Tinggalkan Dunia Model, Fokus Jadi MC
A
A
A
BATAM - Christine Sindoko sudah berkenalan dengan dunia modelling di usia 4,5 tahun atas peran mamanya. Kini, saat ia beraktivitas sebagai seorang master of ceremony (MC), mamanya pula yang selalu mendampinginya.
Christine Sindoko, perempuan kelahiran Jakarta 11 Desember 1991, siang itu terlihat sedang bersama mamanya, Erlina. Penampilannya sederhana, jauh dari kesan glamour seperti saat berada di atas panggung. Tidak ada make up atau lipstik tebal, ia hanya mengenakan riasan tipis.
Anak kedua dari dua bersaudara itu sedang bebas. Tak sedang menjadi master of ceremony, aktivitas yang kini dilakoninya. Ia berada di mal, berdua dengan ibunya
"Untuk baju yang dipakai saat ngemsi saya selalu nanya ke mama. Mama selalu bisa menempatkan diri sebagai orang yang kasih komentar," katanya, saat bertemu KORAN SINDO Batam di Nagoya Hill.
Christine antusias bercerita soal aktivitasnya di atas panggung itu. Namun, saat ditanya kapan ia mulai aktif menjadi pusat perhatian dalam sebuah acara, ia masih harus mengingat-ingat.
"Pertama kali ngemsi itu tahun 2007-an. Dulu awalnya sering ngemsi di acara ulang tahun teman. Lalu berlanjut saya ikut program talent yang diadakan di TV lokal Batam untuk mencari host. Mulai dari sana saya kemudian sering dapat tawaran ngemsi di mana-mana," katanya.
Hobinya cuap-cuap di atas panggung ini tidak bisa dilepaskan dari sifatnya yang bawel dan senang berbicara. Ia juga senang jadi pusat perhatian di depan orang ramai. Namun, jauh sebelum dia melakoni aktivitas sebagai seorang MC, ia sudah jago berlenggak-lenggok di atas panggung sebagai model.
"Si Christine ini sudah mulai aktif di dunia modelling sejak umur 4,5 tahun," kata Erlina, sang mama.
Kala itu, Christine bersama keluarganya masih tinggal di Jakarta. Sang mama adalah seorang guru senam. Dia sering membawa anak didiknya untuk ikut lomba aerobik. Christine yang waktu itu masih kecil sering ikut mamanya.
"Nah biasanya kan selain lomba aerobik juga ada lomba fashion show, tak jarang lombanya juga ada yang untuk anak-anak. Makanya ya sudah sekalian saja Christine ikut lomba," lanjut Erlina.
Usia Christine yang masih muda membuat Erlina tak memasukkan anaknya ke sanggar modelling. Ia hanya belajar autodidak, kadang diarahkan oleh sang mama, kadang dari melihat para peserta lain. Christine mengaku dulu ia memang gila tampil. Bisa berjalan di atas catwalk sudah membuatnya senang.
"Tapi saya tak pernah setengah-setengah, saya selalu berusaha tampil maksimal," katanya.
Berkat keseriusannya di panggung, setiap ajang yang diikutinya tak pernah sia-sia. Ia tampil bukan hanya untuk nampang tapi juga menunjukkan sisi berkualitas dan berbakatnya menjadi seorang model. Tak heran piala yang diraihnya berkat dunia modelling juga ratusan. Saat kecil ia bahkan selalu menangis kalau tidak dapat juara satu.
Perempuan yang pindah ke Batam saat terjadi kerusuhan pada tahun 1998 di Jakarta ini tetap eksis menjadi model saat berada di Batam. Karena Batam tidak menyediakan ruang yang banyak bagi dunia modelling, kegiatannya banyak dilakukan di Jakarta.
"Dari dulu saya sering bolak-balik Jakarta, sampai sekarang saat Jakarta sudah aman, saya masih nyaman tinggal di Batam. Jadi kalau pas ada kerjaan saja saya ke sana," ujarnya.
Tidak hanya jadi model, saat kecil Christine sempat coba-coba terjun di dunia tarik suara. Waktu itu ia sempat satu sanggar dengan Joshua yang saat itu terkenal jadi artis cilik. Menurut sang mama, Christine juga sempat akan dikontrak oleh produser rekaman.
"Sayangnya kontraknya lima tahun, menurut saya itu terlalu lama, apalagi Christine masih kecil takut tidak bisa ter-handle pendidikannya," kata Erlina.
Prestasinya di dunia modelling masih terus berlanjut sampai ia juga pernah menjadi runner up dalam acara Zoom in Beauty Panasonic. Berkat lomba itu, ia berkesempatan berkunjung ke Jepang.
Sejak mengikuti ajang tersebut, Christine semakin dikenal. Beberapa agensi talent di Jakarta mencoba merekrutnya, namun mengingat domisilinya di Batam ia tak mengambil kesempatan itu. Ia sempat syuting sinetron arahan rumah produksi yang sudah terkenal di Jakarta. Sayangnya, rutinitas di lapangan membuatnya tidak betah dan malah jatuh sakit.
