Pengemplang Pajak Tak Bisa Disanksi
A
A
A
BANDUNG - Pemkot Bandung tidak dapat seenaknya melakukan penyegelan pada usaha tertentu yang tidak taat bayar pajak. Pasalnya tidak ada regulasi yang memuat klausul sanksi bagi pengemplang pajak.
Di sisi lain, Pemkot Bandung berencana memberlakukan sistem rewardand punishment kepada wajib pajak. Salah satu bentuk sansksi tegas yang akan diberlakukan oleh pemkot yakni dengan tindakan penyegelan tempat usaha yang tidak meregistrasikan tempat usahanya. Hal itu terungkap pada diskusi “Obrolan Teras Sindo” di kantor KORAN SINDO Jabar, Jalan Natuna Nomor 8A, Kota Bandung, kemarin.
Pada acara tersebut hadir Wali Kota Bandung Ridwan Kamil , Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Aan Andi Purnama, dan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin)Kota Bandung, DedenY Hidayat. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menduga, banyak pelaku usaha menengah-atas, tidak meregistasikan usahanya sehingga tidak tercatat sebagai wajib pajak.
Kondisi itu, mengakibatkan pendapatan pajak daerah Kota Bandung setiap tahunnya tidak tercapai secara maksimal. Ridwan menuturkan, pada bulan ini pihaknya dibantu dengan aparat kepolisian akan melakukan penertiban, terhadap perusahaan-perusaan yang tidak taat bayar pajak. Hal ini sebagai upaya meningkatkan pendapatan pajak daerah.
“Saya minta agar para pelaku usaha di Bandung segera melakukan registrasi pajak. Kalau sampai 7 Oktober tidak meregistrasi, jangan kaget kalau kami segel tempat usahanya,” ujar dia. Emil menilai, potensi pajak di Kota Bandung sangat besar. Hal ini ditandai dengan menjamurnya beragam kawasan komersial seperti hotel, restoran, dan kafe.
Namun kenyataan, penerimaan pajak dengan banyaknya kawasan pedagangan tidak berbanding lurus. “Dari kalkulasi penerimaan pajak kami tidak seoptimal yang diteorikan. Ternyata banyak restoran dan kafe yang tidak menjadi wajib pajak. Dimana ada transaksi yang sifatnya formal di situ, namun tidak membayar pajak.
Ini terjadi di banyak tempat,” kata Ridwan Menurut dia, dengan hilangnya pendapatan dari sektor pajak tersebut berimbas pada berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD). Padahal pada praktiknya dana ini digunakan untuk membiayai beragam pembangunan. “Pendapatan pajak itu masih diperlukan.
Kami kekurangn dana untuk biaya pembangunan seperti mengaspal jalan, memasang troroar, atau membangun sekolah murah. Struktur ekonomi Kota Bandung itu tidak punya sumber daya alam, tapi sumber daya manusia. Jadi lebih banyak pergerakan manusia dan barang,” katanya. Selain itu, lanjut Emil, dia juga meminta para pelaku usaha untuk bersikap jujur.
Pasalnya banyak para pelaku usaha yang mencantumkan nominal pajak tidak sesuai dengan angka sebenarnya yang seharusnya dibayarkan. “Jadi ada yang bayar pajak tapi tidak jujur. Dia hanya membayarkan sepertiga dari yang seharusnya dibayarkan. Negeri ini tidak akan maju kalau hobinya menyiasati aturan. Lebih parah lagi mengutup pajak dari pelanggannya,” katanya.
Sementara itu Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Aan Andi Purnama mengatakan, Pemkot Bandung tidak dapat seenaknya melakukan tindakan penyegelan kepada pelaku usaha yang tidak membayar pajak. Menurut dia, Kota Bandung tidak memiliki aturan yang mengantur terkait tindakan penyegelan.
“Dalam Perda No 20 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, tidak ada klausul tentang penyegelan. Ini yang membuat Pemkot Bandung jadi kesulitan. Berbeda seperti di Tangerang yang telah memiliki aturan tindakan penyegelan,” katanya. Menurut Aan, DPRD dan Pemkot sendiri tengah melakukan pembahasan untuk merevisi aturan tersebut, namun klausul penyegelan sendiri tidak diajukan.
