Perumahan Bersubsidi Masih Sulit Berkembang
A
A
A
SEMARANG - Kalangan pengembang di Jawa Tengah menyambut positif dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Presiden Jokowi, khususnya untuk percepatan pembangunan rumah sederhana.
Namun, mereka tidak terlalu optimistis percepatan investasi di bidang properti ini akan mampu berjalan dengan baik, selama nilai tukar rupiah terhadap dolar masih tetap melemah. Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi Dibya K Hidayat mengatakan, terus melemahnya nilai tukar rupiah membuat para pengembang waswas. “Karena itu, kami berharap pemerintah mampu memperkuat stabilitas rupiah supaya para pengusaha merasa aman,” katanya.
Khusus perumahan bersubsidi, Dibyamengaku, saat inipara pengembang mendapatkan angin segar. Pasalnya, harga jual rumah bersubsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perbankan (FLPP) mengalami kenaikan dari Rp110 juta menjadi Rp118 juta. Hanya, kata dia, meskipun ada kenaikan harga jual, belum tentu pengembang perumahan sederhana mau melakukan pembangunan.
Dibya menyatakan, sebelumnya banyak pengembang perumahan FLPP yang beralih ke perumahan menengah karena memang harganya lebih kompetitif. Dengan adanya kenaikan harga tersebut, masih belum bisa dipastikan apakah para pengembang yang sebelumnya beralih mau kembali membangun perumahan bersubsidi atau tidak.
“Kenaikan batas harga jual dinaikkan supaya ada percepatan pembangunan, tetapi masalahnya para pengembang mau tidak?” ucapnya. Dia mengakui, market FLPP sangatlah besar hampir di semua daerah, khususnya daerah-daerah yang industrinya mulai berkembang, seperti Boyolali, Cilacap, dan daerah lainnya.
Wakil Ketua REI Bidang perumahan rakyat Andi Kurniawan menambahkan, pembangunan rumah FLPP di wilayah Jateng hingga semester pertama tahun ini masih jauh dari harapan. Dia mengaku, pembangunan perumahan rakyat memiliki banyak kendala. Selain faktor terus meningkatnya harga tanah, juga adanya regulasi yang tidak mendukung adanya pembangunan perumahan bersubsidi.
“REI pernah mengajukan kajian, daerah-daerah untuk membuat satu daerah baru atau kota satelit, tapi kenyataannya sampai sekarang tidak jalan karena tidak adanya tanggapan serius dari pemerintah daerah,” tambahnya.
Andik sismanto
Namun, mereka tidak terlalu optimistis percepatan investasi di bidang properti ini akan mampu berjalan dengan baik, selama nilai tukar rupiah terhadap dolar masih tetap melemah. Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi Dibya K Hidayat mengatakan, terus melemahnya nilai tukar rupiah membuat para pengembang waswas. “Karena itu, kami berharap pemerintah mampu memperkuat stabilitas rupiah supaya para pengusaha merasa aman,” katanya.
Khusus perumahan bersubsidi, Dibyamengaku, saat inipara pengembang mendapatkan angin segar. Pasalnya, harga jual rumah bersubsidi melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perbankan (FLPP) mengalami kenaikan dari Rp110 juta menjadi Rp118 juta. Hanya, kata dia, meskipun ada kenaikan harga jual, belum tentu pengembang perumahan sederhana mau melakukan pembangunan.
Dibya menyatakan, sebelumnya banyak pengembang perumahan FLPP yang beralih ke perumahan menengah karena memang harganya lebih kompetitif. Dengan adanya kenaikan harga tersebut, masih belum bisa dipastikan apakah para pengembang yang sebelumnya beralih mau kembali membangun perumahan bersubsidi atau tidak.
“Kenaikan batas harga jual dinaikkan supaya ada percepatan pembangunan, tetapi masalahnya para pengembang mau tidak?” ucapnya. Dia mengakui, market FLPP sangatlah besar hampir di semua daerah, khususnya daerah-daerah yang industrinya mulai berkembang, seperti Boyolali, Cilacap, dan daerah lainnya.
Wakil Ketua REI Bidang perumahan rakyat Andi Kurniawan menambahkan, pembangunan rumah FLPP di wilayah Jateng hingga semester pertama tahun ini masih jauh dari harapan. Dia mengaku, pembangunan perumahan rakyat memiliki banyak kendala. Selain faktor terus meningkatnya harga tanah, juga adanya regulasi yang tidak mendukung adanya pembangunan perumahan bersubsidi.
“REI pernah mengajukan kajian, daerah-daerah untuk membuat satu daerah baru atau kota satelit, tapi kenyataannya sampai sekarang tidak jalan karena tidak adanya tanggapan serius dari pemerintah daerah,” tambahnya.
Andik sismanto
(ftr)