Tren Pencalonan Pilkada Bergeser
A
A
A
SEMARANG - Tren pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 di Jawa Tengah mulai berubah dibandingkan dengan periode sebelumnya.Peserta pilkada tahun ini justru banyak didominasi oleh kader partai politik, baik mereka yang menjadi anggota DPRD maupun kepala daerah.
Dari jajaran birokrat yang maju mayoritas setingkat kepala satuan perangkat kerja daerah (SKPD), padahal periode sebelumnya didominasi pejabat level sekretaris daerah. Sisanya banyak berlatar belakang pengusaha, meski ada pula kerabat petahana (incumbent ). Tercatat, dua istri kepala daerah mencoba maju, yakni istri Bupati Klaten Sunarna dan istri Bupati Pekalongan Amat Antono.
Sri Mulyati, istri Sunarna, sebagai calon wakil bupati mendampingi Sri Hartini. Sementara Arini Harimurti, istri Amat Antono, mendampingi Asip Kholbihi. Di Klaten, Sunarna sudah memimpin selama dua periode. Sementara Amat Antono baru satu periode memimpin Kabupaten Pekalongan. Menurut pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang M Yulianto, minimnya pegawai negeri sipil (PNS) yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah karena terbentur dengan aturan baru.
itu mengharuskan PNS mundur dari jabatannya bila hendak mencalonkan diri. “Ini menjadi pertimbangan sendiri bagi mereka,” ujarnya kepada KORAN SINDO di Semarang kemarin. Yulianto menambahkan, PNS yang punya kans maju dalam pilkada ratarata yang sudah memiliki golongan dan jabatan tinggi. Dia menduga para pejabat itu lebih baik mempertahankan jabatannya daripada harus mundur.
Terlebih, tidak ada jaminan para PNS itu akan memenangi pilkada. Pertimbangan lainnya, para birokrat itu lebih berpikir rasional, ongkos politik pilkada sangat tinggi, begitu juga dengan energi yang harus dikeluarkan. “Daripada berpikir panjang, lebih baik berkarier menjadi PNS, toh jabatan kepala daerah maksimal 10 tahun,” ucapnya.
Yulianto menilaifenomenabanyaknya kader partai politik (parpol) yang maju menjadi kepada daerah menunjukkan kaderisasi parpol melahirkan calon kepada daerah berjalan dengan baik. Meskipun secara kapasitas, kapabilitas, dan integritas calon yang direkomendasi belum maksimal. Dalam pilkada ini, banyaknya anggota dewan yang maju menjadi peserta pilkada menjadi fenomena menarik, karena mereka dituntut mundur dari keanggotaan dewan.
“Mereka punya sikap tegas untuk menentukan pilihan politiknya meskipun mereka sebenarnya gambling ,” paparnya. Begitu juga dengan calon yang berlatar belakang pengusaha, calon ini juga punya peluang karena punya modal yang kuat. Dengan modal besar, mereka bisa maksimal menggerakkan tim pemenangan.
Meskipun tidak punya pengalaman birokrasi, kemampuan manajemen di perusahaan bisa diterapkan dalam mengelola birokrasi. Banyaknya petahana yang maju dalam pilkada karena dinilai masih punya peluang menang. Publik menilai karena petahana sudah pernah berkontribusi untuk daerahnya, popularitas cukup, jaringan sosialnya memadai, dan punya informasi kondisi politik terkini. Jadi, punya peluang untung menang.
“Itu beberapa kelebihannya, ya meskipun belum tentu menang,” ucap Yulianto. Masing-masing calon juga punya klaim sendiri-sendiri bahwa mereka akan menang. Meskipun dengan kondisi politik terkini, semua calon sebenarnya sama-sama gambling . Yulianto menambahkan, faktor yang menentukan pemenangan calon dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya figur calon.
ini terkait dengan kapasitas kepemimpinan, integritas, visi-misi, dan lainnya. Selain itu, mesin pemenangan, jaringan sosial, modal, dan akses informasi terhadap dinamika perpolitikan terkini. Sementara itu, Ketua Desk Pilkada Partai Gerindra Jateng Sriyanto Saputro mengatakan calon yang diusung oleh partainya diputuskan dengan berbagai pertimbangan.
Partainya menargetkan bisa memenangkan tujuh daerah. “Calon yang diusung dalam pilkada ini mempertimbangkan popularitas, elektabilitas, kapasitas, dan finansial,” ungkapnya. Dalam menentukan calon yang diusung, pihaknya juga melakukan survei beberapa kali, hal itu untuk mengetahui tingkat popularitas calon. Untuk mengoptimalkan target pemenangan pilkada, yang akan dilakukan konsolidasi mesin partai.
“Mesin partai yang kurang bergerakan akan kami gerakkan,” ucapnya. Ketua Desk Pilkada PDIP Jateng Agustina Wilujeng menerangkan, pemenangan pilkada menjadi pertaruhan sendiri bagi PDIP karena pada pemilihan legislatif lalu menjadi partai pemenang. Dari 21 daerah yang menggelar pilkada, dia menargetkan bisa menenangkan 15 daerah. “Jateng masih menjadi basis PDIP,” tandasnya.
Calon yang diusung oleh PDIP juga sudah melalui proses pertimbangan yang sangat matang, baik melalui konsolidasi partai, tes, dan proses lainnya. “Kami semua akan all out untuk memenangkan pilkada serentak ini,” ucapnya. Sementara itu,
Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Hukum Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (Korpri) Jateng Tavip Supriyanto menerangkan, sesuai aturan, PNS yang maju dalam pilkada harus mundur dari jabatannya. “Untuk yang tidak maju pilkada, kita tegaskan PNS harus netral. Tidak boleh menggunakan nama institusi untuk mendukung calon tertentu,” tandasnya.
