Sosialisasi Dimulai dengan Mendatangi Masjid

Minggu, 30 Agustus 2015 - 10:12 WIB
Sosialisasi Dimulai...
Sosialisasi Dimulai dengan Mendatangi Masjid
A A A
BERGABUNG dengan PT Pertamina sejak 1991, telah membuat Ekariza mendapatkan pengalaman dari banyak tempat ditugaskan.

Mulai dari pulau Jawa hingga ke ujung barat Sumatera di Aceh, dan sekarang di provinsi tempatnya mendapatkan gelar sarjana teknik pertambangan. Di Sumsel, tepatnya di Prabumulih, Riza sapaannya dipercaya menduduki posisi GM Pertamina EP Asset II. Sebelumnya bertugas sebagai Field Manager di Pendopo, yang menjadi kredit plus baginya di posisi sekarang, karena dinilai berhasil meng-handle tanggung jawab di Pendopo.

Pria kelahiran 23 September 1964 ini mengaku tidak memiliki cita – cita bekerja di Pertamina. Bahkan untuk sekadar mendaftar tes seleksi pun, tidak berminat. Namun berkat dorongan dan doa orang tua, Riza mengabdi di Pertamina hingga saat ini. Satu yang menjadi kebiasaan alumnus Teknik Pertambangan Unsri 1989 ini, selalu berada di depan bersama para pegawai. Dia selalu menyempatkan diri berkunjung, menyapa dan melihat kondisi pegawai di lapangan.

Mau tahu lebih jauh tentang Ekariza? Berikut wawancara wartawan KORAN SINDO PALEMBANG, Berli Zulkanedi dengan Ekariza, baru – baru ini.

Bisa diceritakan, apakah memang sejak awal berkeinginan bergabung dengan Pertamina, karena pendidikan teknik pertambangan?

Saya itu masuk teknik pertambangan bukan cita – cita. Awal ceritanya selesai di SMAN 8 Jakarta, saya tanya – tanya dengan saudara, kuliah teknik apa yang tidak terlalu banyak menggambar, karena saya tidak terlalu pintar menggambar. Dan saudara itu jawab ambil teknik pertambangan saja. Saya waktu itu tahun 1983 ada dua pilihan teknik pertambangan yakni Unsri dan ITB. Karena tahu diri, saya pilih Unsri dan diterima.

Tapi sebenarnya saya juga ambil Matematika di UI, tapi tidak lulus. Selesai kuliah, 1989 bekerja di United Tractor (UT) divisi rental dan mining dan tugas di Bengkulu. 1991 coba tes di Pertamina, masuk melalui jalur pendidikan ekplorasi dan produksi. Pendidikan sekitar 7-8 bulan, baru diangkat karyawan Pertamina Maret 1992. Itu perjalanan saya masuk pertamina. Kenapa masuk Pertamina? Itu lain cerita, tidak ada bayangan. Bayangan saya pertambangan umum.

Saya masuk Pertamina karena doa orang tua. Saat masih kerja di UT, Januari 1991 proyek habis ditarik ke Jakarta dan rencana ditempatkan di Sangata, Kaltim. Saat yang bersamaan ada pengumuman penerimaan karyawan Pertamina di salah satu koran. Ayah saya tanya, Riza kamu tidak mau ikut tes Pertamina? Saya jawab biar saya kerja di UT saja. Sampai tiga hari – hari berturut Ayah saya tanya. Lalu entah bagaimana, dari kami orang berlima yang awalnya hendak berangkat ke Sangata, Kaltim, saya ditahan oleh atasan di UT untuk tidak berangkat.

Suatu malam saat menonton TV, Ayah meninggal mendadak. Satu bulan kemudian, ada pengumuman lagi di salah satu majalah penerimaan karyawan Pertamina. Saya ingat Ayah ngomong kenapa kamu tidak mau tes Pertamina. Saya berpikir dan akhirnya tulis lamaran, tapi tetap no thing to loss. Satu bulan kemudian dipanggil untuk tes. Saya curi – curi waktu dari tempat bekerja lama untuk tes.

Setelah tes balik ke kantor dan satu bulan kemudian salah satu teman tanya, kamu ikut tes Pertamina? Saya jawab tidak dan kenapa tanya? dia jawab lihat di pengumuman hasil tes ada nama Ekariza. Saya tanya kenapa tahu? Dia jawab bahwa dia dan teman satu ruangan di UT iukut tes, namun saya sendiri yang lulus.. he..hehe Setelah diterima di Pertamina, hati masih bergejolak karena masih ingin bekerja di tempat lama, UT. Saya salat istiqara, dan ingat kata – kata Ayah, kenapa kamu tidak tes Pertamina.

Akhirnya saya memutuskan keluar dari UT. Artinya dalam perjalanan saya, doa orang tua hingga saya seperti sekarang. Makanya saat berbicara di depan anak – anak, saat sosialisasi, saya katakan, saya menjadi GM bukan hanya karena kepintaran, tapi doa orang tua. Rido Allah rido orang tua. Saya dua bersaudara, dan kerja di Pertamina hanya saya sendiri.

