Kepercayaan Mistis Warga Yogya Ikut Lestarikan Budaya
A
A
A
YOGYAKARTA - Dalam melakukan proses penyelamatan warisan budaya, ada saja kendala-kendala yang dialami Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta. Salah satunya adalah dalam masalah mistisme.
Menurut Kelompok Kerja (Kapokja) Perlindungan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta Muhammad Taufik, ada dua pengalaman mistis yang mereka alami saat melakukan ekskavasi. Yaitu, di situs Karangbajang, Desa Tlogoadi, Sleman.
"Sebenarnya kami tidak mengenal mistis. Tapi yang memang, dalam proses ekskavasi ada saja yang kami temukan di masyarakat," katanya, saat berbincang dengan wartawan, Sabtu (29/8/2105).
Di situs Karangbajang tersebut, ada kepercayaan dari masyarakat. Ketika ada suatu benda yang diambil, dibawa keluar dari daerah tersebut, maka akan ada salah satu warganya yang meninggal.
Untuk itu, masyarakat setempat pun meminta syarat kepada BPCB. Jika memang ingin melakukan penggalian, maka harus ada suatu upacara selamatan.
Berdoa dengan difasilitasi berbagai ubarampe seperti tiga pasang ayam ingkung, pisang yang berjenis tertentu. Serta harus dilakukan di malam Jumat, pasaran tanggal Jawa, Legi, atau Kliwon.
"Ya mau bagaimana lagi, itu syarat dari warga untuk mengizinkan kami melakukan ekskavasi," tuturnya.
Pengalaman tersebut, sebelumnya juga pernah dialami. Yaitu saat ekskavasi situs candi di daerah Pulutan, Playen, Gunungkidul. "2013 lalu, tapi biayanya lebih murah dibanding kendurenan di Karangbajang," ungkapnya.
Ditambahkan dia, di Pulutan, kalaupun tidak dilakukan tidak apa-apa. Tetapi pihaknya tetap melakukan ritual itu. "Situs itu kan dulunya untuk tempat beribadah, jadi untuk menghormati mereka sajan," jelasnya.
Selain itu, juga pernah dialaminya ada seorang warga yang melakukan modus. Mengaku menemukan suatu benda warisan budaya. "Itu di Gunungkidul, dulu tempatnya saya lupa. Jadi, dia itu modus ternyata hanya ingin mendapatkan imbalan," terangnya.
Meski demikian, pengalaman-pengalaman mistis tersebut tak menjadi kendala yang berarti. "Itu tidak menjadi kendala. Yang paling terasa (kendalanya) itu ketika ingin melakukan pembebasan tanah," sambungnya.
Seperti di kawasan Candi Kalasan misalnya. Keinginan pihaknya untuk membebaskan tanah agar bisa terlihat dari Jalan Raya Yogya-Solo, meski telah ditawar per meter Rp5 juta, tapi pemilik tanah tak mau melepasnya.
"Mereka ada yang meminta Rp15 juta. Ini kan yang mau membeli pemerintah. Jadi kita beli tanah yang pemiliknya berkenan terlebih dahulu. Kalau untuk kesadarannya mengenai pelestarian warisan budaya, masyarakat Yogya sudah baik," pungkasnya.
Menurut Kelompok Kerja (Kapokja) Perlindungan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta Muhammad Taufik, ada dua pengalaman mistis yang mereka alami saat melakukan ekskavasi. Yaitu, di situs Karangbajang, Desa Tlogoadi, Sleman.
"Sebenarnya kami tidak mengenal mistis. Tapi yang memang, dalam proses ekskavasi ada saja yang kami temukan di masyarakat," katanya, saat berbincang dengan wartawan, Sabtu (29/8/2105).
Di situs Karangbajang tersebut, ada kepercayaan dari masyarakat. Ketika ada suatu benda yang diambil, dibawa keluar dari daerah tersebut, maka akan ada salah satu warganya yang meninggal.
Untuk itu, masyarakat setempat pun meminta syarat kepada BPCB. Jika memang ingin melakukan penggalian, maka harus ada suatu upacara selamatan.
Berdoa dengan difasilitasi berbagai ubarampe seperti tiga pasang ayam ingkung, pisang yang berjenis tertentu. Serta harus dilakukan di malam Jumat, pasaran tanggal Jawa, Legi, atau Kliwon.
"Ya mau bagaimana lagi, itu syarat dari warga untuk mengizinkan kami melakukan ekskavasi," tuturnya.
Pengalaman tersebut, sebelumnya juga pernah dialami. Yaitu saat ekskavasi situs candi di daerah Pulutan, Playen, Gunungkidul. "2013 lalu, tapi biayanya lebih murah dibanding kendurenan di Karangbajang," ungkapnya.
Ditambahkan dia, di Pulutan, kalaupun tidak dilakukan tidak apa-apa. Tetapi pihaknya tetap melakukan ritual itu. "Situs itu kan dulunya untuk tempat beribadah, jadi untuk menghormati mereka sajan," jelasnya.
Selain itu, juga pernah dialaminya ada seorang warga yang melakukan modus. Mengaku menemukan suatu benda warisan budaya. "Itu di Gunungkidul, dulu tempatnya saya lupa. Jadi, dia itu modus ternyata hanya ingin mendapatkan imbalan," terangnya.
Meski demikian, pengalaman-pengalaman mistis tersebut tak menjadi kendala yang berarti. "Itu tidak menjadi kendala. Yang paling terasa (kendalanya) itu ketika ingin melakukan pembebasan tanah," sambungnya.
Seperti di kawasan Candi Kalasan misalnya. Keinginan pihaknya untuk membebaskan tanah agar bisa terlihat dari Jalan Raya Yogya-Solo, meski telah ditawar per meter Rp5 juta, tapi pemilik tanah tak mau melepasnya.
"Mereka ada yang meminta Rp15 juta. Ini kan yang mau membeli pemerintah. Jadi kita beli tanah yang pemiliknya berkenan terlebih dahulu. Kalau untuk kesadarannya mengenai pelestarian warisan budaya, masyarakat Yogya sudah baik," pungkasnya.
(san)