"Ayahnya langsung memboyongnya kembali ke Batam saat Christine sakit. Sejak itu ia tak ingin ngoyo lagi untuk ikut syuting. Saya juga khawatir dia tak bisa melanjutkan kuliah kalau terlalu sibuk nantinya. Makanya kami memutuskan untuk tidak terima tawaran syuting lagi," ujar Erlina.
Meskipun ada beberapa job yang dilewatkan olehnya seperti salah satunya adalah menjadi host di acara sport tv nasional, Christine sempat membintangi iklan salah satu merek shampoo terkenal. Menurutnya, meskipun Batam tidak segemerlap Jakarta, ia merasa tidak sanggup untuk tinggal di Jakarta yang serba macet, harus bangun jam 4 setiap hari dan mulai berada di jalan sebelum jam 6 pagi.
Menjelang selesai SMA, ia mengaku agak kendur di bidang modelling dan memilih fokus ngemsi. Alasannya ia merasa suka berceloteh dan berbicara di depan orang ramai. Apalagi ia juga merasa kurang pede saat badannya menjadi agak gemuk.
"Jadi MC itu lebih fleksibel, nggak seperti model yang harus jaga badan sampai ekstrem. Karena kalau sudah gemuk kan nggak menarik," katanya sambil tertawa.
Job untuk ngemsi juga diakuinya lebih banyak daripada menjadi model. Apalagi di Batam dengan jumlah perusahaan yang makin banyak dan kota yang makin berkembang. Maka, dalam satu minggu selalu ada saja permintaan untuk ngemsi, seperti event musik, pameran, grand opening, launching produk, gathering, atau acara ulang tahun perusahaan.
"Kalau dulu saat sekolah saya ambil job hanya Sabtu-Minggu saja, sekarang saya ambil semua hari, bahkan kadang-kadang malam," kata Christine.
Sang mamalah yang sering mengingatkan dia untuk istirahat. Tak jarang mamanya juga yang mengatur jadwal Christine untuk menerima permintaan menjadi MC. Saat ini, jadwal ngemsi Christine dalam satu minggu bisa tiga sampai empat kali ngemsi di berbagai event.
Sang mama yang tak tega melepas aktivitas dara yang hobi menggambar itu akhirnya ikut menemaninya ke mana-mana. Sang papa, Sindoko, juga tak memberikan izin Christine menerima job ngemsi jika tidak ditemani sang mama.
Jika dahulu saat masih bergelut di bidang modelling sang mama yang selalu menjahitkan baju untuknya, sekarang saat ngemsi Christine masih memercayakan masalah kostum pada sang mama.
"Sampai sekarang kalau kostum untuk ngemsi Christine kebesaran atau ada bagian yang tak bagus saya masih tetap menjahitkan untuknya," ucap wanita yang hobi menjahit ini.
Christine Sindoko, perempuan kelahiran Jakarta 11 Desember 1991, siang itu terlihat sedang bersama mamanya, Erlina. Penampilannya sederhana, jauh dari kesan glamour seperti saat berada di atas panggung. Tidak ada make up atau lipstik tebal, ia hanya mengenakan riasan tipis.
Anak kedua dari dua bersaudara itu sedang bebas. Tak sedang menjadi master of ceremony, aktivitas yang kini dilakoninya. Ia berada di mal, berdua dengan ibunya
"Untuk baju yang dipakai saat ngemsi saya selalu nanya ke mama. Mama selalu bisa menempatkan diri sebagai orang yang kasih komentar," katanya, saat bertemu KORAN SINDO Batam di Nagoya Hill.
Christine antusias bercerita soal aktivitasnya di atas panggung itu. Namun, saat ditanya kapan ia mulai aktif menjadi pusat perhatian dalam sebuah acara, ia masih harus mengingat-ingat.
"Pertama kali ngemsi itu tahun 2007-an. Dulu awalnya sering ngemsi di acara ulang tahun teman. Lalu berlanjut saya ikut program talent yang diadakan di TV lokal Batam untuk mencari host. Mulai dari sana saya kemudian sering dapat tawaran ngemsi di mana-mana," katanya.
Hobinya cuap-cuap di atas panggung ini tidak bisa dilepaskan dari sifatnya yang bawel dan senang berbicara. Ia juga senang jadi pusat perhatian di depan orang ramai. Namun, jauh sebelum dia melakoni aktivitas sebagai seorang MC, ia sudah jago berlenggak-lenggok di atas panggung sebagai model.
"Si Christine ini sudah mulai aktif di dunia modelling sejak umur 4,5 tahun," kata Erlina, sang mama.
Kala itu, Christine bersama keluarganya masih tinggal di Jakarta. Sang mama adalah seorang guru senam. Dia sering membawa anak didiknya untuk ikut lomba aerobik. Christine yang waktu itu masih kecil sering ikut mamanya.
"Nah biasanya kan selain lomba aerobik juga ada lomba fashion show, tak jarang lombanya juga ada yang untuk anak-anak. Makanya ya sudah sekalian saja Christine ikut lomba," lanjut Erlina.