“Harusnya dimasukan klausul peyegelan. Seharusnya klausul itu ada sesuai dengan UU tata cara perpajakan,” katanya. Aan mengaku setuju dengan tindakan tegas yang diserukan oleh wali kota bandung bagi para pelanggar pajak. Namun demikian harus tetap didasarkan dengan aturan aturan yang ada.
“Menggandeng pihak kepolisian hal yang bagus, tapi jika mengacu pada UU, polisi tidak bisa menyidik perkara perpajakan. Pemkot harus meminta PPNS untuk menyidik wajib pajak yang nakal. Nanti ini yang akan menyidik memeriksa,” ungkapnya. Aan mencontohkan, Kota Bandung dapat meniru Kabupaten Bandung. Hotel yang tidak membayar pajak langsung dicabut izinya.
“Di Kabupaten Bandumg. Ada salah satu hotel yang disegel karena tidak membayar pajak kemudian diekspos. Ada dua tindakan yang dijalankan oleh pemerintah, yakni memberikan sanksi dan memberi efek jera, karena para pelaku usaha jadi takut untuk tidak membayar pajak. Jadi di sini selain ada ketegasan, juga regulasinya sudah jelas,” katanya.
Senada dengan Aan, Ketua Kadin Kota Bandung Deden Y Hidayat meminta Pemkot Bandung tidak gegabah dalam bertindak. Pasalnya segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki payung hukum yang jelas. “Hati-hati loh pajak yah. Tadi saya sampaikan pajak itu ada undang undangnya. Seseorang apakah disebut disegel, divonis, itu harus ada urutannya sampai ada putusan pengadilan.
Kami perusahaan itu punya UU No 40 tentang Perseroan Terbatas, pajak ada UU pajaknya. Tadi kan disampaikan bahwa di regulasinya tidak ada penyegelan, ya hati-hati. Pengadilan kalau sudah mutusin baru bisa (menyegel),” katanya. Menurut dia, banyak faktor yang membuat para pengusaha mengemplang pajak.
Salah satunya repotnya dalam mengurus administrasi. “Jadi banyak faktor. Apakah kalau kami mengajukan keberatan pajak, apa selesai 1-2 bulan. Bisa satu tahun. Repot adminsitrasi,” katanya.
Dian rosadi
Di sisi lain, Pemkot Bandung berencana memberlakukan sistem rewardand punishment kepada wajib pajak. Salah satu bentuk sansksi tegas yang akan diberlakukan oleh pemkot yakni dengan tindakan penyegelan tempat usaha yang tidak meregistrasikan tempat usahanya. Hal itu terungkap pada diskusi “Obrolan Teras Sindo” di kantor KORAN SINDO Jabar, Jalan Natuna Nomor 8A, Kota Bandung, kemarin.
Pada acara tersebut hadir Wali Kota Bandung Ridwan Kamil , Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Aan Andi Purnama, dan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin)Kota Bandung, DedenY Hidayat. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menduga, banyak pelaku usaha menengah-atas, tidak meregistasikan usahanya sehingga tidak tercatat sebagai wajib pajak.
Kondisi itu, mengakibatkan pendapatan pajak daerah Kota Bandung setiap tahunnya tidak tercapai secara maksimal. Ridwan menuturkan, pada bulan ini pihaknya dibantu dengan aparat kepolisian akan melakukan penertiban, terhadap perusahaan-perusaan yang tidak taat bayar pajak. Hal ini sebagai upaya meningkatkan pendapatan pajak daerah.
“Saya minta agar para pelaku usaha di Bandung segera melakukan registrasi pajak. Kalau sampai 7 Oktober tidak meregistrasi, jangan kaget kalau kami segel tempat usahanya,” ujar dia. Emil menilai, potensi pajak di Kota Bandung sangat besar. Hal ini ditandai dengan menjamurnya beragam kawasan komersial seperti hotel, restoran, dan kafe.
Namun kenyataan, penerimaan pajak dengan banyaknya kawasan pedagangan tidak berbanding lurus. “Dari kalkulasi penerimaan pajak kami tidak seoptimal yang diteorikan. Ternyata banyak restoran dan kafe yang tidak menjadi wajib pajak. Dimana ada transaksi yang sifatnya formal di situ, namun tidak membayar pajak.
