Bentrok TNI AD-Pendemo, 10 Warga Luka
A
A
A
KEBUMEN - Bentrok ratusan warga tiga desa dengan aparat TNI AD kembali pecah di kawasan pesisir Urut Sewu, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, kemarin. Pemicunya masih soal pemagaran yang dilakukan TNI AD di lahan yang disengketakan warga.
Akibatnya, puluhan warga sipil mengalamiluka serius. Bentrok sebelumnya terjadi pada Kamis (30/7). Hal ini dipicu persoalan yang sama, yakni pemagaran untuk latihan militer TNI AD. Kejadian kemarin berawal saat ratusan petani dan pemuda dari Desa Wiromartan, Kecamatan Mirid; Warga Desa Petangkuran, Kecamatan Ambal; dan Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jateng, berkumpul dan berencana menghadang proses pemagaran yang dilakukan TNI.
Dalam pantauan KORAN SINDO YOGYA , massa tiba di lokasi pukul 09.00 WIB dan mendengarkan orasi Kades Wiromartan, Widodo Sunu Nugroho. Dengan menggunakan megaphone, Sunu meminta agar TNI berkomunikasi dengan warga setempat. Karena warga menilai pemagaran yang menerjang lahan-lahan milik petani sebagai tindakanilegal, takberizin, tanpa pamit, atau tanpa pemberitahuan ke pemerintah desa setempat.
“Kami menolak upaya pemagaran ini. Karena kami menganggap kegiatan pemagaran adalah ilegal dan tanpa izin dari pemerintah desa kami,” ujar Sunu dalam orasinya. Dia juga meminta TNI menghadirkan komandan yang memimpin pemagaran untuk diajak bermusyawarah terlebih dulu sebelum memagari. Namun, permintaan warga justru tak direspons.
Tak lama kemudian, sejumlah anggota TNI mendesak ke tengah-tengah massa dan membubarkan warga yang saat itu mendengarkan orasi. Melihat upaya paksa TNI membubarkan mereka, ratusan warga melawan dengan tangan kosong. Terjadilah adu fisik antara warga, pemuda, petani, melawan anggota TNI. Sementara para wanita dan ibu-ibu langsung menyelamatkan diri.
Sunu yang saat itu tengah berorasi tak luput menjadi korban. Selain dia, banyak warga mengalami luka. Sunu patah tulang tangan kiri dan luka di bagian kepala. Total ada 10 warga mengalami luka serius dan harus dilarikan ke puskesmas setempat untuk mendapatkan perawatan medis.
Mereka yang luka, yaitu Parman, 40; Samingan, 35; Widodo Sunu Nugroho, 36; Ratiman, 36; Prayoga, 49; Rajab, 27; Kusnanto, 29; Sri Rohani, 18; Pawit, 37; dan Kuwat, 39. Para korban rata-rata mengalami cedera di bagian kepala akibat pukulan oleh oknum anggota TNI AD.
Menurut keterangan Kepala Puskesmas Mirit, Yamoto, dari 10 orang tersebut ada enam di antaranya dirujuk ke RSUD Dr Soedirman Kebumen. Mereka adalah Parman, Samingan, Widodo Sunu Nugroho, Ratiman, Prayoga, dan Rajab. Widodo Sunu Nugroho mengalami luka paling parah.
Selain cedera di kepala, tangan kiri pria yang juga Kepala Desa Wiromartan itu mengalami retak tulang di tangan kiri. “Keenam korban harus kami rujuk ke RSU Kebumen karena luka mereka cukup serius,” ungkap Yamoto kepada wartawan. Muslihkin, salah seorang warga yang ikut berunjuk rasa menceritakan, aksi warga dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
“Awalnya, kami berkumpul dan mendengarkan orasi dari Pak Lurah. Jumlah kami sekitar 150 orang yang terdiri atas warga, pemuda, dan petani. Namun tiba-tiba, kami diserang oleh sejumlah anggota TNI,” ujar Muslihkin. Warga mengklaim mengalami kekerasan fisik seperti ditendang dan dipukul. Hingga berita ini diturunkan, lokasi pemagaran masih dijaga ketat oleh sejumlah anggota TNI.
Terpisah, Mayor Infanteri Kusmayadi, Kepala Kantor Perwakilan Laboratorium, Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD 403 Zipur menuturkan, pihak TNI sudah menyosialisasikan secara prosedural tentang kegiatan pemagaran. Bahwa yang dilakukan TNI adalah demi keamanan warga jika TNI sedang latihan militer.
