33 Desa di Yogya Rawan Terdampak Tsunami
A
A
A
YOGYAKARTA - Jawa, termasuk DIY masuk daerah rawan terjadi gempa bumi yang berpotensi tsunami. Bila terjadi tsunami, dipetakan ada 33 desa yang tersebar di DIY yang akan terkena dampak.
Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Masturyono mengatakan, potensi terjadinya gempa bumi dan tsunami di wilayah Jawa, termasuk DIY relatif besar.
Hasil studi yang dilakukannya, di wilayah laut selatan Jawa sekian puluh tahun tidak terjadi bencana dengan skala besar, padahal di selatan Jawa terdapat sumber bencana.
“Selatan Jawa itu ada lempengan Samudera Hindia menyusup lempengan benua. Pergerakan ini berlangsung terus,” katanya, dalam workshop penguatan UPT BMKG dan BPBD dalam memahami rantai peringatan dini tsunami di kantor BMKG Yogyakarta, Senin (14/9/2015).
Disampaikan Masturyono, bencana gempa bumi di selatan Jawa yang mengakibatkan tsunami pernah terjadi pada tahun 1994, di Banyuwangi dan Pangandaran, pada 2006.
Daerah gempa itu, menurut dia, oleh para ahli disebut daerah kumpulan energi yang setiap saat bisa dilepas. Meski kapan terjadinya kembali bencana itu tidak dapat diprediksi, namun potensi terjadinya bencana itu cukup besar.
“Ada sesuatu yang kenyataanya agak berbeda (gempa bumi) yang terjadi di selatan Jawa dengan barat Sumatera. Kalau di selatan Jawa, magnitude tidak terlalu besar, tapi dampak tsunami sering besar,” ungkapnya.
Dicontohkan, untuk kejadian tsunami di Aceh pada 2004 silam, diakibatkan adanya gempa bumi dengan magnitude mencapai 9,0 skala richter (SR). Namun, di selatan Jawa magnitude 8,0 SR.
"Dampak yang diakibatkan bisa menyamai 9,0 SR, yang oleh para ahli dikatakan gempa di selatan Jawa memiliki sifat slow earthquake, yang mana getarannya relatif tak terasa namun potensi tsunami cukup besar," terangnya.
Dengan besarnya potensi gempa bumi yang ada di Indonesia, terutama pasca tsunami Aceh 2004 silam, BMKG telah memasang 169 seismograf yang tersebar di seluruh Indonesia.
Terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Heri Siswanto mengatakan, untuk wilayah DIY dari pemetaan yang dilakukan pada tahun 2012 lalu, terdapat 33 desa yang rawan tsunami.
"Jumlah itu masing-masing di Kulonprogo terdapat 10 desa, di Kabupaten Bantul terdiri tiga desa, dan Gunungkidul ada 18 desa," terangnya.
Dia menambahkan, jika tsunami di 33 desa itu terjadi, korban diprediksi akan mencapai 100 ribu orang. Prediksi tsunami itu dengan sumsi gempa mencapai 8,0 SR dengan ketinggian gelombang 11 meter dan jarak terjang 2-3 kilometer dari bibir pantai.
“Tapi itu tergantung dari topografi daerahnya,” bebernya.
Sementara itu, Kepala BMKG Yogyakarta Tony Agus Wijaya menambahkan, untuk mengamati tanda alam sebelum terjadi bencana gempa bumi, BMKG memasang dua alat sensor prekusor gempa bumi di daerah secar opak yang memang kerap terkena dampak gempa.
"Adapun pemasangan sensor prekusor gempa bumi tersebut dilakukan di daerah Pundong dan Piyungan, Kabupaten Bantul," jelasnya.
Dia melanjutkan, peralatan sensor yang meliputi unsur-unsur seperti gas bumi, kelembapan dimasukkan dalam sumur dengan kedalaman 100 meter. Sensor itu akan mengamati kondisi di bawah permukaan.
Berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan di negara-negara maju, sebelum terjadi bencana gempa, unsur-unsur tersebut mengalami peningkatan.