Penempatan awal saat masuk Pertamina?

Di lapangan Cepu tahun 1992-1994, kerjanya pengawas perawatan sumur di Jawa Tenga. 1994 pindah ke lapangan Karang Ampel di daerah Jati Barang, Indramayu, sampai masuk Asset 2 di Subang. Dulu masuk Pertamina di operasi produksi. 1994 – 2001 saya di wilayah operasi hulu Cirebon namanya, tapi wilayahnya sampai Suban. Kemudian 2001 pindah ke Rantau di Aceh. Di sana saya juga bagian pemeliharaan.

2002 masuk bagian perencanaan manajemen usaha. 2006 pindah ke Prabumulih dengan jabatan asisten manajer perencanaan dan portofolio, awal saya masuk Sumsel. Setelah 2009 diangkat menjadi manajer bisnis support, waktu itu region Sumatera namanya, 2011 pindah ke Jakarta sebagai manajer perencanaan dan anggaran PT Pertamina EP di Jakarta. Lalu oktober 2013 balik lagi ke Pendopo sebagai FM Pendopo.

Kemarin 30 Juli 2015 dikukuhkan menjadi GM Pertamina EP Asset 2. Melihat dari perjalanan itu saya mengaku terminum air Sungai Musi dan Sungai Kelekar, makanya balik lagi ke Sumsel.

Selama 20 tahun lebih tentu tantangannya bedabeda?

Di setiap tempat bedabeda. Di Jawa dan Sumatera beda. Saya masuk Aceh masih konflik, dan bayangan saya saat mau masuk, waduh bagaimana ya? Tapi setelah masuk, suasananya biasa saja. Memang tetap mawas. Saat di Rantau, Aceh tahun 2001-2006 anak saya bahkan besar di sana. Saya bergaul dengan masyarakat sekitar. Anak saya TK sampai SD di sana. Saya merasakan akrab sama orang sana.

Biasa namanya kerja harus menikmati dan bergaul dengan masyarakat setempat. Intinya di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Mereka menganggap kita baik – baik saja. Memang ketika masuk Sumsel, berbeda lagi. Tapi karena saya pernah kuliah di sini, di Unsri, jadi lebih cepat adaptasi di Sumsel.

Setiap daerah atau tempat tentu berbeda kondisinya, bagaimana pendekatan yang dilakukan?

Ketika pertama kali datang saya ke masjid. Kalau orang non muslim ke tempat ibadahanya. Karena di masjid tempat orang berbidah dan berkumpul. Saya memperkenalkan diri. Seperti di Pendopo saya datang ke masjid, lihat kiri – kanan. Artinya pendekatan ke masyarakat. Biar masyarakat juga tahu bahwa yang namanya pertambangan bukan sekadar minyak di bawah tanah kemudian diangkat, tapi butuh pengolahan dan dukungan untuk itu.

Kalu itu terganggu, mulai dari sumur produksi sampai titip akhir terganggu, maka pendapatan terganggu. Minyak kalau tidak teralir ke Plaju, sama saja tidak dapat uang. Konsep saya, bagaimana minyak dapat teralir dan masyarakat mendukung. Yang saya lakukan di sana, bagaimana saya di depan bersama kawan – kawan. Kunjungan ke daerah setempat seperti safari dakwa, sebulan sekali membawa ustaz dan ngobrol – ngobrol dengan masyarakat setempat.

Sosialisasi saya langsung terhadap siswa, pemerintah daerah, mengenai kegiatan hulu migas. Kenapa saya turun langsung, mereka merasa terhormati dengan majaner yang turun langsung. Walaupun itu melelahkan, tapi harus dinikmati. Di Pendopo, saya mungkin melanggar aturan atau SOP yang ada. Kadang-kadang pergi sendiri, sehingga ditegur security, karena pergi ke lokasi tanpa memberitahu. Untuk di sini, Prabumulih, kami mau terapkan itu. Walaupun di depan teman – teman operasi, teman – teman bagian lain menyelesaikan masalah non teknis.

Gangguan kegiatan masih tinggi?

Di Sumsel banyak. Kami harapkan penduduk sekitar bersama kami bisa menjaga ini. Ketika terjadi ilegal tapping terjadi limbah, pencemaran mengakibatkan berbagai pihak dirugikan. Maysarakat dirugikan dan perusahaan dirugikan. Waktu penyelesaian panjang. Kedua kalau terjadi kebakaran, dan jika yang terbakar pipanya saja, bisa diselesaikan denganc epat. Tapi jika yang terbakar manusia yang menggesek pipa, masalah buat kita. Orang lain yang berbuat, Pertamina yang harus bertanggung jawab.

Makanya harus tahu, ini bahaya sekali. Minyak juga yang seharusnya teralir ke Plaju untuk diproses menjadi BBM, malah berkurang. Yang paling utama masalah keamanan. Saya beberapa kali menemukan. Di luar Sumsel kurang, tapi kita atasi bersama pemda dan aparat setempat.