Ini terjadi di banyak tempat,” kata Ridwan Menurut dia, dengan hilangnya pendapatan dari sektor pajak tersebut berimbas pada berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD). Padahal pada praktiknya dana ini digunakan untuk membiayai beragam pembangunan. “Pendapatan pajak itu masih diperlukan.
Kami kekurangn dana untuk biaya pembangunan seperti mengaspal jalan, memasang troroar, atau membangun sekolah murah. Struktur ekonomi Kota Bandung itu tidak punya sumber daya alam, tapi sumber daya manusia. Jadi lebih banyak pergerakan manusia dan barang,” katanya. Selain itu, lanjut Emil, dia juga meminta para pelaku usaha untuk bersikap jujur.
Pasalnya banyak para pelaku usaha yang mencantumkan nominal pajak tidak sesuai dengan angka sebenarnya yang seharusnya dibayarkan. “Jadi ada yang bayar pajak tapi tidak jujur. Dia hanya membayarkan sepertiga dari yang seharusnya dibayarkan. Negeri ini tidak akan maju kalau hobinya menyiasati aturan. Lebih parah lagi mengutup pajak dari pelanggannya,” katanya.
Sementara itu Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Aan Andi Purnama mengatakan, Pemkot Bandung tidak dapat seenaknya melakukan tindakan penyegelan kepada pelaku usaha yang tidak membayar pajak. Menurut dia, Kota Bandung tidak memiliki aturan yang mengantur terkait tindakan penyegelan.
“Dalam Perda No 20 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, tidak ada klausul tentang penyegelan. Ini yang membuat Pemkot Bandung jadi kesulitan. Berbeda seperti di Tangerang yang telah memiliki aturan tindakan penyegelan,” katanya. Menurut Aan, DPRD dan Pemkot sendiri tengah melakukan pembahasan untuk merevisi aturan tersebut, namun klausul penyegelan sendiri tidak diajukan.
“Harusnya dimasukan klausul peyegelan. Seharusnya klausul itu ada sesuai dengan UU tata cara perpajakan,” katanya. Aan mengaku setuju dengan tindakan tegas yang diserukan oleh wali kota bandung bagi para pelanggar pajak. Namun demikian harus tetap didasarkan dengan aturan aturan yang ada.
“Menggandeng pihak kepolisian hal yang bagus, tapi jika mengacu pada UU, polisi tidak bisa menyidik perkara perpajakan. Pemkot harus meminta PPNS untuk menyidik wajib pajak yang nakal. Nanti ini yang akan menyidik memeriksa,” ungkapnya. Aan mencontohkan, Kota Bandung dapat meniru Kabupaten Bandung. Hotel yang tidak membayar pajak langsung dicabut izinya.
“Di Kabupaten Bandumg. Ada salah satu hotel yang disegel karena tidak membayar pajak kemudian diekspos. Ada dua tindakan yang dijalankan oleh pemerintah, yakni memberikan sanksi dan memberi efek jera, karena para pelaku usaha jadi takut untuk tidak membayar pajak. Jadi di sini selain ada ketegasan, juga regulasinya sudah jelas,” katanya.
Senada dengan Aan, Ketua Kadin Kota Bandung Deden Y Hidayat meminta Pemkot Bandung tidak gegabah dalam bertindak. Pasalnya segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki payung hukum yang jelas. “Hati-hati loh pajak yah. Tadi saya sampaikan pajak itu ada undang undangnya. Seseorang apakah disebut disegel, divonis, itu harus ada urutannya sampai ada putusan pengadilan.
Kami perusahaan itu punya UU No 40 tentang Perseroan Terbatas, pajak ada UU pajaknya. Tadi kan disampaikan bahwa di regulasinya tidak ada penyegelan, ya hati-hati. Pengadilan kalau sudah mutusin baru bisa (menyegel),” katanya. Menurut dia, banyak faktor yang membuat para pengusaha mengemplang pajak.
Salah satunya repotnya dalam mengurus administrasi. “Jadi banyak faktor. Apakah kalau kami mengajukan keberatan pajak, apa selesai 1-2 bulan. Bisa satu tahun. Repot adminsitrasi,” katanya.
Dian rosadi
(bbg)