“Ini rintisan untuk mengenal gempa, di Indonesia (pemasangan sensor prekusor gempa bumi) pertama di DIY,” pungkasnya.
Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Masturyono mengatakan, potensi terjadinya gempa bumi dan tsunami di wilayah Jawa, termasuk DIY relatif besar.
Hasil studi yang dilakukannya, di wilayah laut selatan Jawa sekian puluh tahun tidak terjadi bencana dengan skala besar, padahal di selatan Jawa terdapat sumber bencana.
“Selatan Jawa itu ada lempengan Samudera Hindia menyusup lempengan benua. Pergerakan ini berlangsung terus,” katanya, dalam workshop penguatan UPT BMKG dan BPBD dalam memahami rantai peringatan dini tsunami di kantor BMKG Yogyakarta, Senin (14/9/2015).
Disampaikan Masturyono, bencana gempa bumi di selatan Jawa yang mengakibatkan tsunami pernah terjadi pada tahun 1994, di Banyuwangi dan Pangandaran, pada 2006.
Daerah gempa itu, menurut dia, oleh para ahli disebut daerah kumpulan energi yang setiap saat bisa dilepas. Meski kapan terjadinya kembali bencana itu tidak dapat diprediksi, namun potensi terjadinya bencana itu cukup besar.
“Ada sesuatu yang kenyataanya agak berbeda (gempa bumi) yang terjadi di selatan Jawa dengan barat Sumatera. Kalau di selatan Jawa, magnitude tidak terlalu besar, tapi dampak tsunami sering besar,” ungkapnya.
Dicontohkan, untuk kejadian tsunami di Aceh pada 2004 silam, diakibatkan adanya gempa bumi dengan magnitude mencapai 9,0 skala richter (SR). Namun, di selatan Jawa magnitude 8,0 SR.
"Dampak yang diakibatkan bisa menyamai 9,0 SR, yang oleh para ahli dikatakan gempa di selatan Jawa memiliki sifat slow earthquake, yang mana getarannya relatif tak terasa namun potensi tsunami cukup besar," terangnya.
Dengan besarnya potensi gempa bumi yang ada di Indonesia, terutama pasca tsunami Aceh 2004 silam, BMKG telah memasang 169 seismograf yang tersebar di seluruh Indonesia.
Terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Heri Siswanto mengatakan, untuk wilayah DIY dari pemetaan yang dilakukan pada tahun 2012 lalu, terdapat 33 desa yang rawan tsunami.
"Jumlah itu masing-masing di Kulonprogo terdapat 10 desa, di Kabupaten Bantul terdiri tiga desa, dan Gunungkidul ada 18 desa," terangnya.
Dia menambahkan, jika tsunami di 33 desa itu terjadi, korban diprediksi akan mencapai 100 ribu orang. Prediksi tsunami itu dengan sumsi gempa mencapai 8,0 SR dengan ketinggian gelombang 11 meter dan jarak terjang 2-3 kilometer dari bibir pantai.
“Tapi itu tergantung dari topografi daerahnya,” bebernya.
Sementara itu, Kepala BMKG Yogyakarta Tony Agus Wijaya menambahkan, untuk mengamati tanda alam sebelum terjadi bencana gempa bumi, BMKG memasang dua alat sensor prekusor gempa bumi di daerah secar opak yang memang kerap terkena dampak gempa.
"Adapun pemasangan sensor prekusor gempa bumi tersebut dilakukan di daerah Pundong dan Piyungan, Kabupaten Bantul," jelasnya.
Dia melanjutkan, peralatan sensor yang meliputi unsur-unsur seperti gas bumi, kelembapan dimasukkan dalam sumur dengan kedalaman 100 meter. Sensor itu akan mengamati kondisi di bawah permukaan.
Berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan di negara-negara maju, sebelum terjadi bencana gempa, unsur-unsur tersebut mengalami peningkatan.
“Ini rintisan untuk mengenal gempa, di Indonesia (pemasangan sensor prekusor gempa bumi) pertama di DIY,” pungkasnya.
(san)