Psikolog: Pembunuh Bocah 9 Tahun Harus di Hukum Mati

Psikolog: Pembunuh Bocah 9 Tahun Harus di Hukum Mati
A
A
A
DEPOK - Petugas kepolisian diminta untuk teliti dalam mengungkap kasus pembunuhan sadis terhadap PNF (9). Polisi harus membongkar apakah PNF menjadi korban pemerkosaan sebelum dibunuh, atau sebaliknya.
Psikolog dari Universitas Pancasila Aully Shinta menuturkan, pelaku pembunuhan biasanya nekat karena merasa takut perbuatannya ketahuan. Dengan kata lain, pelaku ingin menghilangkan jejak kejahatan.
Jika korbannya dibiarkan hidup pelaku ketakutan apa yang telah dilakukan terungkap. "Pelaku tahu risikonya kalau si korban dibiarkan hidup. Jadi cara yang paling mudah ya dibunuh," kata Shinta, Minggu 4 Oktober 2015 kemarin.
Shinta mengatakan, dalam kasus seperti ini harus diselidiki dulu apakah korban meninggal kemudian terjadi pemerkosaan atau sebaliknya. Karena pada beberapa kasus ada kelainan jiwa yang membuat seseorang juga memilih memerkosa korban yang sudah meninggal.
"Tapi kalau pemerkosaan dulu baru dibunuh, ada kemungkinan si pelaku tidak mau aksinya diketahui orang. Atau malah secara tak sengaja menyebabkan korban meninggal saat terjadi pemerkosaan," ungkapnya.
Shinta menilai, pelakunya termasuk sadis karena tega menghabisi nyawa anak kecil hanya untuk kepuasan seksual. Anak kerap menjadi korban karena dalam posisinya, anak tidak berdaya untuk melawan orang dewasa.
"Jadi perlakuan agrsif orang dewasa sangat mungkin menyebabkan mereka terluka bahkan tewas. Perlu alasan yang cukup kuat sehingga pelaku memutuskan untuk membunuh korban anak anak ini," katanya.
Hukuman bagi pelakunya, sambung Shinta, sudah pasti hukuman mati. Karena dia sudah melakukan perbuatan membunuh dengan sangat keji.
Psikolog dari Universitas Pancasila Aully Shinta menuturkan, pelaku pembunuhan biasanya nekat karena merasa takut perbuatannya ketahuan. Dengan kata lain, pelaku ingin menghilangkan jejak kejahatan.
Jika korbannya dibiarkan hidup pelaku ketakutan apa yang telah dilakukan terungkap. "Pelaku tahu risikonya kalau si korban dibiarkan hidup. Jadi cara yang paling mudah ya dibunuh," kata Shinta, Minggu 4 Oktober 2015 kemarin.
Shinta mengatakan, dalam kasus seperti ini harus diselidiki dulu apakah korban meninggal kemudian terjadi pemerkosaan atau sebaliknya. Karena pada beberapa kasus ada kelainan jiwa yang membuat seseorang juga memilih memerkosa korban yang sudah meninggal.
"Tapi kalau pemerkosaan dulu baru dibunuh, ada kemungkinan si pelaku tidak mau aksinya diketahui orang. Atau malah secara tak sengaja menyebabkan korban meninggal saat terjadi pemerkosaan," ungkapnya.
Shinta menilai, pelakunya termasuk sadis karena tega menghabisi nyawa anak kecil hanya untuk kepuasan seksual. Anak kerap menjadi korban karena dalam posisinya, anak tidak berdaya untuk melawan orang dewasa.
"Jadi perlakuan agrsif orang dewasa sangat mungkin menyebabkan mereka terluka bahkan tewas. Perlu alasan yang cukup kuat sehingga pelaku memutuskan untuk membunuh korban anak anak ini," katanya.
Hukuman bagi pelakunya, sambung Shinta, sudah pasti hukuman mati. Karena dia sudah melakukan perbuatan membunuh dengan sangat keji.
(whb)