“Tujuannya juga melindungi warga saat kami berlatih perang dan pelatihan militer lainnya,” kata Kusmayadi. Di sisi berseberangan dengan Sutik, warga setempat justru mengaku lebih aman jika ada pagar yang dibangun TNI. Dia pun menyesalkan ada bentrok fisik antara warga dengan TNI. “Seharusnya ada pertemuan yang difasilitasi pemerintah agar semua berjalan damai. Kalau bentrok seperti ini kan jadinya anarkis dan banyak korban,” ucap Sutik.
Bentrok Versi Dandim Kebumen
Terpisah, Komandan Kodim 0709/Kebumen Letnan Kolonel Inf Putra Widyawinaya mengklaim, saat ini kondisi Kebumen pascainsiden di wilayah Ambal kembali kondusif. Dia menyebutkan insiden yang terjadi hanya dalam skala kecil. “Tidak seperti tawuran dan lainnya, hanya insiden. Secara umum sekarang sudah kondusif,” ucapnya kepada KORAN SINDO YOGYA tadi malam.
Pria yang menjabat sebagai Dandim Kebumen sejak Juni 2014 itu menjelaskan, peristiwa bermula saat ratusan warga mendatangi lokasi pembangunan pagar latihan TNI AD. Mereka menduduki fondasi yang sedang dikerjakan petugas. Saat itu, kata dia, TNI sudah menyampaikan pembangunan pagar merupakan program dan sudah disetujui pemerintah.
Namun karena warga bersikeras menolak, maka terjadi insiden itu. “Kami tidak ingin menyakiti masyarakat. Kami lihat ada yang memprovokasi, maka terjadi insiden saling dorong sampai ada yang luka,” kata Dandim Kebumen. Dia menjelaskan, sebenarnya sudah ada kesepakatan bersama Pemkab Kebumen dan warga untuk menyampaikan bukti-bukti otentik kepemilikan tanah di lokasi itu hingga 14 September mendatang.
Buktibukti itu akan diteliti tim ahli dari pemkab untuk melihat keabsahannya. Sementara TNI, ujar dia, siap menyesuaikan apa pun hasilnya. Termasuk jika persoalan itu dibawa ke ranah hukum dan dinyatakan warga sebagai pemilik lahan yang sah. “Itu keputusan rapat pada 12 Agustus. Saat itu juga sepakat tidak ada lagi demo-demo dan perusakan, tapi pembangunan jalan terus karena sudah menjadi program,” katanya.
Hery priyantono/ Sodik
Akibatnya, puluhan warga sipil mengalamiluka serius. Bentrok sebelumnya terjadi pada Kamis (30/7). Hal ini dipicu persoalan yang sama, yakni pemagaran untuk latihan militer TNI AD. Kejadian kemarin berawal saat ratusan petani dan pemuda dari Desa Wiromartan, Kecamatan Mirid; Warga Desa Petangkuran, Kecamatan Ambal; dan Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jateng, berkumpul dan berencana menghadang proses pemagaran yang dilakukan TNI.
Dalam pantauan KORAN SINDO YOGYA , massa tiba di lokasi pukul 09.00 WIB dan mendengarkan orasi Kades Wiromartan, Widodo Sunu Nugroho. Dengan menggunakan megaphone, Sunu meminta agar TNI berkomunikasi dengan warga setempat. Karena warga menilai pemagaran yang menerjang lahan-lahan milik petani sebagai tindakanilegal, takberizin, tanpa pamit, atau tanpa pemberitahuan ke pemerintah desa setempat.
“Kami menolak upaya pemagaran ini. Karena kami menganggap kegiatan pemagaran adalah ilegal dan tanpa izin dari pemerintah desa kami,” ujar Sunu dalam orasinya. Dia juga meminta TNI menghadirkan komandan yang memimpin pemagaran untuk diajak bermusyawarah terlebih dulu sebelum memagari. Namun, permintaan warga justru tak direspons.
Tak lama kemudian, sejumlah anggota TNI mendesak ke tengah-tengah massa dan membubarkan warga yang saat itu mendengarkan orasi. Melihat upaya paksa TNI membubarkan mereka, ratusan warga melawan dengan tangan kosong. Terjadilah adu fisik antara warga, pemuda, petani, melawan anggota TNI. Sementara para wanita dan ibu-ibu langsung menyelamatkan diri.
Sunu yang saat itu tengah berorasi tak luput menjadi korban. Selain dia, banyak warga mengalami luka. Sunu patah tulang tangan kiri dan luka di bagian kepala. Total ada 10 warga mengalami luka serius dan harus dilarikan ke puskesmas setempat untuk mendapatkan perawatan medis.