Usia Christine yang masih muda membuat Erlina tak memasukkan anaknya ke sanggar modelling. Ia hanya belajar autodidak, kadang diarahkan oleh sang mama, kadang dari melihat para peserta lain. Christine mengaku dulu ia memang gila tampil. Bisa berjalan di atas catwalk sudah membuatnya senang.
"Tapi saya tak pernah setengah-setengah, saya selalu berusaha tampil maksimal," katanya.
Berkat keseriusannya di panggung, setiap ajang yang diikutinya tak pernah sia-sia. Ia tampil bukan hanya untuk nampang tapi juga menunjukkan sisi berkualitas dan berbakatnya menjadi seorang model. Tak heran piala yang diraihnya berkat dunia modelling juga ratusan. Saat kecil ia bahkan selalu menangis kalau tidak dapat juara satu.
Perempuan yang pindah ke Batam saat terjadi kerusuhan pada tahun 1998 di Jakarta ini tetap eksis menjadi model saat berada di Batam. Karena Batam tidak menyediakan ruang yang banyak bagi dunia modelling, kegiatannya banyak dilakukan di Jakarta.
"Dari dulu saya sering bolak-balik Jakarta, sampai sekarang saat Jakarta sudah aman, saya masih nyaman tinggal di Batam. Jadi kalau pas ada kerjaan saja saya ke sana," ujarnya.
Tidak hanya jadi model, saat kecil Christine sempat coba-coba terjun di dunia tarik suara. Waktu itu ia sempat satu sanggar dengan Joshua yang saat itu terkenal jadi artis cilik. Menurut sang mama, Christine juga sempat akan dikontrak oleh produser rekaman.
"Sayangnya kontraknya lima tahun, menurut saya itu terlalu lama, apalagi Christine masih kecil takut tidak bisa ter-handle pendidikannya," kata Erlina.
Prestasinya di dunia modelling masih terus berlanjut sampai ia juga pernah menjadi runner up dalam acara Zoom in Beauty Panasonic. Berkat lomba itu, ia berkesempatan berkunjung ke Jepang.
Sejak mengikuti ajang tersebut, Christine semakin dikenal. Beberapa agensi talent di Jakarta mencoba merekrutnya, namun mengingat domisilinya di Batam ia tak mengambil kesempatan itu. Ia sempat syuting sinetron arahan rumah produksi yang sudah terkenal di Jakarta. Sayangnya, rutinitas di lapangan membuatnya tidak betah dan malah jatuh sakit.
"Ayahnya langsung memboyongnya kembali ke Batam saat Christine sakit. Sejak itu ia tak ingin ngoyo lagi untuk ikut syuting. Saya juga khawatir dia tak bisa melanjutkan kuliah kalau terlalu sibuk nantinya. Makanya kami memutuskan untuk tidak terima tawaran syuting lagi," ujar Erlina.
Meskipun ada beberapa job yang dilewatkan olehnya seperti salah satunya adalah menjadi host di acara sport tv nasional, Christine sempat membintangi iklan salah satu merek shampoo terkenal. Menurutnya, meskipun Batam tidak segemerlap Jakarta, ia merasa tidak sanggup untuk tinggal di Jakarta yang serba macet, harus bangun jam 4 setiap hari dan mulai berada di jalan sebelum jam 6 pagi.
Menjelang selesai SMA, ia mengaku agak kendur di bidang modelling dan memilih fokus ngemsi. Alasannya ia merasa suka berceloteh dan berbicara di depan orang ramai. Apalagi ia juga merasa kurang pede saat badannya menjadi agak gemuk.
"Jadi MC itu lebih fleksibel, nggak seperti model yang harus jaga badan sampai ekstrem. Karena kalau sudah gemuk kan nggak menarik," katanya sambil tertawa.
Job untuk ngemsi juga diakuinya lebih banyak daripada menjadi model. Apalagi di Batam dengan jumlah perusahaan yang makin banyak dan kota yang makin berkembang. Maka, dalam satu minggu selalu ada saja permintaan untuk ngemsi, seperti event musik, pameran, grand opening, launching produk, gathering, atau acara ulang tahun perusahaan.
"Kalau dulu saat sekolah saya ambil job hanya Sabtu-Minggu saja, sekarang saya ambil semua hari, bahkan kadang-kadang malam," kata Christine.
Sang mamalah yang sering mengingatkan dia untuk istirahat. Tak jarang mamanya juga yang mengatur jadwal Christine untuk menerima permintaan menjadi MC. Saat ini, jadwal ngemsi Christine dalam satu minggu bisa tiga sampai empat kali ngemsi di berbagai event.
Sang mama yang tak tega melepas aktivitas dara yang hobi menggambar itu akhirnya ikut menemaninya ke mana-mana. Sang papa, Sindoko, juga tak memberikan izin Christine menerima job ngemsi jika tidak ditemani sang mama.
Jika dahulu saat masih bergelut di bidang modelling sang mama yang selalu menjahitkan baju untuknya, sekarang saat ngemsi Christine masih memercayakan masalah kostum pada sang mama.
"Sampai sekarang kalau kostum untuk ngemsi Christine kebesaran atau ada bagian yang tak bagus saya masih tetap menjahitkan untuknya," ucap wanita yang hobi menjahit ini.
(zik)