah negoisasi berlangsung alot, lima perwakilan pengunjuk rasa ditemui sejumlah anggota DPRD DIY. Dalam rapat tersebut, WTT meminta kepada DPRD DIY untuk mendukung aksi mereka.
"Sebelas ribu petani dan petani penggarap akan kehilangan lahan produksi akibat pembangunan bandara. Tolong pikirkan itu wakil
rakyat," kata Ketua WTT Wartono di Ruang Transit DPRD DIY, Senin (19/10/2015).
Martono mengatakan, aksi mogok makan 15 hari ini merupakan bentuk penolakan pembangunan bandara di area produktif di Kulon Progo. "Wilayah yang akan dibangun bandara tersebut merupakan lahan subur. Dari kita memasok buah-buahan di area pasar di DIY. Sebagai petani,
kami bisa hidup dan menghidupi keluarga," paparnya.
Dia mengakui, aksi mogok makan ini merupakan pertaruhan nyawa. Tidak kuat 15 hari, berarti nyawanya terancam. "Kami mempertaruhkan nyawa untuk lahan produktif sebagai sumber penghidupan. Kami meminta pemerintah tidak membangun bandara di lahan produktif yang ada. Kami bukannya antipembangunan, namun tolong cari lahan lain yang tak produktif," paparnya.
Humas WTT Agus Subianto berharap aksi mogok makan ini melahirkan empati dan simpati kepada warga yang terdampak bandara. "Kami akan membangun tenda di sini (DPRD DIY) untuk aksi mogok makan. Kami berharap ada yang peduli," pintanya.
Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan, Pimpinan DPRD DIY tidak punya kewenangan untuk melarang atau mengizinkan menggelar aksi mogok makan di DPRD DIY.
"Aksi mogok makan itu merupakan bentuk aspirasi, hak setiap setiap warga negara. Tapi kami tidak punya kewenangan menolak atau mengizinkan," kata dia.
Politikus PAN ini mengungkapkan, yang punya kewenangan adalah kepolisian. Sesuai UU menyampaikan pendapat, aksi harus memberitahukan
kepada kepolisian. "Kalau kepolisian mengizinkan, silakan aksi di sini, karena DPRD DIY adalah ruang publik."
Anggota DPRD DIY Anwar Hamid menambahkan, sah-sah saja menggelar aksi, termasuk aksi mogok makan. Namun, sebaiknya aksi mogok makan tidak dilakukan. "Maaf, kalau bapak-bapak Islam sebenarnya tidak ada tuntunan aksi mogok makan," katanya.
Mantan Wakil Bupati Kulon Progo ini mengungkapkan, justru mogok makan itu bertentangan dengan tuntunan Islam. "Dalam Islam itu tidak diperbolehkan menyengsarakan diri sendiri. Mogok makan itu bagian dari menyengsarakan diri sendiri."
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mengatakan, DPRD DIY tidak punya kewenangan dalam mencampuri proses hukum seputar pembangunan bandara.
Justru sebaiknya semua pihak menghormati proses hukum tersebut. "Saat Pemda kalah di-PTUN, kita menghargai hukum itu. Saat MA berpendapat lain, sebaiknya juga tetap menghormati proses hukum."
Eko mengajak semua pihak, khususnya WTT, untuk berdialog mencari solusi terbaik. "Yang penting tidak ada istilah 'pokoke'. Semua perlu dialog dan berembuk, kami meyakini ada solusinya," kata Ketua Fraksi PDIP DPRD DIY.
Di bagian lain, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto mengatakan, proses hukum terkait bandara baru di Kulon Progo sudah selesai dengan turunnya kasasi MA. "Dari aspek hukum, sudah selesai," katanya.
Menurut dia, meski saat ini masih ada pihak yang belum sepakat, tidak akan mengganggu proses pembangunan. "Masak demi 10 orang pembangunan mundur. Kita beri penjelasan tentang pentingnya bandara baru," ujarnya.
Tavip mengatakan, terhadap pihak yang masih menolak tetap akan dilakukan proses sosialisasi. Pihak yang setuju maupun tidak setuju pembangunan bandara baru di Kulon Progo tetap akan diakomodir. Termasuk untuk WTT, dirinya mencontohkan seperti dengan pemberdayaan masyarakat.
(zik)