Saya saat pelantikan menjadi GM, ada 4 yang diminta yakni jaga jangan sampai terjadi kecelakaan kerja, tingkatkan produksi migas beserta kualitas, selesaikan masalah sosial dan lingkungan yang menghabat kegiatan operasi, dan efektifkan pembiayan terkait harga minyak turun. Untuk itu saya mengajak teman – teman melakukan empat hal untuk itu, bekerja dengan amanah, beribadah, berdoa dan bersukur apa yang didapat. Konsepnya nikmati pekerjaan kita, kalau tidak stres sendiri.

Program CSR?

Saya maunya CSR berlanjut. Dirancang jangan sampai orang merasa kurang terus. CSR kita ada yang bangun jalan, walaupun memang tidak panjang seperti proyek dari pemerintah ratusan kilometer. CSR pendidikan bantu alat lab komputer di wilayah operasi, mulai dari Prabumulih, Musirawas, Pali dll. Kita juga ada penggemukan sapi untuk jadi biogas di Musi Rawas dan OI.

Pendampingan untuk songket di Prabumulih. Namun yang paling utama bagi saya begini, setiap kabupaten ada dana bagi hasil (DBH). Jadi jika operasi kita diganggu, DBH untuk daerah berkurang. Saya berharap betul – betul digunakan di ring – ring satu operasi. Kalau Cuma CSR tidak akan bisa, itu hanya mendukung.

Pendapat Anda tentang migas di tengah harga minyak dunia turun?

Ya setahun lalu hampir seratus dolar, sekarang di bawah 50 dolar per barel. Ini menyebabkan pendapatan perusahaan menurun untuk minyak. Mau tidak mau, kalau mau laba tetap, produksi harus meningkat. Anggaran terpaksa diefektifkan dan diefisiensikan. Mengurangi biaya – biaya. Biaya investasi di Aset II seperti untuk sumur pengeboran hanya 8 sumur pengeboran, turun dibanding tahun lalu sekitar 20-an.

Tapi kita tetap berusaha melakukan kegiatan – kegiatan seperti merawat sumur yang ada. Sumur – sumur lama kita rawat bisa jadi naik lagi produksinya. Kayak nenek – nenek, kalu dikasih bedak cantik lagi. Tapi memang tidak akan maksimal lagi. Namun memang yang namanya sumur, makin lama makin turun produksinya. Oleh sebab itu membuat konsep sumur yang ada dirawat lagi.

Sampai sekarang trend produksi?

Produksi secara rata 19.700 barel per hari, gas 466 juta kaki kubik per hari. Di Pertamina EP kita Aset 2 terbesar. Artinya masih tetap. Masalahnya pendapatan gas lebih besar dari minyak karena harga minyak turun dan gas tetap. Kita berusaha penyaluran gas ke arah Sumsel, tidak ada di jual ke luar negeri. Sebagian besar ke Sumsel, ke Pusri untuk bahan baku, PLN, RU III dan PGN di Sumsel dan Pagar Dewan arah jawa.

Dengan jabatan saat ini tentu mempengaruhi waktu dengan keluarga?


Saya punya anak satu anak perempuan dan sekarang kuliah di Jakarta. Masalah waktu keluarga itu konsekuensi yang harus saya jalani dan nikmati, ini tugas. Saya membagi waktu saja. Ketika tugas ke Jakarta, membagi waktu. Istri saya yang bolak – balik, yang kebetulan ketua wanita Patra.

Sama halnya dengan membagi waktu di tempat bekerja. Kebetulan saya senang jalan – jalan ke lokasi, dan saya tidak ingin membebani kawan – kawan lagi libur, gara – gara pimpinan pergi ke lapangan saat libur.Saya sering ke lokasi bukan sidak, tapi menyapa dan memberi semangat orang yang berada di depan. Mereka senang. Makanya kawan – kawan senang tiba – tiba muncul.

Konsep saya menyapa, mereka menjadi semangat, sambil melihat kondisi di lapangan. Tapi sekali lagi bukan mencari kesalahan. Saat awal masuk Pertamina cita-cita dulu menjadi kepala distrik atau Korlap, tapi bukan karena dendam dengan korlap. Kebetulan Korlap saya dulu, orang Sumut besar di Palembang. Tapi setelah dalam perjalanan biasa saja. Tapi sampai sekarang di sini karena doa orang tua. Kita di profesi kita ada tangan-tangan orang lain. Sekarang kalau orang tua tidak ada, doakan orang tua. Saya selalu sampaikan, konsepnya rido allah tergantung rido orang tua.

Kami dapat informasi Anda senang mengajar?

Mengajar itu hobi. Dengan mengajar energi saya keluar. Stresing saya keluar. Memang sejak 2008 mengajar di Poltek Akamigas, dan mengajar dari sisi praktisi bukan akademisi. Saya mengajar di luar jam kerja biasanya di hari Sabtu. Itu membagi ilmu, kan mengajar juga ibadah. Mengajar hobi saya. Saya juga hobi ke masyarakat untuk sosialisasi kegiatan migas terutama di Pertamina.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9286 seconds (0.1#10.140)