Amin fauzi
Dari jajaran birokrat yang maju mayoritas setingkat kepala satuan perangkat kerja daerah (SKPD), padahal periode sebelumnya didominasi pejabat level sekretaris daerah. Sisanya banyak berlatar belakang pengusaha, meski ada pula kerabat petahana (incumbent ). Tercatat, dua istri kepala daerah mencoba maju, yakni istri Bupati Klaten Sunarna dan istri Bupati Pekalongan Amat Antono.
Sri Mulyati, istri Sunarna, sebagai calon wakil bupati mendampingi Sri Hartini. Sementara Arini Harimurti, istri Amat Antono, mendampingi Asip Kholbihi. Di Klaten, Sunarna sudah memimpin selama dua periode. Sementara Amat Antono baru satu periode memimpin Kabupaten Pekalongan. Menurut pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang M Yulianto, minimnya pegawai negeri sipil (PNS) yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah karena terbentur dengan aturan baru.
itu mengharuskan PNS mundur dari jabatannya bila hendak mencalonkan diri. “Ini menjadi pertimbangan sendiri bagi mereka,” ujarnya kepada KORAN SINDO di Semarang kemarin. Yulianto menambahkan, PNS yang punya kans maju dalam pilkada ratarata yang sudah memiliki golongan dan jabatan tinggi. Dia menduga para pejabat itu lebih baik mempertahankan jabatannya daripada harus mundur.
Terlebih, tidak ada jaminan para PNS itu akan memenangi pilkada. Pertimbangan lainnya, para birokrat itu lebih berpikir rasional, ongkos politik pilkada sangat tinggi, begitu juga dengan energi yang harus dikeluarkan. “Daripada berpikir panjang, lebih baik berkarier menjadi PNS, toh jabatan kepala daerah maksimal 10 tahun,” ucapnya.
Yulianto menilaifenomenabanyaknya kader partai politik (parpol) yang maju menjadi kepada daerah menunjukkan kaderisasi parpol melahirkan calon kepada daerah berjalan dengan baik. Meskipun secara kapasitas, kapabilitas, dan integritas calon yang direkomendasi belum maksimal. Dalam pilkada ini, banyaknya anggota dewan yang maju menjadi peserta pilkada menjadi fenomena menarik, karena mereka dituntut mundur dari keanggotaan dewan.
“Mereka punya sikap tegas untuk menentukan pilihan politiknya meskipun mereka sebenarnya gambling ,” paparnya. Begitu juga dengan calon yang berlatar belakang pengusaha, calon ini juga punya peluang karena punya modal yang kuat. Dengan modal besar, mereka bisa maksimal menggerakkan tim pemenangan.
Meskipun tidak punya pengalaman birokrasi, kemampuan manajemen di perusahaan bisa diterapkan dalam mengelola birokrasi. Banyaknya petahana yang maju dalam pilkada karena dinilai masih punya peluang menang. Publik menilai karena petahana sudah pernah berkontribusi untuk daerahnya, popularitas cukup, jaringan sosialnya memadai, dan punya informasi kondisi politik terkini. Jadi, punya peluang untung menang.
“Itu beberapa kelebihannya, ya meskipun belum tentu menang,” ucap Yulianto. Masing-masing calon juga punya klaim sendiri-sendiri bahwa mereka akan menang. Meskipun dengan kondisi politik terkini, semua calon sebenarnya sama-sama gambling . Yulianto menambahkan, faktor yang menentukan pemenangan calon dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya figur calon.
ini terkait dengan kapasitas kepemimpinan, integritas, visi-misi, dan lainnya. Selain itu, mesin pemenangan, jaringan sosial, modal, dan akses informasi terhadap dinamika perpolitikan terkini. Sementara itu, Ketua Desk Pilkada Partai Gerindra Jateng Sriyanto Saputro mengatakan calon yang diusung oleh partainya diputuskan dengan berbagai pertimbangan.
Partainya menargetkan bisa memenangkan tujuh daerah. “Calon yang diusung dalam pilkada ini mempertimbangkan popularitas, elektabilitas, kapasitas, dan finansial,” ungkapnya. Dalam menentukan calon yang diusung, pihaknya juga melakukan survei beberapa kali, hal itu untuk mengetahui tingkat popularitas calon. Untuk mengoptimalkan target pemenangan pilkada, yang akan dilakukan konsolidasi mesin partai.
“Mesin partai yang kurang bergerakan akan kami gerakkan,” ucapnya. Ketua Desk Pilkada PDIP Jateng Agustina Wilujeng menerangkan, pemenangan pilkada menjadi pertaruhan sendiri bagi PDIP karena pada pemilihan legislatif lalu menjadi partai pemenang. Dari 21 daerah yang menggelar pilkada, dia menargetkan bisa menenangkan 15 daerah. “Jateng masih menjadi basis PDIP,” tandasnya.
Calon yang diusung oleh PDIP juga sudah melalui proses pertimbangan yang sangat matang, baik melalui konsolidasi partai, tes, dan proses lainnya. “Kami semua akan all out untuk memenangkan pilkada serentak ini,” ucapnya. Sementara itu,
Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Hukum Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (Korpri) Jateng Tavip Supriyanto menerangkan, sesuai aturan, PNS yang maju dalam pilkada harus mundur dari jabatannya. “Untuk yang tidak maju pilkada, kita tegaskan PNS harus netral. Tidak boleh menggunakan nama institusi untuk mendukung calon tertentu,” tandasnya.
Amin fauzi
(bbg)