Mereka yang luka, yaitu Parman, 40; Samingan, 35; Widodo Sunu Nugroho, 36; Ratiman, 36; Prayoga, 49; Rajab, 27; Kusnanto, 29; Sri Rohani, 18; Pawit, 37; dan Kuwat, 39. Para korban rata-rata mengalami cedera di bagian kepala akibat pukulan oleh oknum anggota TNI AD.
Menurut keterangan Kepala Puskesmas Mirit, Yamoto, dari 10 orang tersebut ada enam di antaranya dirujuk ke RSUD Dr Soedirman Kebumen. Mereka adalah Parman, Samingan, Widodo Sunu Nugroho, Ratiman, Prayoga, dan Rajab. Widodo Sunu Nugroho mengalami luka paling parah.
Selain cedera di kepala, tangan kiri pria yang juga Kepala Desa Wiromartan itu mengalami retak tulang di tangan kiri. “Keenam korban harus kami rujuk ke RSU Kebumen karena luka mereka cukup serius,” ungkap Yamoto kepada wartawan. Muslihkin, salah seorang warga yang ikut berunjuk rasa menceritakan, aksi warga dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
“Awalnya, kami berkumpul dan mendengarkan orasi dari Pak Lurah. Jumlah kami sekitar 150 orang yang terdiri atas warga, pemuda, dan petani. Namun tiba-tiba, kami diserang oleh sejumlah anggota TNI,” ujar Muslihkin. Warga mengklaim mengalami kekerasan fisik seperti ditendang dan dipukul. Hingga berita ini diturunkan, lokasi pemagaran masih dijaga ketat oleh sejumlah anggota TNI.
Terpisah, Mayor Infanteri Kusmayadi, Kepala Kantor Perwakilan Laboratorium, Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AD 403 Zipur menuturkan, pihak TNI sudah menyosialisasikan secara prosedural tentang kegiatan pemagaran. Bahwa yang dilakukan TNI adalah demi keamanan warga jika TNI sedang latihan militer.
“Tujuannya juga melindungi warga saat kami berlatih perang dan pelatihan militer lainnya,” kata Kusmayadi. Di sisi berseberangan dengan Sutik, warga setempat justru mengaku lebih aman jika ada pagar yang dibangun TNI. Dia pun menyesalkan ada bentrok fisik antara warga dengan TNI. “Seharusnya ada pertemuan yang difasilitasi pemerintah agar semua berjalan damai. Kalau bentrok seperti ini kan jadinya anarkis dan banyak korban,” ucap Sutik.
Bentrok Versi Dandim Kebumen
Terpisah, Komandan Kodim 0709/Kebumen Letnan Kolonel Inf Putra Widyawinaya mengklaim, saat ini kondisi Kebumen pascainsiden di wilayah Ambal kembali kondusif. Dia menyebutkan insiden yang terjadi hanya dalam skala kecil. “Tidak seperti tawuran dan lainnya, hanya insiden. Secara umum sekarang sudah kondusif,” ucapnya kepada KORAN SINDO YOGYA tadi malam.
Pria yang menjabat sebagai Dandim Kebumen sejak Juni 2014 itu menjelaskan, peristiwa bermula saat ratusan warga mendatangi lokasi pembangunan pagar latihan TNI AD. Mereka menduduki fondasi yang sedang dikerjakan petugas. Saat itu, kata dia, TNI sudah menyampaikan pembangunan pagar merupakan program dan sudah disetujui pemerintah.
Namun karena warga bersikeras menolak, maka terjadi insiden itu. “Kami tidak ingin menyakiti masyarakat. Kami lihat ada yang memprovokasi, maka terjadi insiden saling dorong sampai ada yang luka,” kata Dandim Kebumen. Dia menjelaskan, sebenarnya sudah ada kesepakatan bersama Pemkab Kebumen dan warga untuk menyampaikan bukti-bukti otentik kepemilikan tanah di lokasi itu hingga 14 September mendatang.
Buktibukti itu akan diteliti tim ahli dari pemkab untuk melihat keabsahannya. Sementara TNI, ujar dia, siap menyesuaikan apa pun hasilnya. Termasuk jika persoalan itu dibawa ke ranah hukum dan dinyatakan warga sebagai pemilik lahan yang sah. “Itu keputusan rapat pada 12 Agustus. Saat itu juga sepakat tidak ada lagi demo-demo dan perusakan, tapi pembangunan jalan terus karena sudah menjadi program,” katanya.
Hery priyantono/ Sodik
(ars)